Zio menaruh semua plastik belanjaannya di atas meja makan. Raya mulai membuka dan memilah bahan yang akan digunakannya sekarang dan yang akan disimpan untuk persediaan.
Karena Raya sering mengerjakan pekerjaan rumah selama ini termasuk memasak, jadi memasak bukanlah hal yang sulit untuknya, kecuali menu yang ia tidak ketahui.
"Aku ganti baju dulu ya," ucap Zio.
Raya menoleh lalu mengangguk dan kembali memilih bahan makanan. Bahan makanan yang mereka beli cukup banyak. Zio bilang itu untuk persediaan karena nanti pria itu akan lebih sering diam di apartemen dan akan sering memanggil Raya.
Zio kini kembali dengan kaos putih santai yang melekat ditubuhnya. "Kamu yakin bisa masak bulgogi?" tanya Zio.
"Aku sering nonton drama korea dan sedikit-sedikit aku bisa, tinggal cari resepnya di internet aja," ujar Raya.
Zio mengangguk, pria itu mendekat. "Kalo nggak bisa jangan maksain ya, kita bisa makan apa yang lebih gampang dimasak."
Raya menoleh dan berkacak pinggang. "Kakak ngeraguin kemampuan memasak aku?" tanya Raya.
Zio mengecup pipi Raya sekilas. "Nggak dong, Sayang."
Raya mencebikkan bibirnya lalu berbalik menghadap wastafel tempat mencuci piring dan mulai membersihkan beberapa bahan yang akan dimasaknya, salah satunya daging.
Zio berdiri di belakang dan memeluknya dari belakang. Pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Raya mencuci sayuran.
"Kak Zio." Raya bergerak tidak nyaman. "Minggir dulu."
"Apa sih, Sayang? Aku mau bantu kamu," ucap Zio santai.
Raya berbalik, menekuk wajahnya kesal. "Mau bantuin atau mau ganggu?" gadis itu
mengerucutkan bibirnya.
Zio mengecup bibir itu sekilas. "Dua-duanya."
"Nyebelin!"
"Iya, Kakak juga sayang kamu."
Wajah Raya memerah, gadis itu berbalik untuk menyembunyikan wajahnya yang merona lalu melanjutkan pekerjaannya dengan Zio masih menempel di belakangnya.
Raya menghela napas lalu berjalan mengambil beberapa peralatan yang diperlukan. Untuk kali ini ia akan memasak bulgogi seperti keinginan Zio dan heoni beoteo chikin yang berbahan daging ayam.
Selama Raya memasak, Zio masih setia memeluknya dari belakang. Sesekali membantunya atau menganggunya dengan cara meniup telinganya hingga Raya merasa geli atau mencuri ciuman di pipi.
Gadis itu berbalik menatap Zio. "Kak Zio, jangan ganggu aku dong nanti masakannya nggak enak," rengek Raya kesal karena Zio terus menganggunya.
Zio hanya menyengir, ia menunjuk bibirnya. "Janji nggak ganggu lagi." "Kak Zio ih!"
"Ah, yaudah." Zio membuang pandangannya, pura-pura merajuk.
Raya mendengkus, ia maju lalu mengecup bibir Zio. Tidak, bukan hanya sekedar kecupan saja karena Zio langsung menahan tengkuk Raya untuk memperdalam ciuman mereka. Oh ayolah, ada apa dengan Zio?
Hanya sebentar mereka saling melumat, Zio mengakhirinya. Raya langsung memeluknya dan sikunya menyenggol pegangan wajan. Jika saja Zio tidak sigap memegangnya, mungkin wajan itu akan jatuh dan tumpah.
Raya mendongak. "Kak Zio bikin aku malu terus."
Zio tertawa. "Itu masakan ya gosong."
Raya menoleh. "Udah ah, Kak Zio mending tungguin aja di meja makan, ini nggak akan
lama lagi kok."
Zio mengangguk sambil tersenyum. Pria itu kemudian mengecup kembali bibir Raya sekilas lalu berlari sebelum Raya kembali menggerutu kesal. Raya mengerucutkan bibirnya dengan menahan senyum. Tidak dapat dipungkiri apa yang mereka lakukan membuat Raya senang.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali melanjutkan kegiatan memasaknya yang sempat terhenti.
***
Raya membawa satu persatu piring yang berisi makanan yang baru saja ia masak. Tidak banyak, hanya Bulgogi untuk Zio, heoni beoteo chikin untuknya dan kentang goreng untuk cemilan nanti.
Sebenarnya Raya tidak yakin dengan rasanya apakan cocok di lidah Zio atau tidak karena ini pertama kalinya Raya memasak untuk Zio dan Raya belum banyak tahu tentang pria itu.
Raya menatap Zio sambil menggigit makanannya. "Gimana? Rasanya enak nggak? Atau aneh ya?"
Zio belum menjawab karena masih fokus mengunyah.
"Kak Zio ih, gimana?!" tanya Raya lagi dengan gemas.
"Enak," ucap Zio lalu ia menelan makanannya. "Rasanya enak banget, kayak yang ada di restoran-restoran itu," ujarnya. "Serius?"
Zio mengulurkan sendok yang berisi makanannya ke arah Raya dan langsung diterima oleh gadis itu. "Enak, ‘kan?"
Raya mengunyahnya dengan pelan, menyecapi rasa makanan itu bahwa Rasanya memang enak. Tidak buruk lah untuk dimakan.
"Pinter banget sih kamu." Zio mencubit hidung Raya dengan gemas.
Raya tersenyum lebar. "Aku seneng kalo Kak Zio suka."
"Kayaknya tiap hari pengin dimasakin terus deh," ucapnya.
"Nggak mungkin lah, Kak Zio kan sibuk," ujar Raya lalu memakan kembali makanannya.
"Nggak. Kalaupun aku sibuk, aku bakalan selalu menyempatkan waktuku buat kamu," ujar Zio.
Raya tersenyum lalu terkekeh pelan. Mereka melanjutkan makannya sambil sesekali
bercanda. Memakannya hingga selesai.
"Di cucinya nanti aja, taruh aja dulu di situ." "Nggak enak tau liatnya," ucap Raya.
Zio meraih tangan Raya yang hendak mencuci piring. "Jangan, Sayang. Nanti ada pembantu yang selalu datang ke sini kok buat bersih-bersih. Sekarang kita ke ruang tengah."
Raya lebih memilih mengikuti apa kata Zio. Gadis itu mengikuti Zio ke ruang tengah sambil membawa sepiring kentang goreng. "Sekarang jam berapa?" tanya Raya yang telah duduk di samping Zio.
"Baru jam setengah 6."
"Aku keluar seharian. Ibu pasti marah."
"Ibu kamu nggak akan marah kok, kamu tenang aja ya," ucap Zio sambil mengelus kepala Raya.
Raya mengangguk. "Ngapain? Main PS?"
"Iya. Kamu bisa nggak?" tanya Zio.
Raya menggeleng.
"Sini aku ajarin."
"Nggak mau ah," ucap Raya, gadis itu memakan kentang gorengnya dan mengabaikan Zio.
"Siniii..." Zio menarik tangan Raya untuk membawa gadis itu lebih dekat dengannya. Zio menyandarkan kepala Raya di dadanya.
"Kak Zio..."
"Apa, Sayang?" Zio menggenggam stick PS yang ada di tangannya. "Ini, kamu bisa nggak
pake ini?"
Raya mendongak dan menggeleng polos. Zio terkekeh, ia mencium bibir Raya sebentar
sebelum akhirnya kembali mengajarkan Raya bermain PS.
"Aku nggak mau ah, aku mau makan kentang goreng aja," ucap Raya sambil berusaha untuk beralih duduk tegak.
Zio malah menahannya dengan melingkarkan tangannya di pinggang Raya. "Di sini aja."
"Tapi kentangnya."
Zio melonggarkan pelukannya agar Raya bisa mengambil piring kentang gorengnya.
Selanjutnya, mereka masih tetap dalam posisi seperti itu dengan Zio yang masih bermain game dan Raya masih memakan kentang gorengnya, sesekali bersorak dan menggerutu saat jagoan Zio terpukul lawan.
Saat-saat seperti itulah mereka bahagia.
***
"Bagus ya kamu, jam segini baru pulang! Dari mana aja kamu, hah?! Ngelayap aja kerjaannya bukannya beres-beres rumah!!"
Baru saja Raya datang, Aneu sudah marah-marah kepadanya. Raya meringis, ia sadar ini kesalahannya meski waktu masih menunjukkan pukul 7 malam.
Aneu berkacak pinggang, ia menarik tangan Raya dengan kasar menuju ruang tengah. "Dari mana kamu? Jawab!"
Raya menunduk dalam-dalam. "Raya main sama temen, Bu."
"Temen mana? Emang kamu punya temen?"
Pertanyaan itu sangat memohok Raya, ia sadar jika ia memang tidak punya teman.
Sebenarnya Zio tadi sudah menawarkan untuk mengantarkannya sampai ke depan rumah, namun Raya melarangnya karena tau jika Aneu akan marah-marah seperti ini. Aneu tidak boleh tau tentang Zio.
"Masuk kamu, Raya! Nggak ada makan malam untuk kamu malam ini! Dasar anak nggak tau diri!!"
Raya menahan dirinya untuk tidak menangis. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan Aneu. Raya harus tetap tegar.
***