Nikah paksa
Hari itu di rumah si kembar terjadi perdebatan sengit antara dua bocah imut yang masih berumur sepuluh tahun dengan nenek mereka. Yang menjadi terdakwa adalah ayah mereka bernama dokter Jodi. Sang dokter baru pulang kerja dan terkejut ketika melihat dua putri kembarnya menyampaikan berita yang belum ingin ia sampaikan kepada kedua orangtuanya.
" Jo.., apa benar apa yang di sampaikan anak anakmu, kamu akan menikahi guru privat mereka, gadis tomboi itu ? "
" Jujur papa, kami dengar sendiri papa ngomong sama om Devan kalau papa mau menikah sebelum berangkat ke Amerika "
Dokter Jodi membuka jas dan kacamatanya, lalu mengajak ibunya duduk. Ia melihat kegelisahan di wajah ibunya, bisa bisanya ibunya terpancing dengan ucapan anak anaknya.
" Ma, apa yang Jo putuskan tentang hidup Jo sama anak anak itu akan Jo pikirkan baik baik "
Rahmi menatap mata anaknya, matanya seakan berkata ia tak rela jika anaknya menikahi gadis yang biasa jadi guru privat cucu cucunya. Padahal ia sudah setuju dengan hubungan Jo dengan dokter Vina, teman seprofesi putranya, atau dengan perawat bernama Nadia. Mereka adalah wanita dewasa yang bisa menjadi ibu untuk si kembar.
" Tapi benarkan pa ? papa mau nikah sama kak Joice ? " dokter yang hampir memasuki usia kepala empat itu hanya menggusar rambut putri putrinya. Ia mengambil jas putih dan kaca matanya lalu beranjak ke kamar.
Dalam kamar, ia mengusap pipinya yang tadi memerah karna gamparan jemari mungil seorang gadis, sebenarnya tidak sakit. Tapi serangkaian peristiwa perdebatan tadi membuatnya tersenyum.
Dua jam lalu
" Saya mau bicara sama pak dokter " ketus seorang gadis yang masuk ke ruang prakteknya. Dia mendaftar jadi pasien bukan ntuk berobat tapi untuk menyampaikan keberatannya atas sebuah keputusan yang telah orangtuanya buat bersama sang dokter.
" Duduklah dan tenangkan dirimu, mau minum sesuatu ? "
" Nggak, saya nggak haus. To do point saja pak dokter, kenapa bapak setuju dengan permintaan papa saya ? kita akan menikah yang benar saja. Saya ini masih bocah, saya nggak ngerti bagaimana jadi istri, cita cita saya masih panjang. Perbedaan kita itu bagai langit dan bumi pak dokter !!!! " geram si gadis yang duduk serampangan, ia menaiki kaki kiri ke atas kaki kanan dan telapaknya ia goyang goyangkan.
Dokter tampan itu melihat jamnya, prakteknya hampir selesai dan di depannya adalah pasien terakhir untuk hari ini.
" Sudah selesai ? "
Gadis itu menghela nafas.
" Belum "
" Lanjut "
BRAAAK !
Gadis itu memukul meja hingga benda benda diatasnya meloncat beberapa senti. Dokter itu masih bersikap tenang.
" Saya ini susah diatur dan nggak mau di atur atur, Coba bapak pikirkan hidup bapak yang tenang adem ayem bakal berantakan gara gara saya "
Dokter Jodi menanggalkan jasnya, lalu menggulung kemeja hingga siku, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan melipat tangan di d**a. Ia membalas tatapan bengis di depannya dengan senyuman manis.
" Jangan sok manis depan saya pak, saya nggak bakal jatuh cinta "
" Semakin kamu begini, semakin saya memperkuat kesepakatn saya dengan ayahmu kalau pernikahan itu akan dilaksanakan secepatnya "
" Kalian egois ! " hentak si gadis.
" Kamu yang lebih egois, kamu tidak pernah memikirkan perasaan kedua orangtuamu "
PLAKK ! Gadis itu kontan berdiri dan melayangkan tamparan keras ke pipi dokter Jodi. Ia menatap nanar tangannya yang gemetar, tergesa ia meninggalkan ruangan praktek itu dengan mata berkaca kaca. Dokter Jodi hanya terhenyak di tempat duduknya sambil mengelus pipinya yang memerah. Ia menghela nafas panjang. Pintu masih berderit karena di tutup tergesa oleh Joice Kaila Sunjaya, anak dari orangtua pasien yang dulu pernah ia tangani.
Telpon berdering, dokter Jo mengangkatnya. telpon dari rumah, dari ibunya.
" Cepat pulang Jo, mama mau dengar penjelasanmu langsung " panggilanpun ditutup sepihak oleh sang ibu.
****
Joice duduk di depan rel kereta api, memandang kereta yang baru melintasi di depannya. Ia memegang dadanya yang terasa sakit. Sebenarnya apa yang ia lakukan tadi di klinik seorang dokter sangat bertentangan dengan hati nuraninya, awalnya ia hanya ingin protes atas permintaan orangtuanya yang diamini sang dokter. Ia dipaksa nikah muda, awalnya ia dijodohkan dengan seorang pengusaha. Ia meminta pertolongan dokter Jodi yang dulu pernah berhasil membujuk orangtuanya agar tak memaksanya masuk kuliah keperawatan. Ia kira dokter itu akan membujuk orangtuanya untuk menikahkannya secepat itu, siapa sangka calon suaminya jadi berganti dengan si dokter yang terkenal kalem itu.
Joice mengusap air matanya, selama ini ia merasa anak yang tersisihkan dari adiknya yang selalu menjadi perhatian kedua orangtuanya, tak ada yang salah karena adiknya penderita kanker jadi mama dan papanya lebih mengkhawatirkan adiknya dari pada Joice. Tapi lama kelamaan, Joice merasa perlakuan orangtuanya tak adil. Ia yang dianggap tak punya kelemahan harus bisa berjuang sendiri menata hidupnya, tak ada yang bertanya apakah ia baik baik saja menghadapi bulian teman temannya yang mencapnya sebagai gadis jorok karena ia suka bermain dengan anak anak ang bekerja di bengkel.
Ia manusia jadi jadian karena tak suka dandan. Tak ada yang mengajarinya menjadi seorang perempuan yang manis. Ia melampiaskan luka batinnya karena diabaikan dengan ikut balapan liar bersama teman teman laki-lakinya. Ia memang di lebihkan materi, tapi bukan itu yang ia minta.
Ia ingin orangtuanya bertanya, apakah ia sedang sedih atau bahagia. Kedua orangtuanya akan menganggapnya baik baik saja. Satu satunya orang yang dulu pernah peduli padanya adalah Jimmy. Sekarang, temannya itu sedang menempuh pendidikan di luar negri. Joice mengangkat panggilan dari sahabatnya Winda.
" Joi, pengumuman penerimaan mahasiswa baru itu sudah keluar "
" Kayanya gue nggak bakal kuliah Win, gue bakal keluar dari rumah, lu bantu gue sembunyi dari ortu gue "
" Lu beneran mau dikawinin sama bonyok ? "
" Berita buruk kan Win, gue masih ingin bebas, mereka bakal mengurung gue dalam sangkar pernikahan, duda anak dua.. " ucap Joice pasrah, Winda malah tertawa.
" Orangtua lu nggak seburuk itu Joi, Lu bilang aja baik baik kalau lu mau kuliah yang benar jadi nggak usah di kawinin "
Joice yang sekarang malah tertawa mengejek.
" Mereka nggak bakal setuju sama jurusan yang gue ambil, Teknik Elektro, mereka pengen gue jadi dokter atau perawat "
" Kabarnya calon suami lu tampan ya Joi ? "
" Gue nilai orang nggak dari tampangnya aja non "