Joice mengendap masuk rumah. Ia melihat orangtuanya sedang tidak ada di rumah. Ia mengumpulkan semua barang barang yang bisa ia bawa. Ini adalah keputusan yang harus ia ambil sebelum pernikahan itu terjadi. Ia juga bingung dengan sikap dokter yang jadi ayah dari murid privatnya. Si kembar yang menggemaskan, ia diminta sahabatnya untuk menjadi guru privat si kembar dalam bidang olah raga karena mereka selalu di buli di sekolah. Dokter yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Dulu, dokter Jodi berhasil membujuk orangtuanya untuk tak memaksanya masuk sekolah kedokteran atau perawat karena ia fobia dengan darah. Jika melihat darah ia akan pingsan.
Satu bulan lalu ia kembali minta tolong untuk tak dijodohkan dengan seorang pengusaha, anak teman baik ayahnya. Ia masih ingin melanjutkan kuliahnya. Tapi karena berfikir hobi balapan liarnya akan merusak hidup Joice, orangtua Joice memutuskan gadis itu harus segera menikah muda karena dengan bersuami ia tak akan liar lagi.
Joi berhasil membawa barang barangnya keluar dengan menyogok para Art agar merahasiakan apa yang ia lakukan dengan memanipulasi CCTV. Jo menyewa sebuah kamar kost yang lokasinya sangat ia rahasiakan.
Sebenarnya Joi tak tahu kalau ide pernikahan itu hanyalah sebuah ancaman baginya untuk membuatnya berhenti melakukan balapan liar. Dokter Jodi memang telah berhasil membujuk orangtua Joice agar Joice tidak cepat cepat menikah karna ia masih sangat muda. Tapi orangtua Joice bingung bagaimana cara menghentikan hobi berbahaya Joice selain pernikahan, tiba tiba Hilman aya Joice punya ide, laki laki yang akan menikahi Joice adalah dokter Jodi dan dokter tiga puluh tujuh tahun itu akan memberikan syarat jika pernikahan akan dibatalkan jika Joice bersedia tak lagi melakukan balapan liar.
Orangtua Joice panik karena Joice mengabarkan kalau ia memutuskan keluar rumah, hidup mandiri di luar. Hilman mengabarkan ini pada Jodi dan meminta dokter tampan itu membujuk anaknya untuk kembali tinggal di rumah. Dokter Jodi mengatakan kalau saat ini ia tak bisa membantu karena akhir akhir ini ia disibukkan untk persiapan kuliahnya ke Jepang.
Tapi dokter Jodi tak perlu repot repot ia mencari Joice karena gadis itu datang ke poli tempat ia bekerja di sebuah rumah sakit umum untuk mengantarkan ibu kosnya periksa. Gadis itu terkejut ketika membaca nama dokter yang akan memeriksa ibu kosnya yang bernama Lina, ia tak bisa kabur karena kondisi bu Lina sangat lemah.
" Ibu di rawat ya " saran dokter Jodi pada wanita paruh baya yang baru selesai diperiksa.
" Anda, anaknya ? " tanya dokter Jodi pura pura tidak mengenal Joice. Gadis itu memutar bola mata malas. Senang sekali dokter itu untuk memberikan laporan pada orangtuanya dan besok ia pasti dipaksa pulang.
" Bukan dok, saya anak kos kost an punya ibuk ini, tadi ia minta tolong diantarkan kesini "
" Ini Joice dok, dia baru pindah ke kost kostan milik saya, anaknya baik sekali dok " puji bu Lina. Dokter Jodi memandang Joice sambil tersenyum.
" Bisa lo dok, rekomendasi jadi istri, dokter sudah memutuskan untuk pensiun jadi duda kan " ujar bu Lina sambil terkekeh. Dokter Jodi juga ikut tertawa, Sepertinya pasien dan dokter itu sudah akrab.
" Kalau dia nggak keberatan bu Lina, menikah sama duda anak dua " balas dokter Jodi. dokter itu mengulurkan sebuah surat untuk diantarkan ke bagian administrasi.
" Nanti temui saya lagi " ucapnya saat Joice melangkah keluar. Dua orang perawat mengantarkan brankar yang ditiduri Bu Lina memasuki ruang rawat inap. Setelah menghubungi anak bu Lina, Joice kembali menemui dokter Jodi, selain menyelesaikan keperluan bu Lina di rumah sakit. Joice ingin minta maaf atas sikapnya yang di luar batas beberapa waktu lalau, ia telah menampar pipi putih dokter yang masih terlihat muda itu.
" Semuanya sudah beres dok. Sebentar lagi keluarganya datang " ucap Joi kemudian tertunduk, ia meremas kedua tangannya. Menghela nafas berat dan kembali menatap dokter yang seperti menunggu ia bicara.
" Maafkan sikap saya waktu itu dok, saya terpancing oleh kata kata dokter yang menyalahkan saya sama seperti mami dan papi "
Dokter Jodi melihat jam di pergelangan tangannya. Raut wajah ramah tadi menguap, berubah datar dan dingin. Joice ciut melihat sikap dokter yang sudah ia tampar itu. Ia meremas ujung kemejanya.
" Saya permisi dok " ucap Joi sambil berdiri, tatapan dokter Jodi semakin tajam, ia berdehem membuat gerakan tangan agar Joice kembali duduk.
" Saya masih ingin bicara " ucap dokter Jodi dengan nada serius.
" Kenapa kamu takut menikah dengan saya, apa karna saya duda ? " tanya dokter Jodi yang membuat Joice membulatkan matanya, ia jadi berfikir kalau pernikahan itu akan terlaksana.
" Bukan bukan karena itu dok, usia saya masih muda, belum mengerti cara berumah tangga, tidak baik menikah kalau ujung ujungnya pisah "
Dokter Jodi diam sejenak, ia memindai wajah Joice yang terlihat pias. Wajahnya memerah dan dari tadi ia mendengar suara sengau guru privat olahraga anaknya itu.
" Kamu demam ? " tanya dokter Jodi sambil menyentuh kening Joice.
" Sedikit, tapi ini bakalan cepat sembuh dok. minum obat di jual di warung juga sembuh " Dokter Jodi geleng geleng. Ia mengambil beberapa butir obat.
" Sudah makan ? " tanyanya sebelum obat berpindah tangan ke tangan Joice. Gadis itu menggeleng.
" Ikut saya " dokter Jodi melangkah keluar ruangannya, Joice mengikuti di belakang, Jodi memperlambat jalannya agar bisa berjalan bersisian dengan anak gadis yang baru akan memasuki dunia orang dewasa. Ia tidak bisa disebut gadis remaja lagi karena sebentar lagi umurnya dua puluh tahun.
Para perawat dan dokter yang berpas pasan dengan mereka memperhatikan dokter yang selama ini mereka kenal tak pernah dekat dengan perempuan. Setelah sepuluh tahun ditinggal Dinda. Dokter Jodi tak pernah mereka tahu punya teman dekat. Dokter Vina yang begitu antusias mengejar cinta dokter tampan itu. Tapi dokter Jodi menolaknya setelah melihat bagaimana sikap rekan kerjanya itu pada kedua putri kembarnya.
Dokter Jodi mengajak Joice makan di kantin. Ia juga memesan nasi goreng seperti pesanan Joice. Ini sudah biasa mereka lakukan sejak Joice menjadi guru privat Kiki dan Zizi. Joice juga merasa ia bisa menjaga batasan dengan sang dokter saat mereka berinteraski, ia menganggap dokter Jodi adalah kakaknya karena ia tak punya kakak laki laki. Sejak adiknya dinyatakan menderita kanker, ia merasa kehilangan perhatian kedua orangtuanya.
" Saya hanya ingin di dengar dok, sekali kali mereka perhatikan apa yang saya mau, saya bisa bertanggung jawab dengan apa yang saya lakukan "
Dokter Jodi mengangkat panggilan dari ibunya. Wajahnya langsung tegang. Ia hanya mengatakan satu kalimat.
" Ya..saya pulang ma "
" Kenapa dok ? " tanya Joice melihat dokter di depannya terlihat panik.
" Zizi sakit "