Bab 8. Sikap Arka

1006 Kata
Happy Reading. “Sudah. Lain kali kalau makan hati-hati. Kamu itu perempuan, masa makan belepotan begitu?” ujar Arka membuat Clara tersadar dan menjadi malu. “Ma-makasih.” Clara langsung membuang wajahnya ke arah lain. Berada di dekat Arka ternyata bisa membuat jantungnya tidak aman saat ini dan memilih makan dengan perlahan. "Apa sih tadi tuh ya? Kok rasanya aneh?" batin Clara. “Aduh! Kenyang banget!” Clara tidak tahan, mengusap perutnya yang membuncit karena makanan. Dia menurunkan sedikit sandaran kursinya agar lebih nyaman. “Kenyang?” tanya Arka menatap Clara dengan senyuman. “Iya, kenyang.” “Kalau gitu, sekarang kamu bisa baca ini, kan?” tanya Arka sambil memberikan dua buah lembar kertas kepada Clara. “Apa ini?” “Baca aja.” Clara mengambil kertas itu dan membacanya sekilas. Seketika matanya membulat saat melihat di baris pertama tertulis surat perjanjian. “Apa ini? Nggak perlu lah pake beginian!” ucap Clara meremas kertas itu di tangannya. Pasalnya ada beberapa point yang tertulis di sana dan dia tidak setuju dengan adanya point ini. “Ngapain juga pake perjanjian tertulis sih? Lagian aku nggak akan ingkar sama janji aku! Nggak akan kabur juga!” protesnya. Arka hanya mengangkat bahunya tanda dia tidak peduli. “Masa depan siapa yang tau? Siapa tau kan kamu lagi amnesia terus lupa sama kejadian kemarin. Saya paham sedikit banyaknya sifat anak didik saya. Jadi saya cuma jaga-jaga aja,” ucap Arka dan menyodorkan pulpen untuk Clara membubuhkan tanda tangan di kertas bermaterai itu. “Jadi, tadi Bapak tadi pergi untuk ini?” tanya Clara. “Yups! Tanda tangan kalau nggak mau berita tentang kamu tersebar di grup kampus.” “Tapi saya nggak setuju sama point yang ini. Apaan ini? Setiap malam minggu harus pergi dengan bapak keluar? Itu sih kencan namanya! Dan ini lagi … apa ini? Nggak boleh dekat sama cowok lain? Peluk cium di depan keluarga kalau keadaan mendesak? Nggak. Nggak! Nggak ada yang begituan!” ujar Clara geram. “Memangnya kenapa? Kalau soal malam Minggu kan, Itu biar chemistry kita bagus ke depannya. Apa salahnya? Lagian itu kan nggak buruk juga. Demi mendalami peran. Dan kalau peluk cium itu kan kalau terdesak doang. Atau … kamu mau peluk cium meskipun keadaan nggak mendesak? Itu lebih baik, saya pikir,” bisik Arka di dekat telinga Clara. Clara refleks mendorong d**a Arka dengan tangan mungilnya. Apa itu tadi? Napas Arka terasa hangat di telinganya. Akhirnya Clara menandatangani kertas tersebut walaupun sebenarnya tidak rela. “Nih, aku udah tanda tangan. Aku harap Bapak nggak akan lakuin hal yang lebih jauh lagi sama aku.” “Lakuin hal yang jauh? Bahkan aku sudah lihat tubuh kamu tanpa sehelai benang pun waktu kamu paksa aku malam itu. Kamu punya tahi lalat yang bagus di sini. Seksi,” ucap Arka sambil menunjuk tepat di bawah dadanya sendiri sambil menatap Clara dengan tatapan nakal. Clara refleks langsung menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. “Dasar m***m!” “Hahaha! Oh, ya. Ini buat kamu,” ucap Devan memberikan bungkusan plastik untuk Clara. “Apa ini?” “Aku pikir kaki kamu lecet. Itu ada salep. Saya belikan tadi di apotek,” ujar Arka. Clara menerima bungkusan plastik putih itu dan seketika dia berpikir, "Jadi, dia tadi pergi beli ini?" batinnya. “Makasih, Pak.” “Sama-sama.” Setelah itu akhirnya Clara menurut dan mereka pulang setelah selesai makan malam. *** “Dari mana kamu? Devan bilang kamu ada di restoran sama seorang laki-laki? Siapa dia?” tanya Daffi memberondong saat melihat adiknya yang baru saja masuk ke dalam rumah. Adiknya ini terlihat sangat cantik dengan pakaian yang bagus. “Tuh tau, aku dari restoran,” jawab Clara cuek, kemudian ingin berlalu dari hadapan kakaknya. Clara melihat ada Devan di ruang tamu dan menatap padanya dari sana. Akan tetapi saat Clara akan pergi, Daffi tidak terima dengan jawaban Clara ini sehingga menarik tangan sang adik. “Clara. Jawab aku!” ucap Daffi memaksa. “Apaan sih? Memangnya kenapa kalau aku pergi sama laki-laki? Dia juga pergi sama perempuan waktu kami masih bertunangan dan aku juga nggak tau di belakangku dia berbuat apa aja sama wanita itu? Dan sekarang apa yang dia lakuin di sini? Mengadu soal aku pergi sama laki-laki? Apa tujuannya mengadu ke kamu?” tanya Clara mulai emosi, sengaja menaikkan nada suaranya agar terdengar oleh Devan. Devan mengeratkan kepalan tangannya mendengar ucapan dari Clara tersebut. “Sudah ya, aku capek!” ujar Clara menarik tangannya kemudian pergi berlalu dari hadapan kakaknya. Kemudian langsung masuk ke kamar dan menguncinya. Kenapa nasib percintaannya sial sekali, mencintai pria seperti Devan yang hanya egois dan seenaknya sendiri. Bukankah seharusnya Devan senang jika Clara minta putus. "Sialan!" Clara memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Dia tidak peduli dengan bunyi ponselnya yang sejak tadi berdering, Clara langsung memutuskan untuk rebahan di kasur sambil memeluk boneka kesayangannya. Clara mengerucutkan bibirnya ketika teringat apa yang dilakukan oleh Arka s tadi. Dia benar-benar tidak menyangka jika pria itu bisa menciumnya dengan begitu intens dan sayangnya Clara suka ciuman itu. Entah apa yang membuat Clara ikut juga membalasnya yang jelas dia benar-benar bisa membalas ciuman itu setelah beberapa tahun hanya mencintai Devan dan berharap ciuman dari pria tersebut. "Aahh, kenapa aku jadi memikirkannya!" Clara berguling-guling di atas kasur sambil memeluk boneka kesayangannya –Teddy. Sikap Arka yang seperti itu berhasil membuatnya meleleh, padahal selama ini dia membentengi diri dari pria lain selain Devan karena tidak ingin Devan sakit sakit. Akan tetapi setelah sering melihat Devan mencium Elina bahkan mereka sering ngamar bersama, membuat Clara menyerah dengan perasaannya. Dia tidak mau hatinya sakit lagi, Clara ingin membebaskan diri dari cinta Devan. Kekuatan itu muncul ketika Clara memergoki Devan dan Elina tengah berbagi peluh bersama dan hal itulah yang membuatnya nekat mencari seorang pria di club malam untuk dia ajak tidur. Namun, kenapa Devan malah terlihat tidak rela jika dia jalan bersama laki-laki lain? "Ah, apakah ada misi terselubung dibalik sikap Devan?" gumam Clara. Ah, Clara tidak peduli, yang jelas dia sudah harus bertindak tegas dengan hubungan itu. Bersambung. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN