Bab 7. Perhatian

1502 Kata
Happy Reading Sepanjang perjalanan menuju ke tempat parkir Arka tidak bisa menahan senyumannya. Apalagi saat mendengar Clara menggerutu dengan sangat jelas. Entah menggerutu karena ciuman tadi, atau karena apa. "Ada apa sih sama kamu? Cemburu? Gak usah cemburu kayak gitu, dong. Dia bukan siapa-siapa aku, kok, Sayang!" ujar Arka menggoda sambil menepuk punggung tangan Clara yang masih melingkar di lengannya. Sadar akan hal itu Clara pun menarik tangannya dari sana. Clara menjadi salah tingkah. Padahal mereka sudah berada di luar ruangan itu, tapi kenapa dia masih menggandeng tangan Arka? "Idih! Siapa juga cemburu sama wanita yang kayak gitu. Gak level, ya!" ujar Clara sambil mengibaskan tangannya dan berjalan lebih cepat mendahului Arka. "Haha, tapi kenapa tadi muka kamu ditekuk terus, hah?" goda Arka. "Heh, Pak Arka! Dengar ya Bapak dosen yang terhormat. Mukaku ditekuk itu karena aku capek. Kamu nggak tahu apa, kaki aku udah lecet, tau!" ucap Clara. Ingin sekali Clara melepas sepatunya dan melemparkannya tepat ke muka Arka. Sejujurnya dia juga merasa malu karena tadi membalas ciuman Arka, tetapi tidak mau mengungkapkan. "Oh, Aku pikir kamu uring-uringan Karena cemburu atau karena ciuman—" "Clara!" Terdengar suara seorang pria dari belakang mereka. Clara dan Arka berhenti kemudian menoleh, mereka mendapati seorang pria setengah berlari mendekat. "Clara, apa yang kamu lakukan di sini?" Devan tiba-tiba saja datang dan mencengkeram lengan Clara. "Devan?" "Kenapa kamu di sini sama dia? Kalian sedang apa, hah?" Tanya Devan dengan nada yang marah. Matanya melotot menatap Clara tidak suka. Wanita itu tampak cantik dan anggun dengan gaunnya. Terlihat lehernya jenjang yang tampak seksi. Clara berdandan dewasa dan auranya benar-benar terlihat. "Sial! Kenapa dia kelihatan berbeda?" batin Devan. Arka yang melihat perlakuan Devan kepada Clara menjadi tidak terima. Segera pria itu menarik lengan Clara dan maju satu langkah hingga kini Clara berada di belakang punggungnya. Sekali lagi Devan kehilangan Clara dari tangannya. "Dia datang sama saya ke sini untuk menemani saya," ucap Arka menghalau tangan Devan yang hampir meraih kembali tangan Clara. "Clara, seharusnya kamu jangan pergi dengan pria asing. Itu nggak baik buat kamu. Apa kamu nggak takut kalau dia itu orang jahat?" ujar Devan tidak suka. Clara ingin tertawa mendengarnya. "Sebenarnya siapa yang jahat di sini? Lagian, kita udah nggak punya hubungan apa-apa lagi, Dev. Nggak usah lah kamu datang lagi dan ikut campur dengan urusan aku lagi!" "Oke, baiklah. Kalau emang itu yang kamu mau. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi, tapi itu bukan berarti kamu bisa jalan dengan pria lain yang nggak bener-bener kamu kenal, kan? Apa kamu nggak takut kalau dia bakalan macem-macem sama kamu?" ujar Devan mencoba untuk mempengaruhi Clara. Clara yang sudah kesal terhadap Devan mendorong Arka dan menatap Devan tanpa takut lagi. "Sudah lah, Dev. Aku nggak mau lagi kamu ganggu. Aku capek!" ujar Clara. Clara menggandeng tangan Arka dengan posesif. "Sudah ya, aku udah punya pacar yang lain, lebih baik kamu urusin pacar kamu dan jangan lagi ganggu aku. Bye!" ucap Clara kemudian menarik lengan Arka dari hadapan Devan. Devan hanya melongo melihat Clara yang pergi bersama dengan Arka dan semakin menjauh. “Sialan!” teriak Devan kesal menendang udara kosong. Dia tidak suka di abaikan dan dia tidak suka saat Clara menolaknya seperti itu, apa lagi saat melihat Clara yang malam ini tampak sangat berbeda sekali. “Devan. Kamu di sini?” suara Elina terdengar di belakang Devan. “Kamu lagi apa di sini?” tanya Elina lagi, padahal dia sudah tahu apa yang Devan lakukan dan sudah tahu dengan siapa Devan bertemu barusan. Elina hanya bersembunyi di belakang. “Nggak ada. Aku pikir aku lihat orang yang aku kenal. Ternyata bukan,” ucap Devan berbohong. Devan tidak ingin Elina marah kepadanya. “Oh, gitu rupanya. Ya sudah. Yuk ke dalam. Makanan udah di hidangkan lo di meja.” Elina melingkarkan tangannya pada lengan Devan dan mengajaknya kembali ke mejanya tadi. Devan hanya mengangguk saja dan menuruti perintah kekasihnya itu. Clara dan Arka telah sampai di mobil. Clara menjadi kesal. Tidak dia sangka jika malam ini dia akan bertemu dengan Devan di sini. “Aku nggak tahu masalah apa yang terjadi dengan kamu dan dia, tapi aku pikir kamu sudah patahkan hati seseorang, Clara.” Ujar Arka setelah mereka telah meninggalkan restoran tersebut. Clara hanya diam saja dan tidak ingin membahas masalah itu dengan Arka. “Sudah lah, bisa diam nggak sih, Pak? Cerewet amat!” ujar Clara kesal. Arka tidak lagi berbicara, hanya melajukan mobilnya ke arah rumah Clara tinggal. “Aku lapar, bisa nggak kita pergi makan dulu? Pergi ke restoran juga percuma, nggak makan sama sekali. Judulnya aja yang pesta,” ujar Clara jujur. “Oh, kamu lapar, ya?” “Ya iyalah. Lapar. Aku tuh nggak makan dari siang tau!” ujar wanita itu lagi dengan kesal sambil membuka sepatunya. “Ohh, nyaman banget. Aduh!” Clara mengelus telapak kakinya yang sakit. Terlalu lama berdiri dengan high heels membuat kakinya sedikit lecet. “Kaki kamu kenapa?” tanya Arka. “Lecet!” jawab Clara singkat. Arka hanya menganggukkan kepalanya dan kembali menyetir dengan santai, “Kamu mau makan sama apa?” tanya Arka lagi. “Terserah Bapak aja. Aku nggak milih-milih makanan kok, tapi aku suka sate. Arka tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bergumam di dalam hati karena merasa lucu akan gadis ini. Itu seperti memberitahu jika ke mana mereka harus pergi, kan? “Oke, Kebetulan saya tau tempat yang enak. Ayo kita pergi ke sana.” Arka melajukan mobil itu sedikit lebih jauh. Sesekali dia memperhatikan saat Clara mengusap kakinya. “Di tempat kayak gini kamu nggak apa-apa kan?” tanya Arka. Tempat yang dia maksud adalah warung tenda biasa, tapi pengunjung yang makan di sana lumayan banyak sampai mengantri. “Nggak apa-apa.” “Kamu tunggu aja di dalam dulu, sekalian pesen. Saya mau pergi dulu ke tempat lain sebentar,” ucap Arka saat Clara hampir turun. “Bapak mau ke mana?” “Pergi sebentar. Biar cepet, kamu pesen aja dulu. Oke?” Clara menarik tangannya yang hampir membuka pintu. “Bapak nggak ada niatan buat tinggalin saya di sini kan?” tanya Clara curiga, hal itu membuat Arka tertawa terbahak atas tuduhan gadis ini. “Haha. Ya nggak lah. Masa iya saya tega ninggalin kamu di sini. Nggak lah. Saya pergi sebentar, tenang aja, nih!” ucap Arka sambil memberikan dompetnya kepada Clara. “Buat apa?” “Buat bayar satenya, jaminan kalau saya pasti akan balik lagi.” ujar Arka masih tertawa kecil. Clara menolak dompet tersebut. “Huh, nggak usah. Aku juga bawa uang kalau cuma buat bayarin sate,” ujar Clara kemudian turun dari mobil tersebut. “Awas aja kalau nggak balik!” tunjuk Clara sebelum menutup pintu mobil. “Emang kenapa kalau saya nggak balik? Kamu mau apa?” “Aku mau ….” Clara terdiam sejenak. Mencoba berpikir sesuatu. Kenapa juga dia harus protes kan? Bukankah ini bisa di jadikan alasan untuk menghindari orang ini? Kabur? “Apa kamu takut kehilangan saya? Sudah mulai ada rasa yang lain sama saya?” ucap Arka sambil menggerakkan alisnya naik dan turun dengan cepat. Mendengar itu Clara menjadi marah dan malu sekaligus. “Huh. Nggak lah. Apaan juga. Nggak jelas banget sih!” ucapnya kemudian menutup pintu mobil dengan keras dan melangkah pergi dengan keras. Clara berjalan dengan langkah kaki yang lebar. “Huh, apa-apaan lagi tuh orang? Sok kepedean banget sih jadinya! Mana laper pula. Percuma ikut ke pesta. Baru aja mau ambil makanan udah banyak orang yang tanya-tanya.” Clara terus bergumam kesal sampai dia tiba di hadapan penjual. Sementara itu Arka tersenyum saat melihat tingkah wanita tersebut yang mencak-mencak sendiri. “Dasar aneh!” gumamnya kemudian pergi dari sana. Clara mencari tempat duduk di dalam. Tidak masalah baginya makan di mana pun, toh dia juga bukan pertama kalinya makan di tempat yang seperti ini. Clara duduk menunggu dan memainkan ponselnya, sampai dia melihat pada sebuah status wattsapp milik Devan yang sedang melakukan makan malam romantis dengan kekasihnya. Sepertinya tempat itu di restoran yang tadi. Dia merasa kesal, membuang napasnya dengan kencang sehingga rambutnya melambung. “Harusnya aku tau kenapa dia ada di sana. Nggak jelas banget sih tuh orang!” gumam Clara kesal. Apa lagi ingat Devan saat di restoran tadi, orang itu menarik tangannya seolah-olah dia peduli, nyatanya Devan hanya tidak ingin di kalahkan oleh seseorang. “Sudah datang pesanannya?” Clara terkejut saat mendengar suara pria di belakangnya dan segera menyimpan hpnya dengan terbalik di atas meja. “Belum. Jangan ngagetin napa, Pak? Bikin jantung orang copot aja!” “Maaf. Ya habisnya mukanya kayak kesel gitu deh. Senyum kek, masa udah cantik gini mukanya mendung?” ujar Arka sambil duduk di samping Clara. Clara melirik Arka yang sudah melepas jasnya dan menggulung lengan kemeja putihnya sampai sebatas lengan. Tampak sekali aura luar biasa dari pria itu dan membuat beberapa wanita melirik pada Arka. Clara menjadi risih dengan tatapan para wanita itu. “Huh dasar wanita gatel. Udah tau nih laki datang sama cewek masih aja jelalatan!” gumam Clara. “Hah? Kenapa?” tanya Arka saat mendengar Clara bergumam tidak jelas. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN