Mulai Melawan.

1098 Kata
April mengumpat memaki Wawan sambil mengobati Emi, dia tak berhenti mengomel sejak tadi dan itu membuat Wawan jengah dan kesal. “Mau kemana lo? Gue belum beres ngomong!” sentak April begitu melihat Wawan berbalik hendak pergi. Wawan memutar bola mata menjawabnya seraya berlalu tak memperdulikan teriakan April di belakangnya. “Malam ini kamu harus tampil maksimal, Em. Uangnya banyak, nanti aku kasih langsung ke kamu, oke?” kata April bermanis-manis dulu demi membujuk Emi supaya mau tampil malam ini. Emi tahu itu hanya jebakan lain supaya dia mau melayani laki-laki lain lagi yang sudah membookingnya. “Mbak pikir aku nggak tau? Kalian memang berniat menjual aku, iya ‘kan!” geram Emi menatap April dengan penuh benci. April tak marah dengan sikap kasar Emi, itu sudah jadi makanan sehari-harinya setiap kali ada gadis baru yang datang ke tempatnya. Sikap kasar pada gadis itu perlahan berubah bahkan hilang seiring dengan banyaknya uang yang mereka dapatkan. “Jangan suudzon gitu, ih. Kami nggak tau soal Arron yang meminta layanan lebih, padahal dia bilang cuma menemani minum saja lho!” katanya seperti sedang membujuk anak kecil yang merajuk. “Bohong!” sergah Emi. April memutar bola matanya, dia lalu menarik dagu Emi untuk tetap ke arahnya dan menahannya ketika tangannya sibuk merias wajah Emi. “Kamu pikir lagi kalau mau pergi dari sini, hitung dulu semua yang sudah aku kasih sama kamu!” katanya. Glek! Emi menelan saliva mendengar itu, dia tau semua yang diberikan April padanya bukan barang-barang murah. Baju, make up, makanan, sepatu bahkan uang saku yang tak sedikit. Tapi dia berpikir masih punya uang pemberian Arron dan itu pasti cukup untuk membayar uang ganti rugi. “Aku masih punya uang, nanti aku kasih ke Mbak!” kata Emi dengan wajah penuh keyakinan. April tertawa terbahak-bahak mendengarnya. “Maksud kamu uang 10 juta yang tersisa di rekening kamu?” katanya dengan nada mengejek, Emi mengangkat alis dengan raut wajah heran. “Kok Mbak tau saldoku?” tanyanya tak mengerti. April berdecih pelan, “Memangnya kamu pikir bisa memperkaya diri sendiri dan melupakan jasa kami? Nggak bisa, Sayang! Kamu masih punya hutang sama aku!” kata April perlahan memperlihatkan sifat aslinya. Emi mengeratkan, tangannya mengepal erat ingin berontak. “Belum lagi orang tau kamu yang meminta dikirim uang sama Wawan, mereka taunya kamu tuh sukses di sini, makanya minta uang banyak!” kata April lagi yang sontak membuat Emi terkejut mengingat kedua orang tuanya. “Mbak ngomong apa sama mereka?” tanya Emi dengan suara bergetar menahan tangis. April mengangkat bahu dengan sikap bodo amat. “Nggak tau, itu urusan Wawan!” katanya sambil memoles bibir Emi dengan warna merah menyala. “Tapi yang jelas, uang yang dikirim Wawan itu dari dompetku dulu. Kan masa mereka tau soal anaknya yang gagal jadi penyanyi dan malah berakhir mengangkang melayani tamu-tamu!”gelak April, terlihat puas melihat wajah pucat Emi. Emi melihat pantulan dirinya di cermin, dan memang dia kini terlihat bak boneka Rusia dengan riasan hasil tangan April. “See? Kamu itu cantik, Em. Nggak heran kamu langsung terkenal di sini, belum lagi suara kamu merdu banget, para tamu jadi makin semangat buat menghabiskan uang mereka di sini!” April tertawa girang di akhir kalimat, dia menarik dagu Emi dan menolehkan kepala gadis itu ke kiri dan kanan sambil menatap kagum dengan hasil kerjanya. “Ya sudah, tinggal pilih gaun. Mana yang elegan namun seksi, kamu punya tonjolan menggoda yang bisa dijadikan aset penghibur untuk para tamu!” jelasnya. Emi terdiam menahan tangis ketika April membuka pakaiannya tanpa ragu, sampai gadis itu berdiri tanpa sehelai benangpun. Namun wanita itu memekik tertahan ketika mendapati banyaknya bercak merah di kulit mulus Emi. Sejenak Emi mengira jika April akan merasa iba padanya begitu melihat semua bekas cumbuan kasar Arron, tapi wanita itu justru malah tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya. “Ya ampun, Em. Kamu benar-benar membuat dia menjadi laki-laki brutal, belum pernah aku melihat dia melakukan hal semacam ini pada wanitanya!” gelaknya. Emi lemas jadinya, tak ada lagi yang bisa dia mintai tolong untuk bisa pergi dari sini. Maka sambil menahan tangis, Emi terpaksa menurut semua perintah April. Selagi dia mencari cara lain yang bisa dia lakukan untuk melarikan diri. *** Malam ini memang ada banyak tamu VIP yang datang, April memerintahkan semua anak buah terbaiknya untuk tampil dan bernyanyi, namun satu pengecualian bagi Emi yang ditampilkan terakhir sebagai artis utama. “Ada yang nggak sabar pengen ketemu sama kamu, Em. Uangnya banyak, sesuai janji aku kasih kamu setengah dulu, nih!” kata April tertawa, dia merogoh tas kecilnya lalu mengeluarkan segepok uang 100 ribuan lalu membentuknya menjadi kipas di hadapan semua anak buahnya. “Nih! Kalian kalau kerja tuh kayak Emily, dia baru 2 kali tampil saja sudah punya pelanggan loyal, mana duitnya nggak ada serinya!” ujar April lantang, dia lalu memberikan puluhan lembar uang itu ke tangan Emi. Yang lain berbisik-bisik seraya mengerling tajam ke arah Emi dengan tatapan penuh iri dengki. Yang ditatap hanya bisa tertunduk dalam, sebenarnya tak peduli sedikitpun dengan semua uang itu. Tapi Emi juga bukan wanita hodoh yang berpikir tanpa rencana, dia membutuhkan uang itu untuk kabur dari sini secepat mungkin. *** Sudah waktunya tampil, Emi bersiap untuk naik ketika seorang gadis biduan lain menariknya dengan kasar. “Eh, ada apa, Mbak?” tanya Emi menyapa seramah mungkin, dia tak mau mendahului bersikap kasar. Gadis sesama anak buah April itu tersenyum sinis seraya memperhatikan Emi dari atas ke bawah dan sebaliknya. “Jangan sok cari perhatian sama para tamu, nyanyi biasa saja, nggak usah digenit-genitin!” bentaknya. Emi mengangkat alis mendengarnya, dia lalu mengulas senyum. “Bukannya kita harus kayak gitu buat narik pengunjung? Kalau nyanyi nggak genit, bukan biduan namanya!” balasnya dengan berani. Gadis itu ternganga lebar tak menyangka jika Emi berani menjawabnya, dia mengerjap dan menghentak kakinya dengan kesal melihat Emi yang melengos pergi begitu saja dari hadapannya. Emi memang lugu dan polos, tapi beberapa hari di sini sudah membuatnya belajar bersikap berani dan tegas. Sekarang tak ada yang bisa membuatnya takut lagi, tekad untuk pergi memberikan keberanian untuk melawan apalagi cuma menghadapi para gadis itu. “Ya, sekarang inilah yang Anda semua tunggu. Gadis tercantik yang memiliki suara merdu yang akan membuat Anda terlena, Eemmily … !” April berseru riang dari atas panggung, dengan kedipan mata dan sikap genit yang menggoda para pria, memanggil Emi untuk segera naik panggung. Emi menarik nafas dalam-dalam lalu memasang senyum di wajahnya meski ingin sekali dia menangis. Perlahan dia melangkah menuju panggung, dan begitu para pengunjung melihat kakinya saja, sorakan riuh dan tepuk tangan disertai siulan liar para lelaki hidung belang ramai bersahutan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN