Arron perlahan berjalan mendekati, Emi pun membuka matanya namun sama sekali tak terlihat terkejut bahkan kini menatap Arron dengan penuh damba.
“Arron … sentuh aku ….“
Arron mengeratkan rahangnya, matanya nanar menatap tubuh indah Sang Biduan yang hanya tersisa celana dalam saja yang masih menutupi pusat inti itu. Yang mana Arron masih ingat jika warnanya merah muda dan indah, menggoda jagoannya untuk segera bangun dan mengeras di balik celananya.
“f**k!”
Arron segera melucuti pakaiannya sambil menghampiri Emi yang tersenyum senang melihatnya. Ditariknya rambut Emi hingga perempuan itu mendongak dengan bibir setengah terbuka, menantangnya tertawa dengan kerlingan nakal di matanya.
“Harusnya sejak kemarin aku kasih kamu minuman itu!” geram Arron, sebelum dia menurunkan wajahnya dan meraup bibir merah itu dengan penuh nafsu.
Emi benar-benar dikuasai efek minuman itu, dia tertawa senang ketika Arron mencumbunya dengan liar. Dia pun tak malu-malu mendesah keras dan membalas ciuman Arron dengan penuh gairah.
“Ini baru Emily-ku!” desah Arron, senang dengan perlawanan berani dari Emi.
Emi tersenyum, dia menarik tangan Arron ke dadanya. Sentuhan lelaki itu membuat rasa panasnya berkurang, dan yang dia inginkan saat ini adalah Arron menggagahinya. Miliknya sudah berkedut gatal meminta perhatian, Emi mengerang mendesah keras ketika tangan besar Arron meraup bagian tengah di antara pahanya itu dengan gemas.
“Ahh …. masukkan, Arron!” rintih Emi, memohon.
Arron menyeringai lebar mendengarnya, dia menyelipkan jari tengahnya di antara lipatan bawah milik Emi, menggesek tonjolan kecil di sana. Spontan itu membuat Emi memekik keenakan, tubuhnya melenting menggeliat erotis sambil membuka pahanya lebar-lebar.
“Mmhh … ouhh … !” Emi meracau mendesah merasakan lonjakan birahi yang semakin panas, ditambah Arron yang saat ini tengah menghisap puncak dadanya bak bayi besar yang kehausan.
“Ahh … ahhh ….“
Arron menggeram, tangan Emi meremas rambutnya dengan kasar namun itu justru membuatnya senang. Dia suka jika Emi dalam mode bar-bar seperti ini, gairahnya yang besar mendapat lawan seimbang dan itu tentu memuaskannya.
“Sepertinya kamu harus jadi wanitaku seorang, Emily. Aku tidak rela kamu disentuh pria lain lagi!” bisik Arron di leher Emi, dia meninggalkan jejak merah bertebaran di kulit putih perempuan itu seolah ingin menunjukkan klaimnya pada Sang Biduan.
Telinga Emi mendengar jelas kalimat itu, otaknya memberontak menolak keras namun tubuhnya berkhianat. Emi tak tahan lagi merasakan birahi yang begitu besar, tubuhnya mendambakan Arron dengan gila.
“Masuki aku, Arron, aku mohon!” rengeknya tak tahan lagi.
Arron membelainya dengan lembut, sebentar dia mengulum bibir manis itu namun Emi membalasnya dengan begitu panas. Emi merapatkan diri pada tubuh atletis milik Arron, menggeliat erotis memancing lelaki itu untuk segera memasukinya.
“Sabar, Sayang, aku masih belum puas menikmati tubuh indahmu!” bisik Arron, dia bergeser turun dari tubuh Emi sambil tersenyum.
Emi merasa tidak rela berjauhan dengan Arron, tapi sedetik kemudian dia terkesiap dan mengerang keras manakala merasakan sentuhan benda basah di dalam miliknya. Dia menunduk dan ternganga melihat Arron tengah menikmati lembah surga miliknya dengan penuh nafsu.
“Ohhh … ini enak sekali …,“ pekik Emi dengan kepala terbanting ke kanan dan kiri, merasakan permainan lidah Arron di dalam lubang miliknya.
Arron menahan kedua kaki Emi supaya tetap terbuka lebar, memperlihatkan bagian dalam lembah gelap Emi yang merah muda merekah dengan indah di matanya.
“Mhhh … ahhh … ohhh … Arron ….“
Arron menyeringai senang mendengarnya, itu jadi bukti jika permainannya memang bisa membuat Emi mabuk kepayang. Perempuan itu menggelinjang hebat, kakinya bergetar ketika mendapatkan pelepasan hanya dengan godaan lidah Arron.
“Oh … sungguh nikmat!” rintih Emi langsung memeluk Arron ketika pria itu kembali berbaring bersamanya.
Arron mengusap bibirnya, tapi lalu dia tersenyum ketika Emi beralih duduk di perutnya lalu mencengkram rahang tegasnya, melumat bibir tebal yang masih tersisa cairan miliknya di sana.
“Mhhh … aku masih ingin ini!” rengek Emi, tangannya menggenggam jagoan berurat milik Arron sementara dia mengulum bibir lelaki itu.
Arron baru saja menghela nafas, dia sedikit merasa kewalahan menghadapi Emi yang begitu liar begini. Dalam hati dia tertawa, padahal dia tak memasukkan obat apapun di sampanye yang diberikannya pada Emi, tapi efeknya begitu keras seperti ini. Sepertinya Emi memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol, dan efeknya membuatnya lepas kendali.
“Kamu benar-benar polos, Emily!” ucapnya seraya meraih benda kenyal dan montok di d**a Emi dan meremasnya.
Emi merintih nikmat, menggigit bibir dengan mata redup.
“Namaku Emi Wulandari, bukan Emily!” sergah Emi sambil bergerak dengan binal menggoda Arron untuk mencumbunya lagi.
Arron terkekeh, dia bangun menegakkan tubuhnya lalu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Emi.
“Kamu Emily di mataku, harus begitu!” tegasnya seraya mendongak.
Emi tersenyum, dia memposisikan diri di atas jagoan Arron yang sedari tadi mengacung tegak dan keras di bawahnya.
“Baik, aku Emily kalau sedang sama kamu saja, … Arron!”
JLEB!
“f**k!”
Arron ternganga begitu juga Emi ketika mereka melakukan penyatuan. Emi mengerang merasakan lubang miliknya yang terasa penuh dan sedikit sakit, terisi kejantanan Arron yang besar dan berurat itu.
“Bergerak, Emily!” geram Arron seraya meremas b****g Emi dengan gemas, batang kejantanannya begitu kencang di cengkeram dinding-dinding pintu rahim perempuan itu, belum lagi denyutan itu yang terasa meremas, membuatnya tak tahan untuk segera menyemburkan cairan kentalnya di dalam sana.
Emi terhenyak dalam nikmat, dia terkejut ketika Arron memberikan hentakan dari bawah, membuat tubuhnya ikut melompat-lompat.
“Ahhh … Arron!” pekiknya merasakan benda itu keluar masuk di lubang tubuhnya dengan ketat.
“f**k, Emily! Kamu sungguh nikmat!” geram Arron.
Emi mendongak dengan mata terpejam, keningnya berkerut serta mulutnya terbuka merasakan serangan gencar dari Arron yang seolah membor lubang surganya.
“Ahhh … yeaaah … yang keras, Arron! Lebih keras!” teriak Emily, tangannya meremas rambut Arron yang mana lelaki itu sibuk meremas dan menghisap dadanya.
Arron mengumpat, dia mendorong Emily hingga terbaring lalu membalik tubuh mungil itu sampai menungging membelakanginya.
PLAK!
“Ini yang kamu mau? Hah?” bentaknya sambil menampar b****g Emi.
Emi mengangguk sambil terisak-isak, dia ingin berhenti namun tubuhnya masih belum puas digagahi oleh Arron.
“Iya-iya! Masuki aku lagi! Aku mohon! Terus, Arron,” rengeknya di atas bantal.
Arron menarik b****g bulat Emi untuk lebih naik ke atas, lalu membuka kedua kaki perempuan itu lebar-lebar.
“Yeah, ini indah sekali!” katanya memandangi dua lubang kenikmatan di tubuh Emi terpampang jelas di depan kepala kejantanannya yang bulat, mengangguk-angguk seolah tak sabar ingin segera masuk ke sana.
“Masukin aku lagi!” teriak Emi tak tahan lagi, posisi ini membuat dia bisa merasakan miliknya terbuka dan siap menerima kejantanan Arron yang gagah dan berotot itu.
“As you wish, Emily!” kata Arron menyeringai lebar, dia mencengkram pinggang Emi dan …
JLEB!