Bagian 95 - Ketidakadilan bagi Poine

1102 Kata
“Aku tak menyangka Dust g*n bisa kalah dengan Pedang Dewa. Padahal pedang itu hanya mengandalkan matanya yang bisa memanjang dan membesar.” Kata Soter kepada juri-juri yang lain.  “Aku juga tidak percaya itu. Kali ini s*****a yang mengikuti pertandingan memang hebat-hebat!” Kata Proioxis. “Tapi, memang pertandingan dari Askalafos dan Keuthonimos adalah yang terbaik! Keuthonimos bisa memaksimalkan senjatanya. Ia juga tidak banyak bergerak dalam pertandingan!” Kata Praxidike dalam pembicaraan itu. Proioxis menanggapi, “Aku setuju. Tadi itu memang pertandingan yang telak sekali. Tidak seimbang!”  Poine mendengar itu, tapi tidak menanggapinya. Ia kesal karena pertandingan anaknya dikomentari mereka. Porus tak banyak bicara. Ia hanya memandangi Poine dan memperhatikan raut wajahnya yang kesal. Poine berkata, “Cepatlah, aku sudah tidak sabar untuk pulang!” Ia ingin menghentikan pembicaraan mereka. *** Juri-juri penguji s*****a bersiap-siap keluar dari arena pertarungan. Mereka mengambil berkas-berkas mereka dan bersiap-siap untuk pergi. Tapi, Poine tampak khawatir. Ia ingin mengadakan rapat sekarang dengan juri penguji s*****a yang lain. Matton menolaknya, tapi Poine tetap ingin melakukannya.  Disana ada Porus, Praxidike, Proioxis, dan Soter. Mereka melihat Matton dan Poine berdebat di depan mereka. “Aku ingin rapat sekarang sebagai juri pengawas disini!” Kata Poine di depan Matton.  “Kenapa kau tiba-tiba menyuruh semua orang rapat? Apa yang mau kita bicarakan?” Tanya Matton. “Pertandingan berjalan dengan lancar, apa yang harus dirapatkan?” Tanya Soter kepada Poine. “Aku akan bicarakan di ruangan rapat. Disini banyak orang!” Kata Poine. Sesuai dengan permintaan Poine, Matton mau mengalah. Ia tidak bisa mengabaikan pendapat para juri. “Baiklah, aku akan dengarkan. Kita pergi ke ruang rapat sekarang.” Kata Matton. Kemudian ia memanggil Aporia. “Siapkan ruang rapat sekarang. Kami ada rapat dadakan!” Kata Matton.  Mereka pun pergi ke ruang rapat. Dengan cepat, Aporia melakukan tugasnya sebagai sekretaris Matton. Ruang rapat sudah siap, dan mereka mulai membicarakan duduk masalahnya.  “Apa yang perlu dirapatkan?” Tanya Matton. Yang lain mendengar saja. “Aku rasa kita memiliki keputusan yang salah untuk s*****a bubble. s*****a itu tidak termasuk kriteria s*****a yang pantas untuk di pertandingan. s*****a itu lebih masuk kepada sebuah tameng, dibanding s*****a yang sifat dasarnya itu menyerang.” Kata Poine.  “Apa maksudmu?” Tanya Soter. “Aku rasa, tidak ada yang salah dengan s*****a Bubble.” Kata Proioxis menyatakan pendapatnya.  “s*****a itu tidak mengikuti standar s*****a! s*****a itu lebih mengedepankan defence!” Kata Poine lagi. Matton kemudian berbicara. “Jadi, maksudmu, kita harus mendiskualifikasi s*****a milik Kladeus? Apa kata penghuni surga yang lainnya tentang cara kerja juri penguji s*****a yang seenaknya mendiskualifikasi s*****a yang sudah dipilih panjang?” “Itu sangat berbahaya!” Kata Soter. Porus memikirkan hal lain. “Apakah ini karena kekalahan anakmu dalam pertandingan, sehingga kau melakukan hal ini?” Kata Porus. Poine terdiam. Ia gagok dalam menjawab. Tebakan Porus ada benarnya. Ia berupaya menjawab tapi malah menjadi marah. “Kenapa kau berkata semua ini karena anakku yang kalah? Memangnya, kalau s*****a itu didiskualifikasi, anakku secara otomatis menang!” Teriaknya kepada Porus. Proioxis mencoba menenangkan Poine. Ia berkata agar Poine bisa mengatur emosinya dan mencoba untuk bersikap tenang. “Memang ada benarnya yang dikatakan oleh Poine. s*****a Bubble lebih ke defence. Belum lagi, pemilihan pengujinya adalah Keuthonimos. Ia memiliki keunggulan dalam bidang stun. Senjatanya juga stun. Itu adalah defence double! Tentu sangat sulit untuk mengalahkannya!” Kata Proioxis mencoba membela Poine. “Aku tidak melihat adanya kecurangan disini. Semua yang berlangsung sudah mulus. Mengapa kalian mempermasalahkannya? Keuthonimos juga melakukan p*********n. Bahkan penyerangannya efektif.” Kata Porus. “Aku rasa sudah jelas rapat ini. Kita tidak akan mendiskualifikasi s*****a bubble karena alasan yang tidak masuk akal ini. Kita akan tetap lanjutkan pertandingan. Sangat beresiko sekali jika rakyat sudah melihat kekuatan s*****a itu lalu kita mendiskualifikasinya. Bisa-bisa ini membuat kekacauan di surga. Memang, dari semua yang dicapai, s*****a itu benar-benar kuat, tidak masalah siapapun yang menggunakannya.” Kata Matton mengambil keputusan lalu menutup rapat. Ia pun pergi keluar dari ruangan itu. Saat ia pergi keluar, Poine tetap berkukuh dengan keputusannya. “Kau tidak pernah mendengarkan, itulah salahmu sebagai ketua juri. Aku tidak akan setuju jika kau terus berada menjadi ketua juri!” Teriaknya seraya Matton berjalan keluar.  Saat Matton sudah pergi, tinggal mereka berlima disana.  “Apa yang kau katakan? Alasanmu sama sekali tidak berdasar!” Kata Praxidike. “Aku hanya menyampaikan pendapatku sebagai juri!” Kata Poine lalu berdiri, dan meninggalkan mereka. Poine tampak kesal. Ia pergi menuju surga bagian ke delapan melihat anaknya yang sedang dirawat disana. Ia mengunjungi rumah Epione yang merawat penguji s*****a yang kalah. Terlihat Askalafos, Kerberos, Kharon, dan Hekate yang terbaring lemah dengan tubuh yang lebam. Epione merawat mereka dengan baik. Ia memasukkan sebuah selang ke dalam mulut mereka agar pernapasan mereka lancar. Ada juga darah buatan yang disuntikkan ke dalam tubuh mereka agar luka mereka cepat sembuh. Poine masuk ke ruang perawatan. Melihat kedatangan Poine, Epione menyambutnya. Ia langsung menceritakan tentang keadaan anaknya. Epione bisa melihat bahwa Poine khawatir kepada anaknya.  “Penghuni surga tidak akan mati. Ia akan baik-baik saja!” Kata Epione. “Aku tidak mengkhawatirkan itu! Aku hanya tidak ingin anakku, Askalafos kalah di pertandingan tadi. Ia kalah telak dari Keuthonimos.  “Mereka bisa mendengarmu! Lebih baik biarkan mereka istirahat!” Kata Epione kepada Poine. Tapi, Poine tidak mau. Ia memberontak. Ia malah marah-marah dan berteriak keras di dalam ruangan itu.  “Kenapa tidak pernah satu kali pun aku bisa bangga padamu? Kenapa kau hanya bisa membuat ku malu? Apakah kau latihan dengan pembuat s*****a magnet itu? s*****a magnet itu adalah s*****a ketiga terbaik yang dipilih oleh juri sebagai s*****a terkuat. Kenapa kau tidak bisa memenangkan pertandingan itu? Haaa???”  Epione mencoba mengeluarkan Poine dari sana. Sangat sulit mengendalikan Poine yang sekarang. Ia tampak sangat kesal dan sedikit depresi. “Anakmu sudah melakukan yang terbaik. Mari kita bicara keluar!” Kata Epione. Poine pun menangis. Epione memeluknya dan menyeretnya keluar. Ia menutup pintu ruangan itu agar suara mereka tidak masuk ke dalam. “Suaramu bisa didengar oleh mereka. Mereka pasti semakin sedih karena mendengarmu berteriak kepada mereka. Terutama, Askalafos. Ia sudah berusaha di pertandingan itu.” Kata Epione. Sambil menangis, ia berkata, “Aku merasa sangat kesal karena kekalahan ini. Ia seharusnya menang dan menaikkan namaku sebagai juri penguji. s*****a yang digunakannya adalah salah satu yang terbaik dan terkuat. Mengapa itu saja tidak bisa dipakainya dengan baik?”  “Aku akan berikan kau obat penenang. Obat itu bisa membantumu lebih baik.” Kata Epione. Poine meminum obat yang diberikan padanya. Obat itu membuatnya lebih tenang dan sedikit ngantuk. Ia tidur di sebuah ruangan di rumah Epione hingga beberapa waktu kemudian sadar dan menjadi lebih tenang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN