Bagian 88 - Pertandingan Hekate dan Amfiaraus

1042 Kata
Aporia berbicara sebagai pembawa acara di tempat final itu. Ia berhenti sejenak menelan ludah dan beberapa kali mengucapkan agar diam. Tapi, tak satupun dari penonton yang diam. Mereka bersorak tak henti-henti mengucapkan nama penguji s*****a yang mereka favorit kan. Ia berdehem dan mencoba melupakan apa yang terjadi. “Baiklah, kita sudah sampai kepada pertarungan penguji s*****a selanjutnya. Kalian pasti tidak sabar!” Kata Aporia, lalu menutup telinganya, karena sorakan penonton sangat kuat. “Yang terpilih untuk tampil selanjutnya adalah Amfiaraus dan Hekate. Amfiaraus akan menggunakan s*****a Akheron yang bernama Dragon Gloves. Sedangkan Hekate akan menggunakan Jr. Nuclear Weapons, dengan penciptanya adalah Akhelous. Kami persilahkan!” Kata Aporia yang sudah melihat Amfiaraus dan Hekate berada di depannya dan sudah siap bertarung. Amfiaraus memiliki kekuatan dalam bidang kelincahan. Sedangkan Hekate memiliki kekuatan kecepatan. Mereka berdua tampaknya akan seimbang, karena kelincahan dan kecepatan tampak dua hal yang hampir sama. Kelincahan dalam bidang cepat dalam bertindak dan tahu tujuan dari yang akan dituju. Sedangkan kecepatan adalah gerak lurus dan cepat dalam melakukan sesuatu tanpa memikirkan perencanaan. Senjata Dragon Gloves memiliki sifat dasar yaitu, s*****a yang bisa mengendalikan lima elemen yaitu; air, tanah, api, listrik dan udara. Elemen-elemen itu keluar dari sarung tangan yang dipakainya. Sedangkan untuk s*****a Jr. Nuclear Weapons memiliki peluru kecil yang berisi nuklir. Kekuatan ledakannya sangat dahsyat. Amfiaraus memakai sarung tangannya. Ia memulai dengan udara. “Udara!” Ucapnya dan sarung tangan itu mulai aktif. Sarung tangan itu berlampu dan mengeluarkan udara yang keras dari dalam sarung tangan. Udara yang keluar bisa disesuaikan. Ia bisa membuat udara tersebut berhembus sangat kencang sehingga bisa dijadikan pisau yang sangat tajam, atau membuat angin yang keluar berhembus keras hingga menerbangkan lawan. Amfiaraus memulai dengan hembusan keras dan panjang menuju Hekate. Dengan cepat berlari kencang menghindari serangan tersebut. Dari sisi kiri Amfiaraus, ia menembakkan peluru nuklirnya. Peluru tersebut mengenai bawah kaki Amfiaraus. Ia langsung melompat dengan bantuan angin dari sarung tangannya. Ledakan terjadi. Sangat dahsyat. Kepalan asap terlihat membumbung ke atas. Semua yang ada di arena terkena debu yang kuat, termasuk para juri yang sudah seperti terkubur di dalam pasir. Semua takjub dengan s*****a itu. Kepulan asap mengelilingi arena dan terdapat lubang besar di arena karena s*****a tersebut. Untungnya Amfiaraus bisa mengelak. Ia pergi ke sudut arena dan mengaktifkan kekuatan sarung tangannya. Ia menggunakan angin yang kencang keluar dari sarung tangannya sehingga membentuk tameng saat ledakan terjadi. Dengan begitu ia bisa terlindungi. “Apa yang dilakukannya? s*****a itu terlalu kuat untuk ku!” Kata Amfiaraus. Ia mencoba memikirkan cara untuk melawan Hekate. Ia tahu bahwa kelincahannya bisa mengalahkan kecepatan lawannya itu. Ia hanya perlu sebuah rencana. “Dimanakah kau?” Tanya Hekate. Suaranya terdengar dari kepulan asap dalam ledakan itu. Dampak dari serangan Hekate begitu terlihat pada arena. Lubang besar terdapat di bawah kakinya, dan dia berjalan melewati lubang itu, mendaki untuk sampai kepada Amfiaraus. “Aku harus membuatnya tidak bisa menembakkan peluru.” Kata Amfiaraus. Amfiaraus mulai menyerang lagi. Kali ini ia berkata, “Api!” Ucapnya, dan semburan api keluar. Ia menembakkan lidah-lidah api dari tangannya dengan sangat cepat. Ia menyerang Hekate dari segala arah membentuk lingkaran. Amfiaraus tahu sekarang, bahwa senjatanya memiliki kelemahan. Hekate tidak bisa menangkis serangan lawannya. Ia hanya bisa menembak dengan s*****a nuklirnya. Hekate tak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa menggunakan senjatanya selama Amfiaraus menyerang. Ia berlari dengan kecepatan tinggi menghindari serangan dari Amfiaraus. Tak lama kemudian, Amfiaraus kelelahan. Ada nol koma sepersekian detik lebih lambat dari serangan awalnya. Hekate mulai menyadari itu. Hekate mulai mendapatkan peluang. Ia bergerak lebih cepat hingga berada lebih dekat dengan Amfiaraus. Amfiaraus berusaha menjauh dan mengganti serangan senjatanya. “Listrik!” Ucapnya dan menembakkan nya ke tanah. Serangan listrik milik Amfiaraus mengikuti Hekate dari dalam tanah. Serangan listrik tersebut membuat Hekate tidak bisa lari kemana-mana dan dia terjebak dari kepungan listrik yang datang. Sengatan listrik pun mengenai Hekate dan bajunya koyak. Saat Hekate mencoba untuk bangun, Amfiaraus mengisi lubang bekas dari serangan Hekate dengan air. Tak tahu apa maksudnya itu. Dengan cepat Amfiaraus mengisinya, tapi masih dalam keadaan setengah terisi, Hekate bangun. “Apa yang kau lakukan?” Tanya Hekate. Ia harus menghentikan Amfiaraus. Ia mengangkat senjatanya lalu menembakkan peluru nuklirnya lagi. Amfiaraus dengan percaya diri tetap diam dan mengisi air di dalam lubang tersebut. Nuklir itu pun meledak dan mengenai lubang yang berisi air. Cipratan air mulai meluncur ke atas, dengan sangat tinggi. Amfiaraus menggunakan tanah untuk melindunginya dari serangan nuklir. Ia menumpuk tanah yang tinggi dan tebal agar terhalang oleh ledakan yang dihasilkan. Lalu Amfiaraus melompat dan menyerang dari atas. Ia mengeluarkan listriknya terlebih dahulu dengan tembakan sembarang. Lalu ia menggunakan kekuatan angin untuk menyorong air-air itu menuju Hekate. Air yang bercampur listrik tersebut seperti bola-bola peluru yang membuat Hekate tidak bisa berkutik. Ia lagi-lagi terkena serangan Amfiaraus dengan telak. Serangan nuklirnya sama sekali tidak mengenai Amfiaraus. Hekate tidak mau kalah lagi. Ia bangun dengan kemarahan penuh. Ia menembak Amfiaraus bertubi-tubi hingga ia yang berlari harus naik turun-naik turun karena kondisi ledakan nuklir tersebut. Ruangan arena sepertinya akan dipenuhi oleh pasir yang banyak karena serangan Hekate. Amfiaraus menggunakan kekuatan tanahnya, membentuknya menjadi pedang kecil dan menembakkan nya ke dalam lubang laras milik Hekate. Saat nuklir akan keluar, tembakan tanahnya tepat masuk ke s*****a Hekate hingga peluru yang ditembakkan terkunci di dalam. Padahal peluru tersebut sudah siap untuk meledak. Hekate sibuk sendiri. Ia tahu ini berbahaya. Ia membalikkan wajahnya dengan tembak yang masih mengarah kepada Amfiaraus. Ia hanya berharap adanya keajaiban. Peluru nuklir pun meledak dan menghantam dirinya. Ia tercampak ke belakang karena nuklir tersebut meledak di dekat mulut s*****a. Hekate pikir senjatanya akan rusak. Saat ia melihat s*****a tersebut, tak ada luka yang dihasilkan. “s*****a yang menarik!” Kata Hekate. Ia tidak menyerah begitu saja. Ia menembakkan lagi-lagi s*****a nuklirnya. Ia mengejar Amfiaraus dengan kencang sambil menembaknya. Satu tembakan berhasil dilawan Amfiaraus. Ia menembakkan api pada s*****a Hekate sebelum peluru menabrak tanah ataupun benda keras lainnya. Api yang ditembakkan Amfiaraus sangat panah sampai-sampai peluru Hekate langsung melebur sebelum mengenai Amfiaraus. Amfiaraus kembali mengetahui kelemahan s*****a tersebut. Peluru yang kuat sekalipun pasti memiliki kelemahan. Itulah yang terjadi pada peluru Hekate. Mereka hanya mempertimbangkan kekuatan dari serangan, tetapi kualitas bahan sama sekali tidak bagus. Amfiaraus tampak senang, karena ia melawan s*****a yang belum siap dalam hal pertandingan. Amfiaraus sudah mulai merasakan aroma-aroma kemenangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN