Bagian 126 - Kayu Keramat Milik Agon

1135 Kata
Silenus mencari Hamadryad temannya. Ia tidak melihatnya lagi di tempat Erebus memabangun rumah. Silenus bertanya kepada orang-orang disana, tapi tak ada yang melihat Hamadryad. Ia pergi ke tempat Erebus dan Tartarus berada. Ia melihat mereka sedang beristirahat setelah menaikkan tiang penyangga rumah. “Aku tidak melihat Hamadryad! Sudah saatnya kami pergi!” Kata Silenus. “Aku tidak tahu dimana dia! Terakhir kali, kami melihatnya sedang bertengkar dengan Hebe lalu Gyges membawanya.” Kata Erebus. “Apakah dia tidak kembali ke rumahnya?” Tanya Tartarus. Silenus tidak tahu jawaban dari pertanyaan Tartarus. Ia terlihat bingung karena Hamadryad tidak pernah seperti ini. Ia selalu memberitahu Silenus kemana ia akan pergi. “Kau bisa tanyakan kepada ketua wilayah keempat. Dia pasti tahu dimana Hamadryad. Dia yang terakhir kali berbicara dengannya.” Kata Erebus. Bia datang mendekati mereka. Silenus belum pergi. Ia masih mendengar percakapan Bia dengan Erebus. “Apakah kalian melihat Hebe?” Tanya Bia.  “Aku tidak melihatnya. Mereka dibawa oleh Gyges tadi!” Kata Erebus. “Ya, aku melihat itu. Apa mereka belum juga kembali?” Kata Bia. “Hebe juga belum kembali?” Tanya Silenus melihat wajah Bia. Bia mengangguk. “Ya, aku tidak melihatnya semenjak pertengkaran itu!” Jawab Bia. “Mengapa mereka bertengkar?” Tanya Silenus. “Aku tidak tahu!” Ucap Bia menggeleng. Erebus dan Tartarus hanya mengamati mereka saja dan tidak ikut campur lagi. Mereka sedang sibuk dengan pekerjaan membangun rumah untuk pesta pernikahannya. Silenus pergi dari sana. Ia belum menyerah. Ia masih mencari Hamadryad di wilayah itu. Ia menelusuri seluruh bagian surga ke empat dan bertanya dengan orang-orang yang ditemuinya di jalan. Tapi, tak seorangpun yang tahu keberadaannya. Akhirnya, Silenus memutuskan untuk menemui Gyges. Ia pergi ke rumahnya yang berada di tengah-tengah wilayah surga ke empat. Ia tinggal di kota yang cukup sibuk di wilayah surga ke empat. Silenus mengetuk pintu kayu, tempat Gyges tinggal. Ia mengetuknya terus menerus tetapi tidak ada yang membuka. Ia mengintip dari jendela, untuk melihat apakah ada orang disana. Tapi ternyata, tidak ada. Ia menunggu di depan rumah Gyges cukup lama.  Dari kejauhan, ia melihat Gyges datang setelah ia menunggu sangat lama. Ia berdiri seperti sedang menyambut seorang raja.  “Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Gyges dengan dua penghuni surga dibelakangnya. Ia adalah asisten dari Gyges.  “Aku ingin menanyakan tentang Hamadryad. Apakah kau melihatnya?” Tanya Silenus.  Gyges mengambil cermin di kantongnya dan memperlihatkannya kepada Silenus. “Lihatlah, dia memutuskan untuk menghentikan kehidupannya di surga. Ia telah masuk ke dalam sumur kebinasaan. Kau tidak perlu lagi menunggunya.” Kata Gyges. Silenus terdiam. Ia sangat syok melihat apa yang ada di dalam cermin tersebut. Cermin yang diberikan Gyges adalah cermin bukti tentang apa yang dikatakannya. Di dalam cermin itu terlihat Hamadryad mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum masuk ke dalam sumur kebinasaan. Silenus tidak mempermasalahkan apa yang terjadi kepada Gyges. Mulutnya menganga sangat lebar karena mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Hamadryad. “Mengapa Hamadryad mau masuk ke dalam sumur? Ia tidak memberitahukan kepada kami! Aku rasa itu salah!” Kata Silenus. “Jika tidak diberitahu, itu berarti dia tidak ingin dihentikan! Kau sudah bisa membaca pesan tersirat dari apa yang terjadi ini!” Kata Gyges memaksudkan cermin yang ditunjukkannya. Ia kembali menyimpan cermin tersebut.  Silenus sudah mengetahui apa yang terjadi dengan Hamadryad. Ia kemudian kembali ke rumahnya ke ladang Agon. Ia kembali dengan kesedihan penuh. Saat sampai di rumah Agon, ia menangis tersedu-sedu. “Mengapa kau menangis? Dimana Hamadryad?” Tanya Agon. “Ada berita buruk yang kubawa untuk tuan. Hamadryad telah merelakan dirinya untuk masuk ke dalam sumur kebinasaan. Ia ingin bebas dari dunia ini!” Kata Silenus. “Apa yang kau katakan? Mengapa bisa terjadi hal buruk seperti itu? Itu tidak mungkin terjadi! Ia tampak baik-baik saja kemarin!” Kata Agon. “Hamba tidak tahu tuan. Tak ada yang tahu tentang itu. Dia sama sekali tidak memberitahu apapun padaku!”  “Ohh, Hamadryad! Mengapa kau melakukan hal yang buruk seperti ini? Apakah dia menderita karena ucapanku yang kasar padanya? Jika ia ada sekarang, aku akan meminta maaf padanya!” Erang Agon. Silenus hanya menangis. Ucapan dari tuannya membuatnya semakin sedih. “Aku tidak pernah berkata kasar padanya. Mengapa ia merasa menderita hidup disini?” Kata Silenus dengan upaya untuk berbicara di tengah-tengah tangisannya.  “Kita harus memberikan setidaknya ucapan perpisahan kepadanya. Kumpulkan persembahan yang akan kita berikan kepadanya. Kau tahu bukan apa itu?” Tanya Agon. “Tentu! Aku akan pergi untuk menyiapkannya.” Kata Silenus. Silenus pun menyiapkan buah-buahan dan juga benda keramat yang dimiliki oleh Agon sebagai persembahan kepada Hamadryad. Ia mengambil kayu keramat miliknya yang sudah disimpannya miliaran generasi. Kayu keramat itu akan dihaluskan lalu ditaburkan di buah-buahan yang telah disediakan oleh Silenus. Ia membawanya ke hadapan Agon. “Apakah sudah ditaburkan?” Tanya Agon kepada Silenus. “Ya! Aku sudah menaburkannya.”  “Sekarang kita bisa mengatakan apa yang kita inginkan, dan benda ini akan menyampaikan pesan kita.” Kata Agon. Agon meletakkan tangannya di atas buah tersebut, lalu benda keramat itu bekerja. Ia kemudian mengatakan pesannya yang bisa direkam oleh buah tersebut. “Ini adalah buah yang kami kirimkan untukmu. Kami tidak tahu bahwa kau sangat terbebani hingga ingin mengakhiri kehidupanmu dengan masuk ke dalam sumur kebinasaan. Tapi, percayalah, kami menyayangimu. Kami tidak membencimu sama sekali. Sepertinya kita tidak akan bertemu lagi. Untuk itu, aku memohon kepadamu untuk memaafkan semua perbuatan ku yang salah!” Kata Agon. Kemudian Silenus meminta bagiannya. Ia juga ingin mengirimkan pesan untuk Hamadryad. Ia berkata, “Temanku, aku menganggapmu sebagai saudaraku, meski kita bukan satu keturunan. Aku selalu mematuhi mu, tapi mengapa kau melakukan ini padaku. Jika waktu itu kau berbicara kepadaku tentang perasaanmu, pasti kau tidak akan mau masuk ke sumur kebinasaan ini. Aku tidak menyangka kau seegois itu hingga berani meninggalkanku. Aku harap kau akan selalu baik-baik saja.”  Kemudian buah tersebut bersinar. Ucapan mereka yang seperti asap tebal mengudara di atas buah-buahan tersebut. Saat mereka selesai bicara, asap-asap itu berkumpul dan masuk ke dalam buah-buahan yang mereka sediakan.  “Kita pergi!” Ucap Agon kepada Silenus. Mereka berjalan ke arah surga bagian pertama. Mereka membawa buah itu yang dibiarkan terbuka lebar. Silenus membawa buah tersebut dengan talam dan membawanya ke depan dengan tumpuan pada kedua tangannya.  Mereka pun sampai di sana. Agon menyuruh Silenus untuk melemparkan buah-buahan itu satu persatu, tapi tidak dengan talam-nya. Ia melemparkan buah itu ke dalam sumur kebinasaan. Suara yang tidak bisa dijelaskan keluar saat buah itu menyentuh bagian dasar dari sumur tersebut. Agon mengaktifkan kayu keramatnya dengan mantra, setelah buah-buah itu masuk ke dalam sumur. “Ia sudah menerimanya!” Ucap Agon yang bisa merasakannya. “Kita harap dia bahagia disana!” Kata Silenus. “Sayangnya itu tidak mungkin. Kebahagiaan hanya ada di surga. Sumur kebinasaan bukanlah tempat untuk berbahagia.” Kata Agon dan berbalik. Ia berjalan meninggalkan Silenus yang sepertinya tidak ingin pulang.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN