Bagian 115 - Gua Eidothea (Menentukan Tanggal Pernikahan)

1170 Kata
Mereka bertiga berjalan dengan diiringi keluhan dari Hemera. Ia tidak menyangka panjang gua itu lebih panjang dari perjalanan ia menyusuri surga wilayah tiga ke surga wilayah satu. Belum ikut dikira perjalanan dari hutan menuju gua yang jauh nya minta ampun. Mereka melihat dinding batu di depan mereka. Itu adalah ujung dari gua tersebut. Persefon kaget. Ia menepuk-nepuk dinding batu itu untuk mencari celah membukanya. Semenjak peristiwa ‘mahkota duri’, ia tidak pernah lagi kesana. Ia ingat bahwa akhir dari gua adalah tempat Eidothea berada. Ia duduk bersila di atas batu dan menutup matanya. Tapi, ia tidak melihat apa-apa disana. Ia lalu mendudukkan diri dan menyentuh kepalanya. “Kenapa disini kosong?” Tanya Erebus. “Apa dia sudah pindah?” Kata Hemera. Mereka tidak menemukan apa-apa disana. “Aku ingat sekali, bahwa ini adalah tempat tinggal Eidothea. Tapi, mengapa ia tidak ada disini?” Kata Persefon bingung. “Apa di gunung ini ada gua lain?” Tanya Hemera. “Hanya ada ini!” “Mungkin dia diluar hutan?” Tanya Hemera. “Tidak mungkin! Aku selalu berada di hutan, dan dia tidak pernah ada disana! Aku selalu mengecek setiap sudut hutan. Aku tidak pernah melihatnya berkeliaran di hutan.” Kata Persefon dengan yakin sekali. “Mengapa dia tidak ada? Apa dia mencari makan?” Tanya Erebus.  “Tidak mungkin! Dia dilayani oleh tumbuh-tumbuhan disini. Tumbuh-tumbuhan disini adalah makanannya. Ia bisa menyerap unsur-unsur hara tanah sebagai makanannya. Ia tidak akan mati!” Ucap Persefon. “Sebaiknya kita keluar!” Kata Hemera.  Hemera berjalan keluar, kemudian kakinya tersandung. Erebus langsung memanggil nama Hemera dengan kuat. Ia membantunya untuk berdiri.  “Kau tidak apa-apa?” Tanya Erebus. “Apa yang membuatmu tersandung?” Tanya Persefon yang memegang tangannya. Ia melihat ada batu besar yang gelap. Hemera pasti tidak melihat batu tersebut dan akhirnya tersandung. “Aku rasa dia memang tidak ada! Kita akan cari di bagian hutan lain!” Ucap Persefon. Lalu ia menawarkan bantuan agar ia yang membantu Hemera berjalan. Erebus tak perlu memegang Hemera.  Mereka pun berjalan kembali. Tapi, tiba-tiba mereka berhenti karena ada suara yang menyuruh mereka berhenti. ‘Berhenti!’ Mereka melihat ke belakang, dan tembok dinding itu terbelah. Eidothea muncul dari balik tembok yang terbelah tersebut. Persefon baru tahu bahwa ada pintu sekarang disana. Padahal tadi dia sudah mengecheck dinding tersebut dan tidak ada apa-apa disana. “Kau adalah Hemera?” Tanya Eidothea. Hemera melihat Persefon. Ia berbisik pelan. “Apakah dia Eidothea?”  “Ya, dia Eidothea. Sapalah!” Kata Persefon pelan juga.  Erebus melihat Eidothea. Ia memberikan salam dengan menundukkan kepalanya. “Saya Erebus!” Katanya yang langsung memperkenalkan. “Saya Hemera, Eidothea si peramal!” “Aku tidak menyangka sepasang kekasih paling dipuja-puja akan datang ke gua ku yang jelek ini!” Kata Eidothea. “Ini gua yang indah, Eidothea si peramal!” Kata Hemera. Persefon ingin tertawa karena sebutan dari Hemera yang menyebut Eidothea sebagai Eidothea si peramal. Kemudian Eidothea berkata kepada Hemera. “Panggil aku Eidothea saja. Tidak perlu pakai si peramal!” “Oh ya, benarkah! Baiklah Eidothea saja!” Kata Hemera polos. Lalu ia menatap Eidothea dan kembali mengulang ucapannya. “Maksud saya, Eidothea!” Lalu Hemera menundukkan kepalanya memberi salam. “Baiklah, silahkan duduk!” Kata Eidothea. Erebus dan Hemera bingung tentang dimana mereka harus duduk. Persefon menyuruh mereka duduk di lantai dengan isyarat. Mereka pun duduk dan Eidothea duduk menyilangkan kaki di depan mereka. “Beritahu aku apa yang kalian lakukan disini? Mengapa kalian mencariku?” Tanya Eidothea. “Kami ingin menikah. Tapi, kami ingin agar engkau yang menentukan tanggal terbaik untuk kami!” Kata Hemera.  “Kami tahu bahwa kau adalah penghuni yang tempat memberikan tanggal terbaik untuk kami!” Kata Erebus. “Kalian tahu bahwa saat aku memberikan tanggal, itu harus terjadi?” Tanya Eidothea. “Tentu, kami tahu!” Jawab Hemera. “Kalian tahu bahwa tanggal yang kuberikan nanti adalah tanggal terbaik?” Tanya Eidothea lagi. “Ya, kami tahu.” “Kalian tahu bahwa jika aku yang menentukan tanggal seseorang menikah harus terikat selamanya dan tidak boleh berpisah?” Tanya Eidothea lagi. “Ya, kami tahu itu semua. Kami tidak akan berpisah!” Kata Erebus. Eidothea tertawa. “Aku suka ucapanmu!” Kata Eidothea. Tiba-tiba mata Eidothea berubah. Matanya memutih dan bercahaya tanpa pupil. Lalu ia berbicara kepada mereka dengan tangan yang menari-nari. “Sifat kutukan akan muncul, menghancurkan pasangan sejoli. Satu orang akan menyesali dan satu orang akan menghakimi.” Erebus dan Hemera saling menatap. Persefon mengatakan kepada mereka bahwa ia sedang melakukan ramalan. Setelah Eidothea mengatakan itu, ia kembali normal. Ia tersenyum dan seperti tidak tahu apa-apa. “Apa yang tadi aku katakan?” Ucap Eidothea lalu mengusap wajahnya dan tersenyum lebar. “Aku sepertinya dalam keadaan kurang baik. Abaikan saja apa yang terjadi tadi. Itu memang sering terjadi padaku!” Ucap Eidothea yang menyiratkan permintaan maaf.  Ia menatap mereka lagi. Lalu ia berdiri menyuruh mereka untuk mengikutinya masuk ke dalam, ke ruangan lain melewati dinding pintu batu yang terbuka tadi. Persefon ingin ikut masuk, tapi Eidothea melarangnya. “Hanya mereka bertiga, Persefon!” Ucap Eidothea kesal. Lalu dinding pintu gua tertutup lagi.  Di dalam situ tersebut sebuah air mancur kecil dengan tempat duduk yang terbuat dari batu berbentuk petak. Ia menyuruh Erebus untuk duduk disana, membiarkan air itu membasahi seluruh tubuhnya. Ia pun masuk ke dalam, melewati aliran kecil air dan duduk di bawah pancuran. Seluruh air membasahi tubuhnya. Tapi, air yang terkena tubuhnya berubah menjadi ungu. Ketika air tersebut terlepas dari tubuhnya, ia kembali normal dengan warna air biasa. Eidothea menatap Hemera. Ia menyuruhnya untuk memegang tangannya. Mereka saling berhadapan dan menatap mata satu sama lain. Eidothea memberikan peringatan agar Hemera tidak memalingkan sedikitpun matanya dari mata Eidothea. Mereka melakukannya hingga mata ​​Eidothea menjadi bercahaya.  Eidothea mengerang kesakitan. Hemera bisa melihat itu dengan jelas. Ia ingat pesan Eidothea bahwa ia tidak bisa memalingkan matanya dari mata Eidothea. Ia tetap menatap mata bercahaya tersebut sampai Eidothea sadar kembali.  “Kau tidak apa-apa?” Tanya Hemera. “Tentu.. aku tidak apa-apa.” Kata Eidothea lalu melepas tangannya. Kemudian ia menyuruh Erebus keluar dari air tersebut dan duduk di tanah dengan menyandarkannya pada dinding batu yang ditunjuknya. Ia menyuruh Hemera duduk disebelah ​​Erebus. Ia duduk bersila di depan mereka lagi dan menatap mereka. Ia menyodorkan tangannya kepada mereka. Tangan kiri Eidothea menggenggam tangan kanan Erebus dan tangan kanan Eidothea menggenggam tangan kiri Hemera. Eidothea menyuruh mereka bertapa beberapa waktu disana hingga mereka sadar dengan sendirinya. “Kosongkan pikiran kalian!” Ucap Eidothea yang sudah menyuruh mereka untuk menutup mata.  Mereka pun bertapa di sana untuk waktu yang cukup lama. Dengan sendirinya mereka bertiga membuka mata. Hemera dan Erebus menatap Eidothea dengan tajam, seperti tidak diri mereka. Eidothea kemudian membacakan mantra dan melepaskan genggaman tangan mereka. Ia memberikan mereka gelang dan mengikatkan itu di tangan mereka.  “Sebelum kalian sah sebagai suami istri, kalian tidak boleh melepaskan gelang ini!” Ucap Eidothea. Mereka mengangguk. “Tanggal pernikahan kalian adalah hari kelima puluh dua dari sekarang di generasi ke - 72675893987784776529200827654…” Ucap Eidothea.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN