Prahara 4

1913 Kata
Ketika hendak pulang, Felina terjebak hujan di depan gedung kantornya ia tak bisa kemana-mana maupun ke halte tempat pemberhentian bis, apalagi bis terakhir sudah akan hampir lewat, Felina kebingungan dan tak tau harus berbuat apa, ke halte saja tidak mungkin karena hujan begitu deras, naik taksi pun uang sakunya sudah menipis. Sungguh malang nasibnya, sejak tadi Soli dan Lena sudah mengingatkan agar pulang lebih awal, karena sebentar lagi akan hujan. Terpaksa ia harus menunggu sampai hujan reda, jika memang bis terakhir sudah lewat ia terpaksa naik angkot walaupun harus berkali-kali berhenti. Felina merasa hari ini sungguh berat, mendengar dari Renata saja tentang permintaan Arnold memecatnya, membuat Felina tidak konsen bekerja. Bagaimana jika Arnold benar memecatnya? Tak akan ada kesempatan untuk meminta maafnya. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapannya dan pengemudinya turun mempersilahkannya naik. Feline menautkan alis karena heran, mobil ini sangat mewah dan tidak mungkin naik begitu saja meski dipersilahkan. "Neng, silahkan naik saya akan mengantarkan Neng pulang," kata supir mobil itu. "Tidak perlu, Pak," kata Felina agak takut. Ini sudah malam, tentu saja Felina takut dan mungkin saja pria ini berniat jahat padanya. "Tidak usah takut sama saya, Neng, saya supir pribadi Pak Arnold, tadinya saya mau jemput Pak Arnold tapi beliau masih ada kerjaan, jadi saya akan pulang duluan, bareng saja, daripada Neng menunggu hujan yang belum tentu reda secepatnya," kata supir pribadi Pak Arnold. “Tidak perlu, Pak, beneran, pak Arnold nanti tau anda bisa di marahin loh," kata Felina takut. "Tidak mungkin, Neng, Pak Arnold sendiri-----" Belum juga supir pribadinya mengatakan apa yang ingin dia katakan dia sudah teringat pesan atasannya agar tak mengatakan kepada Felina jika yang menyuruhnya adalah dia sendiri. "Pak Arnold sendiri gimana, Pak?" tanya Felina, menautkan alisnya. "Pokoknya Nenag naik saja ke mobil, kebetulan anak dan istri saya menunggu di rumah, saya harus pulang, jika Nenag tidak ingin naik tidak apa-apa, lagian hujan ini akan sangat lama dan bis atau pun angkot sudah sangat jarang, dan jam begini pula, biasanya rawan p********n," kata supir pribadi Arnold. Sejenak Felina berpikir ada benarnya juga Pak Ridho mengatakan hal itu. Malam sudah menunjukkan pukul sembilan, Felina takut bisa terjadi apa-apa pada dirinya. "Baiklah, Pak, saya akan menerima tawaran Bapak tapi sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada anda, karena sudah mau merepotkan diri mengantar saya," kata Felina lalu naik ke mobil mewah milik Arnold mantan suaminya. Ketika melihat Felina sudah pergi diantarkan oleh supirnya, Arnold lalu keluar dari tempat persembunyiannya karena sejak tadi ia melihat Felina dan juga supirnya sedang berbicara ternyata Arnold masih begitu perduli kepada mantan istrinya itu sampai ia rela kehujanan dan menunggu taksi daripada harus membuat Felina menunggu. Banyak alasan mengapa Arnold masih perduli pada mantan istrinya juga cinta pertamanya tersebut. Ketika ia pertama kali merasakan jatuh cinta itu rasanya sesuatu sekali. Pengalaman pertama tentang cinta memang sulit untuk di lupakan. Itulah kenapa cinta pertama mempunyai kenangan tersendiri yang membekas di dalam jiwa. Perasaan dan kenangan di mana Arnold dan Felina pertama kalinya mempunyai hati, sayang pada orang lain memang susah untuk di lupakan. Rasa senang dan sakitnya masih bisa keduanya ingat. Ketika Arnold mendapat pengalaman menyakitkan dalam cinta, ia setiap hari pasti berharap bisa dengan mudah untuk melupakannya. Tapi faktanya ia tidak bisa melakukannya terutama ketika harus melupakan sang mantan istri. "Andaikan saja sampai saat ini kita masih bersama, kamu dan aku mungkin akan sangat bahagia dan mungkin saja kita sudah memiliki beberapa anak seperti apa yang kita rencanakan dulu, tapi semua sudah musnah bagai di telan bumi, semua perasaan ini harus kukubur bersama namamu. Tidak mudah memang melupakanmu. Seseorang yang pernah kukenal dengan perasaan terdalam. Orang yang dulu begitu baik, namun nyatanya melukai kemudian. Bagaimana mungkin aku tiba-tiba menghilangkanmu dari ingatan? Sama sekali bukan hal sederhana yang bisa ku lakukan,” Arnold membatin. "Apa Bapak sudah lama bekerja sama pak Arnold?" tanya Felina ketika sedang di dalam perjalanan. "Saya bekerja di keluarga pak Arnold sudah 10 tahun, Neng, tapi selama orang tuanya meninggal saya jadi supir pribadi Pak Arnold semenjak dia baru datang dari Eropa," jawab Pak Ridho supir pribadi Arnold. "Apa Bapak tau banyak tentang beliau?" tanya Felina lagi. "Saya teh tau kalau Neng ini mantan istrinya pak Arnold, ‘kan? Karena waktu itu saya dapat fotonya Neng di buku Pak Arnold sewaktu saya di suruh ke rumah mengambil dokumen penting, jadi kaga sengaja teh saya menjatuhkan foto Neng," jawab Pak Ridho. "Saya minta tolong sama bapak Pak Arnold jangan tau kalau Bapak tau tentang ini dan sudah menceritakannya kepada saya, saya tidak mau terjadi kesalahpahaman nantinya," pintah Felina. Ia hanya tidak ingin Arnold terbebani akan masalah ini. "Baiklah neng, jangan khawatir, saya teh juga takut dan kaga berani kalau pak Arnold tau semuanya," kata Pak Ridho. “Rumah saya di sini, Pak, sudah sampai,” kata Felina menunjuk rumah kontrakkannya. “Baiklah, Neng.” “Makasih, ya, Pak Ridho, sudah mengantarkan saya pulang sampai di depan pagar rumah,” ucap Felina. Sesampainya dia dirumah Felina melihat Resta tengah perawatan di ruang tamu, Felina menggeleng, sebagai pramugari Resta memang harus menjaga penampilannya dan wajahnya, karena pramugari harus cantik dan bersih, Felina paham apa yang di lakukan sahabatnya. “Kamu udah pulang? Apa yang kamu lihat?” tanya Resta, menggelengkan kepalanya. Tapi, segala hal yang sudah berakhirnya. Memang selayaknya ditinggal. Meski membawa luka yang membekas di hati akan membuat perasaan tersakiti berkali-kali. Hanya saja, barangkali patah di hati adalah bagian hidup yang memang wajar dijalani. Felina hanya ingin pindah. Meski merangkak sedikit demi sedikit. Meski melangkahkan kaki berakit-rakit. Ada baiknya Resta membantu usaha Felina melupakan Arnold, dengan tidak lagi bertemu sementara waktu. Berharap tak datang lagi mengisi hari-hari. Setidaknya sampai semua perasaannya benar-benar biasa saja kembali. Felina sudah memutuskan hal yang harus ia jaga dengan sungguh. Bukankah lebih baik ia menjaga jarak dulu, agar perasaan rasa bersalah tidak kembali dengan utuh. “Fel, kamu kenapa? Aku tanya kok, kamu diam saja?” tanya Resta, berhasil membuat Felina sadar dari lamunannya. “Kok aku sedih, ya, Res?” “Sedih kenapa? Karena Arnold lagi?” Resta duduk di samping sahabatnya dan menatap Felina penuh rasa kasihan, memang tidak akan mudah bertemu dengan masa lalu yang sejak dulu di usahakan Felina untuk keluar dari rasa bersalah itu. “Aku sudah bilang tentang hubunganku ke Bu Renata, dia mengerti dan ternyata Bu Renata mendapatkan perintah dari Arnold untuk mengeluarkanku dari perusahaan, Bu Renata sudah berusaha mencegah keputusan Arnold, meski berhasil, namun kontrak kerjaku yang tersisa dua bulan lagi gak bakal di perpanjang lagi.” Felina menyandarkan kepalanya di kepala sofa, menghela napas dan tidak bisa beranjak, rasanya terlalu berat sehingga membuat dirinya harus kembali ke masa bahagia yang selama ini sudah berusaha ia lupakan. “Jadi, itu yang membuatmu sedih? Karena harus menerima kenyataan ketika Arnold memecatmu dan melupakan hubungan kalian?” Resta menyelidiki sahabatnya. Felina mengangguk. “Siapa yang tidak akan sedih? Di luar sana masih banyak mantan suami istri yang bisa berteman, namun lihat aku, aku bermusuhan dan tidak tahu harus berbuat apa, melihatku saja Arnold enggan bagaimana jika nanti kamu berdekatan? Dia pasti menghindariku dan lebih baik menginjak sampah,” kata Felina, tanpa sadar ia menitikkan air mata. Resta menghela napas. “Kalau begitu bertahanlah sampai dua bulan, setelah kamu keluar dari perusahaan itu, kamu bisa melupakan Arnold.” Resta memberi saran. “Aku mau meski harus keluar sekarang, namun kontrak kerja itu tidak bisa dilanggar, aku yang akan menanggung akibatnya jika aku keluar sebelum kontrak kerja berakhir,” kata Felina. “Aku ‘kan sudah bilang bertahan saja sampai dua bulan, setelah itu lupakan semuanya, dan selama dua bulan itu, kamu harus mencari pekerjaan pengganti, karena kamu tahu sendiri ‘kan, pekerjaan di Jakarta sangat susah,” kata Resta. “Iya, Res, tapi bagaimana caraku menghadapi Arnold selama dua bulan tersisa?” Resta menghela napas, meski ia tidak lagi berada dalam hubungan suami istri atau mantan suami istri, dia juga bingung harus memberi saran seperti apa kepada sahabatnya yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. “Aku sih hanya bisa ngasih saran menurut internet.” “Saran apa?” Felina memasang kupingnya dekat-dekat agar bisa mendengar jelas. “Semenjak kamu cerita tentang pertemuanmu dengan Arnold, aku jadi browsing ke internet, aku ingin kamu menghindari apa pun yang bertentangan dengan Arnold,” kata Resta. “Lanjutkan saja, apa itu?” “Saat baru berpisah, maka perhatianmu mungkin akan teralihkan untuk sementara waktu, akan tetapi, kamu perlu segera menyadarkan dirimu dan memfokuskan kembali perhatianmu pada pekerjaan. Gak peduli bagaimana perasaanmu saat itu, kamu memiliki tanggung jawab yang harus di lakukan. Di pecat paska Arnold membencimu, akan membuat kehidupanmu semakin rumit. Oleh karena itu, dua bulan ini prioritaskan lah pekerjaanmu saja. Bila kamu tampaknya gak dapat berkonsentrasi dengan baik.” Resta menjelaskan, lalu meneguk air putih milik Felina yang ada di atas meja daritadi. “Aku sudah fokus kerja, namun mataku ini selalu saja menatapnya, terkadang rasa ingin tahuku besar, apa dia sudah makan? Apa dia beristirahat dengan baik? Apa dia sudah pernah menikah? Anaknya berapa dan lain-lain, aku benar-benar gak bisa fokus, Res.” Felina mendengkus. “Apa gak ada tips lain?” Resta mendengkus melihat sahabatnya. “Saat kamu secara tidak sengaja bertemu dengan Arnold, jangan mulai membicarakan masalah yang terjadi sehingga kalian berpisah. Hal ini hanya akan di akhiri dengan tangisan atau pertengkaran. Oleh karena itu, batasilah pembicaraanmu dengannya hanya mengenai masalah pekerjaan. Jika Arnold mulai membahas mengenai hubungan kalian, segera hentikan pembicaraan tersebut.” Resta kembali menjelaskan. Felina mendengkus, menurutnya tips yang di berikan Resta tidak ada yang bisa ia lakukan. “Aku gak pernah ngomong sama dia, aku ‘kan sudah bilang dia aja enggan melihatku, apalagi membicarakan hubungan kami yang dulu, kamu ada-ada saja.” “Ketika berada di lingkungan kerja, kamu pasti akan di hadapkan dengan berbagai masalah yang sebenarnya sepele namun terkadang membuat kinerja dan produktivitas menurun. Jika tidak segera diselesaikan dengan baik, bisa jadi masalah ‘remeh temeh’ tersebut akan berubah menjadi sebuah masalah berat yang bisa mengancam keberadaanmu di dalam perusahaan. Jadi, kenapa kalian gak akur saja? Kamu yang harusnya menghampirinya dan menanyakan kabarnya, itu ‘kan lebih baik.” Resta kembali menjelaskan. “Aku udah melakukannya, namun setiap kali ia melihatku mendekatinya dia langsung menghindar, gak mungkin ‘kan aku kekepin? Wong kami hanya mantan.” “Aku sih hanya bisa ngasih saran dari beberapa saran yang ku beritahu, temui saja Arnold dan lakukan pembicaraan empat mata bersamanya, di saat-saat tertentu untuk membahas bagaimana harus bersikap dan berbuat di satu kantor yang sama. Tetapkan batasan-batasan dan beberapa hal penting yang berkaitan dengan keberadaan kamu dan dia di kantor. Menurutku itu lebih baik,” kata Resta. “Apa iya? Tapi dia gak akan merasa bahwa aku mau balikan dengannya, ‘kan?” “Kamu itu hanya bagian dari masalalunya, melihat bagaimana caranya menghindarimu, berarti memang dia udah ngelupain kamu, kita ‘kan gak tahu dia udah punya kekasih apa belum,” kata Resta. Felina mengangguk. “Benar juga katamu.” “Daripada menghindar gak jelas, mending bicarakan dengan baik-baik, siapatahu kalian malah bisa menjadi teman setelah hubungan cinta kalian kandas,” sambung Resta. “Nah tips ini yang aku mau sejak tadi, semoga saja Arnold memang benar-benar mau memaafkanku dan melupakan semuanya, kelihatannya juga dia sudah move on, menghindariku hanya karena dia gak mau mengulang masa lalu kami. “Ya udah. Ada lagi yang mau kamu tanyain?” “Gak ada lagi, kamu mandi gih, baumu asem,” kata Felina, menutup kedua hidungnya. “Aku wangi tahu, wong wangi kayak gini kok di bilang bau asem,” geleng Resta, membuat Felina memeluknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN