Pria Patah Hati

1449 Kata
"Kondisinya tidak terlalu buruk. Saya rasa ini karena pengaruh alkohol yang lebih tinggi dari kadar toleransi Tuan jadi membuatnya sampai pingsan," jelas dokter setelah melakukan serangkaian pemeriksaan pada Desta. Ricko dengan seksama mendengarkan semua hasil pemeriksaan dan menerima resep yang diberikan. Pria itu lalu melakukan sebuah panggilan. Dokter keluar dari ruangan kerja Desta. Sudah jam delapan malam dan pria ini belum juga sadarkan diri. Ricko keluar kamar dan bertemu ruangan kerja Desta yang masih berantakan. Sudah semalam ini, apa masih ada OB yang bekerja? Harusnya ada. Bukankah ada shift malam. Ketukan pintu ruangan menyadarkan Ricko. Segera pria itu menemui siapa yang datang. Seorang petugas security yang membawa pesanan makanannya tadi. Desta harus makan jika sewaktu waktu bos nya itu sadar. Sebelum petugas security itu pamit Ricko kembali meminta tolong untuk dipanggilkan dua orang OB agar membersihkan ruangan kerja Desta yang memang bak kapal pecah, bukan, kapal tersapu ombak samudra atlantik. Sedikit menoleh ke belakang Ricko, akhirnya si petugas meninggalkan pria itu dengan anggukan patuh. Sepuluh menit kemudian dua orang petugas OB datang langsung melakukan tugas mereka. Tak lupa Ricko menyelipkan tips sebagai bonus karena mau direpotkan untuk kerja malam. Ricko masih mengawasi pekerjaan kedua petugas itu sembari menunggu Desta sadar di kamar tidur dalam ruangan itu. Ya, ruangan kerja Desta dilengkapi kamar tidur yang terhubung dengan connecting door di sudut dekat jendela ruangan. Namun, tak bisa setiap orang boleh masuk. Sejauh ini baru Ricko yang di izinkan memasukinya. Dan akses pintu itu juga hanya bisa dengan sidik jari Desta. Tiba-tiba seorang petugas OB menghampiri Ricko dan memberikan sebuah ponsel. Ponsel Desta yang layarnya pun sudah pecah hingga menimbulkan retak disana. Ricko menepuk dahi, tak lelah bos nya itu memberinya pekerjaan tambahan. Ricko melepas jas lalu menggulung lengan kemeja sampai atas siku. Ketampanan dan keindahan tubuh berotot pria ini bisa dikatakan hampir sama seperti Desta, meski Desta sedikit lebih tinggi darinya. "Apa pekerjaan kalian sudah selesai?" Kembali Ricko bertanya setelah melihat jarum jam di angka 9 dan jarum panjang berada di angka 3. Ini sudah larut, meski jam kerja shift malam OB sampai jam 10 nanti. Mereka juga masih harus mengerjakan tugas lainnya. "Sudah pak, masih ada yang harus dibersihkan lagi pak?" salah satu petugas OB menyahut sopan. "Oh tidak," Ricko memeriksa kembali dan ruangan memang sudah kembali rapi. "Baiklah kalian boleh keluar." Ruangan kembali lengang. Ponsel yang berlayar hitam dan retak itu kini terbungkus sebuah papper bag. Menengok kembali ke kamar tidur, bos Ricko yang biasanya menampilkan sifat tegas dan dingin itu kini malah lemah terkulai dengan selimut menutupi sampai batas perut. Bahkan suhu badannya juga naik sampai 38 derajat. Tidak tinggi tapi cukup mengkhawatirkan untuk seorang pria yang patah hati dan sudah menghabiskan hampir lima botol alkohol berkadar tinggi, sendirian. Kalau saja tadi Ricko tidak berinisiatif memeriksa ruangan bos nya, sudah bisa dipastikan kalau Desta akan pingsan tanpa ada yang menolong sampai besok pagi. Ricko kembali melakukan panggilan. Kali ini adalah seorang pemilik galeri ponsel. "Halo, maaf mengganggu jam segini. Aku sedang butuh ponsel baru apa masih sempat aku datang kesana?" tanya pria itu kepada lawan panggilan di ujung sana. Setelah mendapat jawaban, Ricko bergegas pergi dan meninggalkan Desta di kamar tidur ruangannya sendiri. **** Gemuruh terdengar tepukan para undangan. Di karpet merah berjalan sepasang pengantin dengan juntaian gaun putih sang pengantin wanita. Mereka terlihat sangat bahagia. Keduanya kini bertukar cincin dan berciuman. Lalu mereka menghadap ke arah Desta yang hanya terpaku di pintu utama. Mereka tersenyum padanya dan melambaikan tangan. Keduanya lalu saling menatap dan tersenyum bahagia. Mereka, Anjani dan David. Iya, Desta tidak salah lagi. "Anjani!!" Desta membuka mata lebar. Dahinya penuh peluh dan kaosnya basah. Kamar tidur ini temaram dan terlihat lebih sempit dari kamar tidurnya yang biasa. Di sebuah sofa lebar letter L seorang pria terbaring pulas dengan bantal dan selimut tipis. Rupanya dia sudah membuat Ricko harus menjaganya malam ini. Desta memandang ruangan itu. Ini bukan kamar tidurnya yang dirumah, tapi ini ruang pribadinya yang terhubung dengan ruangan kerjanya di kantor. Diatas nakas ada nampan berisi sup beras merah dan juga buah pepaya. Air jahe juga tersedia disana. Sebuah mangkuk kecil berisi beberapa butir obat. Ah... betapa buruk dirinya sekarang. Setelan kerjanya sudah berganti dengan kaos putih polos dan celana bahan katun yang ringan. Perlahan Desta berjalan menuju kamar mandi di ruangan itu. Setelah keluar dia tidak kembali ke ranjang, tapi menuju ruangan kerjanya. Membiarkan Ricko yang masih terlelap karena jam juga masih menunjukkan jam 1 dini hari. Ruangan kerja yang semula berantakan kini sudah rapi kembali. Hah! b******k! Apa patah hati harus separah ini! Desta menggeram pada dirinya sendiri. Desta melangkah menuju meja kerjanya. Di meja ada sebuah papper bag kecil. Seingatnya tidak ada benda ini sebelumnya. "Itu ponsel barumu boss..." Ricko melangkah santai dengan setelan malamnya. Celana pendek diatas lutut dan juga kaos putih polos putih. Pria itu masih berdiri di depan connecting door. "Makan saja dulu makan malam anda dan minum obat, makanannya sudah dingin dan disini tidak ada microwave jadi maaf saya tidak bisa menghangatkannya lagi," Ricko kembali berucap alih-alih memerintah. Desta melihat sekilas lalu tersenyum kecil. "Aku sudah merepotkanmu sejauh ini jadi sedikit bersantailah mulai sekarang. Kau sudah seperti temanku juga," tutur Desta sambil duduk di kursi kebesarannya dan mulai membuka box ponsel berlambang buah apel tergigit. "Rick, apa kau pernah patah hati karena masalah percintaanmu? Bagaimana rasanya?" Ucap Desta begitu mengeluarkan dua benda pipih. Yang satu masih mulus baru yang satu lagi tampak berantakan. Ricko mengernyit dengan pertanyaan Desta. "Apa sekarang kita layaknya kawan yang sedang bertukar pikiran pribadi?" Balasan Ricko kembali mengulas senyum meledek Desta. "Tenanglah, aku tetap akan membayar bonusmu bulan ini," tutur Desta setelah menghidupkan ponsel baru yang diterimanya. Membuka beberapa aplikasi yang sudah tersedia sesuai dengan isi ponsel sebelumnya. Ricko memang sangat bisa diandalkan. Bahkan data yang disimpannya di ponsel semua sudah dipindah ke ponsel yang baru. "Patah hati itu seperti penyakit. Mau separah apa pasti ada obatnya. Entah harus melakukan perawatan dan pengobatan apapun itu. Bukannya anda tahu hal seperti itu Tuan," ucapan Ricko bak pujangga di siang bolong, tapi sekarang masih malam sih. Desta kembali mengukir senyum pahitnya. Kata-kata Ricko cukup dimengerti. Tapi otaknya masih saja lambat menelaah dan pikirannya semrawut. Ricko menghela napas. Kenapa disaat seperti ini dia harus ikut serta. Dibanding mengurus tender besar, mengatasi pria yang patah hati itu lebih rumit ternyata. Ricko pusing dibuatnya. Pria itu melangkah ke kamar tidur dan kembali dengan nampan menu makan malam yang belum di makan Desta. Juga obatnya. "Bos, makanan anda?" Bubur itu sudah dingin dan entah masih enak atau tidak. Dia berharap bos nya masih bersedia memakannya agar obat itu bisa cepat memberi reaksi pada tubuh si bos yang sedang demam, sedikit, sakit hatinya yang lebih banyak. Fiuh... "Sekalipun dingin aku tetap memakannya Rick, tenang saja usahamu tidak akan sia-sia," seakan bisa membaca pikiran Ricko, Desta meletakkan ponsel dan mulai meraih sendok. Menyuap beberapa kali dan menandaskan sepotong pepaya. Tidak lupa air jahe dan obat yang sudah disiapkan. Ricko lega. Setidaknya pria yang sedang dilanda gundah gulana ini masih mau makan dan memikirkan kesehatannya. Mengulirkan kembali ibu jari di layar ponsel baru itu dan Desta cukup terkejut sampai menegakkan duduknya. Ricko yang melihat gelagat si bos ikut mendongakkan wajah untuk menelisik isi ponsel yang membuat empunya terperanjat. Di kolom panggilan terisi banyak sekali panggilan Gina, Fredy, bahkan nomor orang suruhannya yang diminta mencari keberadaan Anjani di Inggris. Desta belum beraksi. Dia kembali pada layer aplikasi dan membuka pesan w******p. Pesan dari Fredy membolakan mata Desta yang sejak tadi sayu. Fredy: Anjani sedang kritis! Gina mendapat kabar dari Femy dan sudah menyusul ke rumah sakit. Sementara aku sudah terlanjur sampai Batam. Ada urusan yang tidak bisa ditunda lagi. Aku khawatir sekali pada mereka! Tidak berpikir panjang Desta segera berlari ke kamar tidur dan meraih mantel dari lemari serta berganti celana. Hanya ponsel dan dompet yang di genggamnya. "Ada apa bos?! Anda mau kemana?!" Ricko panik karena hanya menerka nerka setiap tingkah laku bos nya sedari tadi. Dia berpikir pasti ada kejadian buruk. "Apa ada penerbangan ke Inggris saat ini juga? Aku harus sampai disana secepatnya!" Desta sedikit berteriak. Benar saja dugaan Ricko. Pria itu ikut meraih pakaiannya dan mendekati Desta. "Penerbangan tercepat masih jam 5 pagi. Sekarang masih jam 2 bos," Ricko berujar setelah mengutak atik IPad. Desta membanting p****t di ranjang kamar itu dan memijat pangkal hidungnya. Kembali dia memeriksa ponsel dan mencoba menghubungi Gina. Sementara Ricko kembali berkutat dengan ponsel dan IPad nya sendiri. Desta berharap panggilannya diterima gadis itu dan bisa mendapat kabar terbaru Anjani. Belum juga dering panggilan terjawab Ricko sudah menyahut kembali," Bos, jet pribadi anda siap untuk penerbangan ke Inggris saat ini juga." Desta tersenyum lebar. Seperti hujan di tengah teriknya padang gurun yang membelenggu malam ini. Tidak salah Desta memilih Ricko sebagai asisten pribadinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN