04 - Jual Bestie

1732 Kata
Liona menatap kesal pada sahabatnya yang terus saja tertawa sehabis pulang dari acara nongki mereka. Ini kenapa si duda itu pakai muncul segala! Merusak semuanya. "Napa lo?! Gila?" Tanya Liona sewot masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh Riva dari belakang. Riva tertawa kencang dan melempar tasnya ke kasur Liona. "Itu Mas Arka kayaknya suka banget sama lo. Lo beneran nggak mau ama dia? Kalau gue, langsung gue gebet deh," kata Riva mengedipkan matanya menggoda Liona. Liona mendengarnya menatap sinis pada sahabatnya itu. "Ya udah sana lo gebet! Gue nggak doyan ama duda! Gue masih doyan ama perjaka!" Riva mencibir mendengarnya. "Perawan aja di dunia ini hampir punah Li! Lo malah harap perjaka! Lo yakin, itu bujang-bujang yang menjanjikan sebuah hubungan romantis masih perjaka? Jangan ketipu dua kali! Begok jangan pelihara. Gemes gue." Riva menautkan jarinya dan ingin mengetuk kepala Liona, yang tidak bisa sadar apa. Kalau laki-laki bujangan zaman sekarang itu kebanyakan brengseknya daripada baik. Dapat bujangan aja banyak tingkah! Gaji pas-pasan! Tampang pas-pasan! Mending sama duda sekalian, yang sudah jelas kaya dan masa depan terjamin! Liona cemberut mendengar ucapan Riva yang ada benarnya. Karena apa yang dikatakan oleh Riva memang benar dan tak ada yang salah sama sekali. Mana ada pria yang masih sendiri dan masih perjaka zaman sekarang? Mantan kekasihnya saja tiba-tiba saja menghamili perempuan lain. Dan menikah dengan perempuan itu, meninggalkan Liona dengan perasaan campur aduk dan penuh kesakitan. "Lo bener Riva. Tapi, gue nggak akan nerima si duda gila itu! Pakai bilang gue calon emak anaknya lagi! Ih! Nggak sudi!" Ucap Lione mengedik ngeri. Riva melihatnya mencibir. Nggak sudi-sudi. Jodoh beneran baru tahu rasa! Lagian duda tajir melintir itu tadi, sangat tampan dan tidak seperti duda yang Riva bayangkan. Perut buncit, kepala botak, dan tidak ada gantengnya sama sekali. Mas Arka itu tampan. Kalau saja Riva yang diajak menikah oleh Mas Arka. Riva tak akan menolaknya, dan menerima Mas Arka dengan senang hati, dan penuh kebahagiaan. Di mana lagi mendapatkan suami limited edision seperti itu? Sudah kaya, tampan, humoris, anaknya juga cakep! Aduh, ini hanya Liona si bodoh yang berani menolak Arka. "Ya terserah lo. Tapi, kalau lo jodoh sama Mas Arka, gue bakalan jadi orang pertama yang bertepuk tangan!" Kata Riva, berbaring di atas kasur. Liona mendengarnya mendengkus, dan menatap pada Riva yang tiduran di atas ranjang. Liona berjalan menuju meja belajar di dalam kamarnya. Dan membuka laptopnya di sana. Liona tak mau mendengarkan tentang duda kaya raya itu lagi. Lagian apa urusannya dengan duda itu? Liona memang tak suka dengan duda! Kalaupun dia menikah, dia harus menikah dengan laki-laki tak pernah menikah sebelumnya. Riva melihat Liona bermain laptop. Berdecak pelan. Riva tahu sahabatnya ini anti sekali dengan namanya duda. Kebalikan dengan Riva, yang doyan sekali dengan duren alias duda keren. Riva ini pecinta n****+-n****+ bertemakan duda. Saat melihat Arka tadi, dirinya langsung kepincut. Sayangnya Arka malah kepincut sama Liona yang nggak mau berdekatan dengan duda itu. "Li... lo lihat deh, anaknya tadi cakep banget gila! Gue mau deh jadi ibunya Delvin! Tapi, dia malah maunya sama lo," ucap Riva memanyunkan bibirnya. Liona menoleh ke arah Riva dan mendengkus. "Kalau lo doyan ama dia, ambil aja! Gue mah mana sudi ama duda! Tipe gue itu tipe mahal! Kagak kayak begitu!" Ucap Liona. Riva mendengarnya mencibir. Tipe mahal katanya! Liona perlu diingatkan lagi, itu si mantan yang dah pacaran belasan tahun sama Liona, mudahan banget babi! Hamilin cewek lain ketika masih pacaran sama Liona. "Tipe mahal? Maksudmu lo tipe-tipe b******k yang suka hamilin anak orang?" Tanya Riva menaikkan sebelah alisnya. Hal itu sukses membuat Liona menghentikan kegiatannya. Dan menatap pada Riva. Liona menunduk. Dirinya tahu, kalau mantan kekasihnya itu kurang ajar. Tapi, setiap saat kalau bahas dia. Rasa sakit itu masih ada. Melupakan seseorang yang sudah belasan tahun bersama kita menjalin hubungan itu sangat susah. Apalagi dirinya dan mantan kekasih, pernah membicarakan tentang pernikahan. Liona menatap pada sudut, sebuah boneka beruang pemberian dari mantan kekasihnya. Liona merasakan air matanya akan keluar, kalau mengingat semua kenangan bersama pria itu. Riva yang melihatnya langsung kelagapan. Dirinya tak bermaksud berkata seperti itu pada Liona. Sumpah. Dirinya hanya bercanda saja. "Liona... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud berkata seperti itu. Aku hanya bercanda saja." Kata Riva penuh rasa bersalahnya. Liona kembali menatap pada Liona dan tersenyum. "Nggak pa-pa. Lagian memang benarkan? Gue sukanya sama cowok begitu. Dan pacarannya nggak setahun dua tahun," kata Liona dan kembali melihat ke laptopnya. Riva melihat itu merutuki dirinya sendiri. Tak seharusnya dia berkata seperti itu pada Liona. Sudah tahu Liona patah hati berat karena ditinggal oleh mantannya kemarin. Bisa-bisanya dia membahas laki-laki b******k tidak tahu malu itu! "Liona, nanti malam mau ke bioskop nggak? Ada film baru," ucap Riva, ingin mengajak Liona ke bioskop nanti malam. Biasanya Liona mau kalau sudah diajak ke bioskop. Liona menggeleng, dia sedang tidak mau kemana-mana. Dia hanya ingin di rumah saja hari ini. Terlalu lelah rasanya. Apalagi bertemu dengan duda itu tadi. Dan mana anaknya menyuruh Liona untuk tinggal bersama mereka. Untung saja Liona bisa bebas, dan tidak berlama-lama dengan anak duda itu. "Nggak. Gue mau di rumah aja." Riva mendengarnya menunduk. Ini Liona sungguh marah padanya. Padahal Riva tidak bermaksud untuk berkata seperti itu. Dirinya sadar, kalau dia tidak boleh membuat Liona ingat tentang laki-laki b******k itu lagi. "Kita cuman pergi bentar kok. Masa lo nggak mau? Itu filmnya seru Liona! Lo harus nonton!" Ucap Riva, masih memaksa Liona untuk ikut dengannya. Liona mendengar perkataan Riva yang memaksa dirinya. Langsung membuat Liona berdecak. Dia cuman mau di rumah aja. Nggak mau kemana-mana. Lagian, kenapa Riva suka memaksa. "Gue nggak mau kemana-mana Riva. Kalau lo mau pergi. Ya. Pergi aja. Lo bisa ajak Serly atau Mona!" Kata Liona, menyebutkan nama kedua teman mereka. Yang sering pergi menonton dengan mereka. Riva mendengarnya tersentak dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ini Liona sungguh marah padanya. Riva ingin menangis rasanya, kalau saja tidak menyadari kesalahannya. Tak seharusnya dia memaksa Liona. "Maaf... gue cuman nggak mau lo sedih. Lagian lo, kenapa nggak buang semua barang pemberian si cowok b******k itu?!" Tanya Riva geram. Liona menatap pada Riva dan menghela napasnya. "Riva, gue dan dia pernah punya kenangan. Gue nggak buang semuanya, bukan berarti gue masih berharap. Gue hanya pengen nyimpan doang sisa barang dia. Kalau gue dan dia pernah punya masa lalu bersama," kata Liona, menatap pada boneka tersebut. Riva terdiam tapi setelahnya tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Liona. Untuk apa masih menyimpan semua barang-barang itu? Walau tak berharap lagi, tapi orang yang melihatnya berpikir lain. "Walau lo nggak berharap lagi ama dia. Tapi, lo harusnya tetap buang semuanya. Kalau orang lain masih lihat lo nyimpan semua barang-barang itu, mereka semua pasti berpikiran kalau lo masih berharap sama si b******k itu!" Kata Riva. Liona mendengarnya memijat pelipisnya. Baru kali ini Liona dan Riva terlibat perdebatan luar biasa. Liona sampai menahan dirinya untuk tidak berkata kasar dengan Riva. "Riva! Gue nggak berharap ama dia! Memangnya salah nyimpan barang dari mantan?" Tanya Liona. "Salah! Apalagi kalau mantan sudah menikah, dan menjadi laki-laki b******k. Gue nggak setuju lo simpan semua barang-barangnya! Mending buang aja!" Jawab Riva dengan nada kesalnya. Liona yang mendengar nada kesal dari Riva langsung menarik napasnya perlahan dan melepaskannya secara perlahan. Jangan sampai dirinya membentak Riva sekarang juga. Kalau dia sampai membentak Riva, nanti yang ada dirinya semakin bermasalah dengan Riva. "Riva... plies! Jangan lanjutin lagi. Lo mau gue ikut nonton sama lu, 'kan? Ayo, kita nonton nanti malam!" Kata Liona yang sudah memutuskan dirinya akan pergi menonton. Riva mendengarnya tersenyum senang dan mengangguk. "Liona, lo nggak mau minta nomor Mas duda?" Tanya Riva kembali. Liona mendengarnya memutar bola matanya. Mas duda lagi! Liona tidak sudi meminta nomornya! Lagian dia perempuan macam apa meminta nomor laki-laki terlebih dahulu! "Nggak sudi!" Jawab Liona. Riva mendengarnya cemberut. "Yah... padahal mau lihat Mas duda lagi. Mana tahu nanti kita ditraktir dibeliin tas chanel keluaran terbaru," kata Riva. Ayolah, laki-laki kaya seperti Arka itu harus dimanfaatkan. Apalagi kalau sudah mode bucin tidak tertolong. Pasti Arka membelikan semua yang diminta oleh Liona. Liona memutar bola matanya. "Jangan ngayal! Lagian kalau lo mau, ya nabung buat belinya! Bukan minta sama duda k*****t itu!" Ucap Liona tak suka kalau sudah bahas si duda. Riva cemberut. "Yang gratis itu menggoda Liona! Lo nggak mau berubah pikiran gitu? Untuk PDKT sama Mas duda?" Tanya Riva kembali, berharap temannya mau berubah pikiran. Liona menggeleng. "Sorry. Gue nggak doyan duda. Kan udah gue bilang dari tadi, kalau gue nggak suka ama duda! Tipe gue bukan dia." Kata Liona. Seberapa kayapun Arka, tak akan mampu menarik hatinya. Dia lebih suka laki-laki yang belum pernah menikah. Enak saja dirinya menikah dengan laki-laki bekas dan sudah punya buntut! Liona tidak sudi untuk mendapatkan seperti itu! Dia masih gadis, cantik, muda, dan sudah sepatutnya dia mendapatkan laki-laki yang masih bujangan, tampan, dan mapan tentunya. Sekaligus nanti tidak menghamili wanita lain dan juga setia serta jujur. Kalau bisa kayak Mas Jaehyun NCT deh. Liona ikhlas kalau bentukannya kayak Mas Jaehyun. Kalau nggak kayak Mas Kim Doyoung NCT. Bukan Kim Doyoung Treasure. Brondong itu! Liona nggak mau sama brondong. Riva memutar bola matanya malas. "Ya. Ya. Lo kagak doyan duda. Yang lo doyanin Oppa Korea! Ngehalu terus. Ngehalu Jaehyun dan Doyoung datang ke rumah ini lamar lo! Tahu lo hidup aja kagak!" Ucap Riva memutar bola matanya malas. Padahal si Arka nggak kalah cakep dari Oppa Korea. Kalau diibaratkan ini ya, si Arka itu seperti Kim Woobin yang kharismanya itu... weh! Mantap sekali. Apalagi sudah berpengalaman di atas ranjang goyang menggoyang. Carilah yang berpengalaman. Berpengalaman di ranjang. Berpengalaman dalam hal romantis. Berpengalaman jaga anak. Berpengalaman nyuruh habisin uang. "Iri lo setan! Udah, gue mandi duluan. Kalau benera kita pergi!" Kata Liona berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Riva yang melihat Liona sudah masuk ke dalam kamar mandi tersenyum jail. Dia memiliki rencana sekarang, kalau dia berhasil comblangin Liona dan Arka, dia pasti dapat banyak keuntungan dari si Arka. Dan tentunya barang-barang branded terbaru. Maaf, bestie! Aku jual dirimu dulu. Untuk mendapatkan apa yang aku mau! Ucap Riva dalam hatinya sambil tersenyum jahat. Lagian dia sungguh tidak menjual Liona. Kan si Arka itu baik, tampan, murah hati, dan tentunya akan menjadi b***k cinta Liona nanti. Jadi, tak masalah dong dia memanfaatkan si Liona dulu. Demi kelangsungan gayanya yang seperti orang hedon nantinya. Liona... maafkan dirinya! Riva hanya ingin untung dalam hal ini. Dan nanti dirimu akan berterima kasih pada Riva. Sudah menjodohkanmu bersama Mas duda tampan dan hot!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN