03 - NIKAH?

1159 Kata
            “Lo pulang cepat banget kemarin. Gue cariin lo tahu!” Riva mengomel mengetahui Liona sudah pulang saat dirinya sampai di pesta pernikahan itu.             Liona mendelik pada Riva. “Gue nggak betah di situ. Bukan tentang pernikahan Raka dan bininya. Tapi, ada duda yang gangguin gue dan bahkan ngajak gue nikah. Gila nggak sih?” tanya Liona masih mengingat semua kejadian kemarin.             Riva yang mendengar itu terkejut. “Li, lo serius? Ada duda yang ngajak lo nikah? Dudanya cakep nggak? Kaya nggak? Hot nggak?” tanya Riva.             Liona memutar bola matanya malas. “Lo ngapain jadi kepo ama tuh duda! Dia kaya, tampan, dan hot. Tapi, gue nggak suka sama dia. Gue nggak tertarik sama yang namanya duda.” Liona berdecak dan memakan makanan yang dipesan olehnya.             Liona dan Riva di dalam salah satu restoran di dalam mall. Mereka berdua jalan-jalan dan melihat beberapa pakaian atau n****+ yang akan mereka beli. Mereka sangat suntuk berada di rumah dan tidak ada kerjaan sama sekali.             “Lo mah nggak doyan duda karena lo selama sepuluh tahun ini cuman lihat si Raka terus. Buka mata lo. Belum tentu cowok yang nggak pernah menikah akan setia dan masih perjaka. Mustahil rasanya di zaman sekarang ada cowok yang masih perjaka!” ucap Riva gemas.             “Mending sama duda langsung. Udah jelas mapan dan pengalamannya. Apalagi duda yang dekatin lo kaya dan tampan. Kalau lo nggak mau buat gue aja!” Riva sangat gemas dengan sahabatnya ini yang tidak pernah melihat laki-laki lain.             Liona terlalu setia pada Raka—yang sekarang malah menjadi suami orang lain. Seharusnya Liona bisa move on dan belajar kalau jangan lihat dari cover saja. Laki-laki yang terlihat baik di luarnya belum tentu terlihat baik di dalamnya.             Seperti Raka yang sangat baik pada Liona dulunya. Tahu-tahu laki-laki itu sudah sering menduakan Liona dan sampai menghamili anak orang. Memang jangan terlalu percaya pada laki-laki yang katanya setia. Ya. setia yang artinya setiap tikungan ada.             “Lo aja ama tuh duda. Gue mah ogah. Hati nggak bisa dipaksain! Seribu kalipun dia godain gue dan rayu gue buat jadi bininya gue nggak bakalan mau. Nggak mau sama tuh duda.” Liona meminum minumannya dan masih kesal membayangkan wajah duda kemarin yang mengoceh di depannya sampai meminta dirinya untuk menikah dengan pria itu.             Riva tertawa pelan. “Jangan sok nolak. Mana tahu jodoh loh beneran duda tajir itu.” Riva mengejek Liona. Yang awalanya benci dan tidak mau, ujung-ujungnya malah jadi suami.             Liona mencibir. “Amit-amit cabang bayi.”             “Eh, Liona. Kamu makan di sini juga?”             Liona yang mendengar namanya dipanggil langsung menegang karena dia masih hapal suara siapa ini. Baru saja Liona membicarakan pria ini langsung saja muncul di depannya dengan membawa putranya yang … lucu.             “Om?”             Arka mengangguk. “Jangan panggil Om. Panggil Mas aja. Berasa tua aku dipanggil Om sama kamu. Padahal tampang aku nggak tua-tua dan masih terlihat muda tentunya,” ucap Arka.             Riva menyenggol kaki Liona di bawah meja dan ingin tahu siapa pria yang berdiri di samping meja mereka. Dilihat dari pakaian pria itu terlihat mahal dan pastinya berasal dari keluarga kaya raya.             “Apa?” ucap Liona melotot pada Riva.             “Siapa?” tanya Riva penasaran.             Liona mendesah kasar. “Yang barusan,” ucap Liona dengan wajah yang tidak enaknya sama sekali melihaty duda yang baru dibicarakan olehnya sudah berdiri di samping mejanya.             Riva menutup mulutnya dan melihat pada duda yang baru dibicarakan oleh meraka. Ya Tuhan … ini beneran duda? Ini namanya duren alias duda keren. Liona kertelaluan sekali butanya, tidak bisa melihat pria yang cakepnya minta ampun. Kalau dudanya seperti ini Riva rela jadi sugar baby juga nggak pa-pa yang penting bisa dekat ama tuh duda.             “Perkenalkan nama saya Riva, sahabatnya Liona. Nama Mas siapa?” tanya Riva mengulurkan tangannya.             Arka melihat pada gadis yang menanyakan namanya dan mengaku sebagai sahabat Liona. “Nama saya Arka dan ini anak saya Delvin. Kamu sahabatnya Liona?” tanya Arka.             Riva mengangguk. “Iya, saya sahabatnya. Kalau Liona nggak mau sama Mas. Saya masih bisa jadi ibunya Delvin.” Riva mengedipkan matanya beberapa kali dengan gaya centilnya.             Liona yang melihat itu terkejut dan menendang kaki sahabatnya. Apa-apaan Riva bertingkah seperti itu. Tidak malu sama sekali. Padahal Riva baru bertemu dengan Arka.             “Kamu bisa saja. Tapi, hati saya maunya sama Liona. Nggak bisa ditukar sama kamu. Maaf ya,” ucap Arka.             Riva tersenyum. “Nggak masalah Mas. Mas mau duduk? Ayo, duduk. Biar saya yang pindah duduk di sebelah Liona.” Riva langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kursi di samping Liona dan duduk di samping kursi gadis itu.             Arka mengangguk dan duduk di depan Liona dan Riva dan meletakkan Delvin di kursi sebelahnya.             “Papa, katanya mau kenalin calon Mama baru untuk Delvin. Mana calon Mama barunya?” tanya Delvin.             Arka tersenyum manis pada putranya. “Itu calon Mama barunya, namanya Mama Liona.” Arka menunjuk pada Liona.             Delvin melihat ke arah yang ditunjuk oleh ayahnya dan tersenyum lebar. “Mama! Delvin bakalan punya Mama baru. Mama Liona harus dekat-dekat sama Delvin terus.” Delvin turun dari kursinya dan berjalan mendekati Liona.             Delvin meminta untuk duduk di pangkuan Liona. Liona mau tidak mau membawa tubuh bocah kecil itu duduk di pangkuannya. Liona menatap tajam pada Arka yang berbicara sembarangan. Siapa juga yang mau menikah dengan Arka. Pria itu bicara hal yang tidak-tidak.             “Mama nanti pulang ke rumah Delvin ya?” tanya Delvin dengan suara lucunya.             Liona yang mendengar pertanyaan dari bocah kecil itu menggeleng. “Nggak sayang. Tante pulang ke rumah Tante sendiri,” ucap Liona lembut.             Delvin ingin menangis mendengar jawaban dari calon ibu barunya. “Tapi, teman-teman Delvin. Mama dan Papa mereka tinggal serumah. Mama nggak mau tinggal sama Delvin dan Papa?” tanya Delvin lagi.             Liona mendesah pelan dan tidak tahu harus menjawab apa. Riva yang ada di situ menahan tawanya. Liona akan kalah kalau sudah melawan anak kecil. Liona termasuk orang yang sangat sayang pada anak kecil. Semua yang diinginkan oleh anak kecil akan dituruti olehnya dan tidak bisa menolak.             Riva memegang tangan Delvin lembut. “Delvin sayang. Mama Liona nggak bisa pulang ke rumah Delvin dan Papa. Karena Mama Liona dan Papanya Delvin belum nikah, jadi nggak boleh tinggal bersama.” Ucap Riva.             Delvin mengerjapkan matanya beberapa kali. “Tante, nikah itu apa? Emangnya harus nikah dulu baru Mama Liona bisa tinggal sama Delvin dan Papa?” tanya Delvin penasara.             Arka yang mendengar pertanyaan putranya berdeham pelan. “Delvin sayang. Nikah itu berjanji bersama Tuhan, saling menyayangi dan mencintai sampai maut memisahkan. Kalau belum menikah, jadi, nggak boleh tinggal bersama,” jawab Arka.             Delvin mengangguk. “Ya udah. Mama dan Papa nikah aja. Biar Mama dan Papa tinggal bersama!” ucap Delvin semangat.             Liona yang mendengar permintaan Delvin langsung pusing. Nikah? Ya kali bisa nikah semudah itu. Liona tidak mencintai Arka sama sekali. Dia juga tidak suka dengan Arka—yang statusnya adalah duda. Liona tidak mau menikah dengan Arka. Pokoknya tidak akan pernah.             ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN