Part 3 : Keluarga Arya

1222 Kata
(PoV Arya) **** Arya Muhammad Fatih, nama yang diberikan ayah ketika aku dilahirkan 28 tahun yang lalu. Aku memiliki seorang adik perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Alya. Hari ini aku semakin bersemangat karena aku akan membawa wanita yang tengah dekat denganku ke rumah. Hubungan kami belum genap setahun namun aku bisa merasakan ia wanita yang baik. Terlebih aku sudah cukup sering bertandang ke rumahnya, berbincang dengan ibunya yang telah bertahun-tahun ia tinggal untuk bekerja di luar pulau. Dari situ aku mengenal ibunya sebagai sosok yang bisa dijadikan panutan. Kehadiran Suci cukup menghiburku yang sedang dilanda kegalauan setelah aku putus dengan wanita yang telah aku cintai dengan segenap hati, bernama Putri. Putri memutuskan hubungan denganku karena orangtuanya yang memaksa dengan dalih aku tidak sepadan dengan keluarga mereka yang notabene pengusaha sukses. Pekerjaanku yang hanya pegawai dipandang sebelah mata oleh mereka. Putri menceritakan jika Ayah dan Ibunya sepakat akan menjodohkan ia dengan lelaki bermartabat yang satu kalangan dengannya. Di satu sisi aku enggan melepaskan Putri yang aku yakini tidak ingin berpisah dariku. Namun sisi kelakianku pantang menerima cemoohan kedua orangtuanya. Dengan berat hati aku merelakan Putri menemukan pendamping yang sesuai dengan kriteria orangtuanya. Dua bulan setelah kejadian itu, seorang temanku mengenalkan Suci padaku. Ia berkata jika Suci ini dulu sempat terlihat menyukaiku ketika ia magang di perusahaan tempatku bekerja. Aku tidak begitu ingat Suci ini yang seperti apa orangnya. Temanku yang bernama Irma itu memberiku info jika mereka berdua duli cukup akrab dan beberapa hari terakhir ini Suci menghubunginya sekedar bertanya kabar. Karena Suci yang masih sendiri dan ia mendengar cerita cintaku yang kandas, jadilah ia memberikan nomor Suci padaku. Tentu saja Irma sudah terlebih dulu meminta ijin oada Suci. Seiring bergulirnya waktu, aku dan Suci semakin intens dalam berkomunikasi. Hingga aku memberanikan diri menyatakan ingin serius dengannya. Meski awalnya ragu sebab kami sama sekali belum pernah bertemu lagi setelah sekian lama Suci sudah tidak magang di perusahaan. Aku tidak begitu memikirkan bentuk fisik, yang aku bisa rasakan selama melakukan panggilan tekpon dan berkirim pesan, Suci cukup membuatku tertarik untuk mengenalnya lebih dekat. Bak gayung bersambut, Suci memberitahu jika ia akan dipindahtugaskan kembali kesini, kota asalnya. Aku dan Ibunya Suci adalah orang yang paling bahagia begitu mendengar kabar tersebut. ----- Dan kini aku telah datang menjemput Suci yang telah bersiap diri. Kami berdua berpamitan oada Ibu Sukma, Ibu Suci tercinta. "Gugup?" tanyaku saat kami sudah dalam perjalanan menuju rumahku. "Sedikit," Suci menjawab sembari menghela nafas panjangnya yang membuatku tersenyum. "Gak usah gugup, apalagi takut..insya Allah keluargaku baik semua kok orangnya, paling-paling kamu hanya perlu beradaptasi sedikit dengan Alya, dia sedikit iseng dan jahil." "Di rumahmu hanya ada Ayah, Ibu dan Alya?" "Iya..tapi gak lama lagi akan semakin ramai karena ada kamu sebagai menantu paling cantik di rumah itu." "Huhhh gombal...jelas saja paling cantik, kamu kan gak punya saudara laki-laki jadi jelas aku gak akan ada saingannya," Suci terlihat lebih rileks. Aku menatap lekat ke manik mata Suci begitu mobilku terparkir di carport rumah. Aku memegang pipi Suci yang lembutnya membuatku betah berlama-lama mengusapnya. Suci menunduk, ia tampak tersipu. Aku meraih dagunya sembari bertanya, "Boleh...?" Diamnya aku artikan dia membolehkan aku mengecup bibirnya yang merekah, yang telah lama membuatku penasaran. Hawa panas seketika menjalar ditubuhku. Terlebih ketika Suci membalas kecupan yang kini sudah bukan merupakan kecupan lagi, melainkan tautan ciuman yang cukup membuat kami sama-sama terengah-engah. "Mas Arya…!!" pekikan Alya menyudahi ciumanku dan Suci. Ku lihat Suci yang salah tingkah dan segera merapikan penampilannya lagi. "Udah sampai kok gak langsung turun sih?" selidik Alya setelah aku turun dari mobil. "Bawel banget sih anak kecil." kataku sambil menjentik keningnya. "Ini mba Suci? Wahh cantiknya..Ayo masuk, Ayah dan Ibu sudah menunggu dari tadi, oh iya kenalkan namaku Alya Rusdiana Azzahra." "Suci Nur Indraswari," aku menyebutkan nama lengkap Suci saat Suci akan membuka mulutnya membalas sapaan Alya. "Ya udah yuk masuk," Aku menggandeng tangan Suci yang terus dicibir oleh Alya, sok romantis katanya. "Assalamu'alaykum..selamat malam Om..Tante," ucap Suci begitu kami memasuki ruang keluarga. "Wa'alaykum salam.." jawab kedua orangtuaku hampir bersamaan. "Ayah..Ibu ini Suci, emmmm…"lidahku mendadak kelu saat hatiku ingin berkata jika Suci ini adalah wanita yang aku cintai pada kedua orangtuaku. Ibu tersenyum menatapku. "Mari Suci duduk dulu," ajak Ibu. Kami berempat mengobrol hangat, sementara Alya terus berceletuk seperti biasanya. Ibu mengajak kami untuk makan malam. Sesekali aku memegang gawaiku, membalas pesan dari seseorang. Tanpa aku sadari lengkungan senyum terbit dari wajahku. Aku buru-buru meletakkan gawaiku ketika aku tahu Suci tengah memperhatikanku. "Dia lagi ya?" tanya Alya yang memang suka kepo urusanku. Aku memintanya untuk tidak membahas sekarang. Alya pun mengerti dan kembali mengajak Suci bercerita. Tak sulit untuk Suci akrab dengan keluargaku. Ia begitu berterimakasih atas kesan hangat yang ia dapatkan di rumahku walau ini adalah kali pertama untuknya. Aku pun mengantar Suci pulang. "Berbalas pesan dengan siapa tadi mas Arya?" Suci melayangkan pertanyaan yang cukup membuatku sedikit merasa tidak nyaman. Benar kan dia memperhatikanku tadi. "Biasa itu si Dani, anak kantor," Suci hanya mengangguk mendengar jawabanku. Tak terasa mobilku memasuki pelataran rumah Suci. Aku yang menyadari perubahan mood Suci langsung menahan tangannya saat ia akana membuka pintu mobil. "Suci..tunggu..ada yang ingin aku kasih lihat," aku memperlihatkan kontak bernama Dani di riwayat pesan pada gawaiku. "Mas Arya mengira Suci curiga ya? Suci percaya kok sama mas Arya. Insya Allah mas Arya adalah orang yang tepat untuk Suci, begitupun sebaliknya semoga Suci juga orang yang tepat untuk mas Arya," aku lega mendengar perkataan Suci, aku pun mengaminkan harapan Suci tersebut. Aku berbincang sebentar dengan ibu Sukma sebelum akhirnya aku berpamitan pulang. Seperti biasa Suci dan ibunya mengantarkanku ke depan rumah. Saat aku di dalam mobil, aku sambungkan gawaiku dengan headset. Sambil membelah jalan kota di malam hari, aku menelfon seseorang yang kontaknya aku namai Dani. "Kan sudah aku bilang jangan sembarang menelfonku, terutama malam ini," protesku padanya begitu telfonku ia angkat. Ia meminta maaf lalu mengalirlah obrolan kami seperti biasa. Ia tidak mau telfonnya diakhiri saat aku ingin menyudahi sebab mobilku sudah mendekati arah rumah. Jadilah aku berhenti di tepi jalan terlebih dahulu untuk meladeni setiap obrolannya. Tanpa aku tanya, ia menceritakan hal-hal yang ia lewati seharian ini. Hingga ia merasa puas dan menutup telfon. Tring… Satu notif pesan masuk dari Suci. [ Mas Arya sudah sampai rumah? ] Aku tak membalas pesan Suci, melainkan langsung memencet tombol untuk menelfonnya. Entah mengapa aku jadi merasa bersalah padanya. Aku berkata jika saat ini aku sedang berhenti dulu di tepi jalan untuk merilekskan diri sebentar karena sempat mengantuk tadi. Suci percaya saja apa kataku. Bahkan tanpa kami sadari, sudah sejam lebih kami bertelfon ria. Aku ijin menutup telfon dan melanjutkan perjalanan pulang. "Mas Arya...tadi mba Suci kirim pesan, tanya apa mas Arya sudah sampai rumah apa belum?" "Oh iya, terus kamu jawab apa?" "Ya jawab belum lah, seorang Alya kan tidak pernah bohong wleeeee…" ucap adikku. "Ya bagus, jawab apa adanya aja." "Memangnya mas Arya kemana dulu sih tadi, Ayah dan Ibu juga nungguin lho kok lama nganter pulang mba Suci nya?" "Mas cari angin dulu tadi, mba Suci juga sudah mas telfon biar gak khawatir, ehh malah kebablasan kami cerita panjang lebar hingga lupa kalau mas ini belum sampai rumah," aku terkekeh sendiri. "Idihhhh... Emang ya orang pacaran itu serasa dunia milik berdua," Alya mencebik. "EMANG...dan kamu ini cuma ngontrak hahahaha," puas rasanya aku mengatai adikku, cepat aku masuk ke dalam rumah sebelum Alya menyahuti ucapanku lagi. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN