Pagi ini, aku disibukkan dengan kegiatan ibu yang hari ini akan berangkat ke Kota C untuk menghadiri rapat penting dengan komisaris besar di perusahaan tempat beliau bekerja. Dengan kata lain, aku akan kesepian lagi di tempat yang membosankan ini.
Serius!
Di sini cuma aku yang tinggal. Rumah mewah beserta isinya yang merupakan harta milik orang tuaku. Selain aku, di sini ada juga yang tinggal untuk mengurus pekerjaan rumah tangga.
Mbok Ijem~itulah nama pembantu yang disewa ibu sudah dari jaman aku belum lahir. Cuma mbok Ijem yang ibu percaya untuk bekerja di rumah segede hotel di Kota Jakarta.
Selain Mbok Ijem, di depan gerbang utama rumah ini, terdapat empat sampai enam orang bodyguard yang menjaga keamanan di rumah. Ibu menyewa mereka karena ada aku dan Mbok Ijem yang tinggal. Maklum, hanya dua orang perempuan saja di rumah.
"Bunda berangkat dulu, Nay. Uang jajan kamu sudah Bunda transfer ke ATM. Kalau kurang, kamu tinggal telepon Bunda."
Itulah ibuku. Segala sesuatunya dinilai pakai uang. Semua kebutuhanku pun sudah beliau sediakan. Beliau tidak ingin anaknya serba kekurangan.
Huft!
Tapi, aku tidak menginginkan itu, Ibu! Yang aku inginkan hanya ibu.
"Berapa lama?" tanyaku acuh, tak acuh.
"Paling lama dua bulan. Soalnya banyak yang mau Bunda kerjakan di sana, Nay," jawabnya. Beliau masih asyik membereskan pakaiannya.
"Oh ...." Aku cuma ber'Oh' saja. Sudah terbiasa dengan hal itu. Bahkan ada yang lebih parah, Ibu tidak kunjung pulang selama satu tahun. Bayangkan saja, satu tahun beliau sibuk dengan pekerjaannya, sementara dia tidak ingat sama anak perempuannya yang dia tinggalkan di rumah.
"Kok, cuma Oh saja? Gak ada gitu kamu larang bunda jangan pergi lama-lama?" ujarnya.
"Emang bunda peduli Naya merengek meminta bunda jangan lama-lama? Gak ngaruh kan, Bunda?"
Ibu berhenti mengepakkan barangnya. Matanya menatap ke arahku. menatapku penuh haru.
"Kamu marah sama Bunda, Nay?"
"Enggak. Udah ya, Bun Naya mau berangkat sekolah. Bunda hati-hati aja di jalan. Kalau masih ingat sama Naya, Bunda pulang. Itu juga kalau masih ingat," pamitku.
Kukemaskan tas sekolah. Lalu secepat mungkin aku menghilang dari pandangan Ibu. Aku tidak mau berlarut terlalu lama di sana. Toh, Ibu tidak akan berubah pikiran meski aku berkali-kali memintanya untuk berhenti bekerja.
-----
Sesampainya di Sekolah.
Aku melangkah gontai menuju halaman SMA Galaksi. Halaman sekolah SMA Galaksi cukup luas. Ada banyak tanaman yang sengaja ditanam di sekitar halaman untuk memperindah pemandangan di sekolah.
Saat aku berjalan gontai, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh suara temanku. Kartika Putri namanya. Teman yang sangat random namun, ia peduli sekali denganku.
"Woi, Melamun lagi!"
Aku hanya meresponnya dengan lirikan mata saja. Selebihnya tidak menanggapi dengan kata-kata.
"Sariawan ya? Atau belum sarapan?" tanyanya lagi.
Namun, aku masih diam sambil terus berjalan pelan menuju kelas.
"Oke. Aku gak akan bawel lagi. Aku paham kamu pasti ada masalah sama Pak Erlangga 'kan?"
Mendengar Gadis berambut ikal itu menyebutkan nama Guru galak, langkahku terhenti dan tepat berada di tengah-tengah koridor sekolah.
"Apa?" tanya Kartika dengan wajah polosnya.
"Tadi kamu bilang apa?" tanyaku, mengulang kembali perkataannya Kartika tadi.
"Ada masalah sama Pak Erlangga. Udah cuma gitu doang," jawabnya, sambil nyengir kuda.
"Sok tahu," jawabku ketus.
"Lah, terus apa?"
"Gak boleh kepo, Sayang. Udah, ah, ayo! Nanti kita terlambat masuk kelas. Bahaya! Jam pertama pelajaran Pak Sigit!"
Aku sedikit berlari menjauhi Kartika. Dari dulu anak itu suka kepo kalau aku lagi dekat sama seseorang. Apalagi dekat sama laki-laki. Bisa dicecar terus sama dia.
"Naya, tungguin ...!"
"Yang terlambat, pacarnya Keong!" Aku berteriak.
"Ih, gak mauuuuu! Gak suka sama Keong! Gelaaaaaayy, Nay!" rajuknya.
Aku tertawa mendengar penuturannya. Kartika memang tidak suka Keong. Kalian tahu, kenapa dia tidak suka Keong? Karena Keong berwajah buluk. Serius! Di sekolah ini ada laki-laki yang nama julukannya itu Keong. Tampangnya biasa saja, cuma dapat putihnya doang.
Giginya agak tonggos. Otaknya kayak kurang se-ons. Sudah gitu, gayanya tuh kayak orang kaya dan tampangnya ganteng. Makanya perempuan di sekolah ini tidak mau kalau dijodohin sama si Keong.
----
Bell sekolah berbunyi empat kali. Tanda mata pelajaran di sekolah ini berakhir. Semua siswa SMA Galaksi, diwajibkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Begitu pun dengan kelas tiga bahasa. Saat mendengar bell sekolah berbunyi, mereka dengan sangat antusias merapihkan peralatan sekolah yang tercecer di atas meja tulis.
Ada yang ngerumpi sambil membereskan alat tulis, ada yang ngupil, ada yang diam saja tanpa merespon temannya yang lain
"Hari ini mau ke mana?" tanya Erlangga. Guru Bahasa Indonesia saat aku berjalan menuju gerbang sekolah.
"Rencana sih mau pulang ke rumah," jawabku.
"Bisa ikut saya?"
"Ke mana?" tanyaku mengulang.
"Ke acara reunian. Eh, bukan sih, tepatnya ke acara pernikahan," jawabnya
"Oh, terus? Hubungan sama Naya apa?"
"Kamu juga wajib pergi."
Aku mengerucutkan dahi, " Kapan?"
"Siang ini, jam dua siang."
"Loh? Ini udah jam satu. Mana sempat?"
"Sempat. Ikut saya! akan saya belikan gaun untuk kamu." Ajaknya, tak lama kemudian, kami pun berangkat.
Dasar Guru gak jelas. Selalu mendadak dan tidak pakai jadwal.
[]