Cahaya lilin kecil yang berpendar di kamar Latte menjadi satu-satunya sumber cahaya di malam hari. Dengan gaun tidur berwarna putih berenda, Latte sedang bersiap untuk beristirahat dari lelahnya aktivitas seharian. Jemari lentik gadis itu terulur untuk membalutkan selimut tebal di tubuhnya. Kelopak matanya mulai memejam.
Namun, kelopak mata itu seketika terbuka dan menampakkan iris mata berwarna perak yang membulat kala tiba-tiba terdengar suara benda yang dilempar di jendela kamar. Latte beranjak untuk duduk. Seulas senyum terbit di wajahnya yang cantik. Ya, gadis itu justru tersenyum.
Membuka selimut di tubuh, Latte segera turun dari dipan dan berjalan menuju jendela kamar. Dugaannya benar. Seorang lelaki tampan bermata hijau tengah berdiri di bawah jendela kamarnya. Latte menyembulkan kepala cantiknya keluar dari jendela sembari menatap Felix dengan senyuman, "Apa yang sedang kau lakukan di malam begini, Felix?"
"Nyalakan perapianmu!" Felix mendongakkan kepala, menatap Latte.
Latte berbalik dan berjalan ke sudut kamar. Jemari lentiknya memantik api untuk menyalakan perapian. Api dalam ruang persegi itu pun berkobar dan menari-nari. Dalam hitungan detik, Felix tiba-tiba memunculkan diri dari senyawa api di dalam perapian tersebut. Dengan bantuan sihir api yang dimilikinya, lelaki itu telah berhasil masuk ke dalam kamar Latte dengan sangat mudah. Ya, sihir memang diciptakan untuk memudahkan suatu pekerjaan manusia.
"Baru tadi pagi kita bertemu, tetapi kau sudah begitu merindukanku." Latte tersenyum miring dengan wajah mengejek.
Felix tidak mengindahkan ucapan Latte. Kedua alis matanya menyatu bagai ujung pedang yang bertemu, "Apakah benar kau akan menikah dengan Pangeran Iblis itu?"
Latte sedikit terkejut kala melihat ekspresi wajah Felix terlihat begitu serius "Ehm ... ya itu memang benar."
"Mengapa?"
"Maksudnya?" Alis mata Latte terangkat sebelah.
"Mengapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?"
"Aku hanya tidak ingin membicarakannya. Itu sungguh menyebalkan bagiku."
"Jika begitu, kaburlah bersamaku!" Felix memperlihatkan wajah bersungguh-sungguh.
Latte membeliak, "Apa kau bercanda?"
"Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya." Kedua tangan Felix bertengger di pundak Latte, meyakinkan.
"Apakah Wanita Rubah itu tidak memberitahumu jika ini adalah titah dari Kaisar? Aku dan keluargaku akan mendapat hukuman jika melanggar titahnya. Terlebih, kau dan keluargamu juga akan terkena hukuman jika terbukti membantuku. Apa kau pikir aku menyukai hal itu?" Latte juga memperlihatkan wajah serius.
Felix menghela napas pendek dan kasar. Raut wajah frustasi tercetak jelas dalam kekalutannya. "Tapi aku tidak akan membiarkanmu menikah dengan Pangeran Iblis itu. Sekarang masih belum terlambat dan kaburlah bersamaku!" Felix berusaha sekali lagi dengan sebelah tangan menggenggam erat sepasang telapak tangan Latte.
Latte memperlihatkan wajah datar, "Hei, apa kau sedang ingin bermain peran untuk membawa kabur seorang calon pengantin Pangeran? Menjadi Ksatria tangguh adalah cita-citamu sejak kecil dan kau baru saja mewujudkannya. Apa kau pikir aku akan senang jika kau kehilangan itu semua?" Latte menatap teduh kedua manik mata hijau lelaki di hadapannya. "Apapun yang terjadi denganku entah itu suatu hal baik ataupun buruk, itu semua masih misteri, Felix. Bahkan, hari esok pun masih menjadi misteri. Terlebih, masih ada waktu satu tahun untukku menyelesaikan akademi. Mengapa kita harus melarikan diri?"
Latte melepas tangan Felix yang menggenggam erat telapak tangannya kemudian berbalik untuk berjalan menjauh, "Walaupun kukira aku nanti akan dinikahkan dengan Grand Duke yang setidaknya jatuh cinta padaku dan hidup bahagia di benua lain, tetapi pada akhirnya aku juga akan tetap menikah bukan?" Latte sedikit melirik ke belakang, menatap Felix, "Apa kau lupa jika aku memiliki sihir air yang cukup kuat? Aku tidak selemah itu untuk kau khawatirkan. Jadi, sekarang pergilah dan kembali ke kediamanmu. Duke Helios akan marah jika tahu kau berkeliaran di malam hari."
Felix masih berdiri di tempat. Ekspresi kalut masih terlukis jelas di air mukanya. Ksatria tampan itu menahan getaran kecil dalam dirinya. Ia merasa aneh sebab tidak pernah merasakan hal seperti itu. Felix merasa ada sesuatu yang tiba-tiba direnggut secara paksa dan akan menghilang, seperti cangkang kosong.
"Aku harus beristirahat karena mulai besok jadwalku sepertinya cukup padat." Latte tersenyum getir sembari merebahkan diri di atas dipan. "Kuharap kau juga hadir di pesta pertunanganku yang menggelikan itu." Jemari lentik Latte kembali membalutkan selimut tebal di tubuhnya. Latte memunggungi Felix sembari memejamkan mata.
Felix mengepalkan kedua tangan dengan wajah mengetat. Lelaki itu berbalik dan pergi melewati perapian menggunakan sihir seperti sebelumnya. Namun, diam-diam Latte merasa tersentuh karena masih ada seseorang yang begitu menyayanginya. Orang itu adalah Felix, seorang sahabat yang selalu berada di sisinya sejak kecil.
Di balik selimut tebal yang membalut tubuh gadis cantik itu, bibir ranum indahnya tengah melengkung dan tersenyum tipis. Dalam sepasang kelopak mata yang terpejam, alam bawah sadar gadis itu pun mulai mengambil ahli kesadarannya.
~~~
Seorang anak perempuan yang berusia sekitar sepuluh tahun dan terbalut dengan gaun berwarna kuning cerah sedang berteduh di bawah pohon rindang kala hujan tak kunjung hilang. Anak perempuan itu adalah Latte. Dalam cuaca yang begitu dingin, anak perempuan itu berteduh bersama seorang anak laki-laki yang tengah duduk meringkuk dengan tubuh menggigil kedinginan di belakangnya. Anak laki-laki itu adalah Felix.
Latte menggigit bibir bawah kala melihat sihir api yang dimiliki Felix melemah. Ekspresi panik juga berpendar di wajah gadis kecil tersebut. "Hei, bertahanlah, Felix! Jika demam mengapa tadi kau mau bermain denganku? Apa kau sedang ingin berlagak memiliki sihir abadi? Dasar bodoh!" Latte menggerutu meskipun dengan wajah panik.
Felix hanya bergeming dengan tubuh menggigil kedinginan. Bibir merah mudanya berubah menjadi biru, membuat Latte semakin bingung tidak menentu. "Kemarikan tanganmu! Aku akan mencoba memberi energiku padamu."
"Ck! Apa yang bisa dilakukan gadis kecil sepertimu?" Felix berdesis tetapi tetap mengulurkan tangan yang segera digenggam erat oleh Latte.
Akan tetapi, senyuman jahil justru tergelincir di bibir Felix. Perutnya sedang menahan kekehan geli kala melihat ekspresi Latte yang ketakutan bercampur kebingungan. Ya, saat ini anak laki-laki itu memang sedang menggoda gadis kecil tersebut. Ia menggunakan sedikit sihirnya untuk mengubah warna bibirnya seperti blueberry. Badung memang.
"Apa kau sudah merasa baikan?" Latte masih memancarkan seraut wajah khawatir.
Felix menggeleng dan memasang wajah lemah, "Sepertinya aku akan segera mati."
Latte membeliak. Gadis itu membendung air mata. "Apa aku perlu memanggil Duke Helios? Aku tidak ingin kau mati gara-gara aku."
Netra hijau Felix membola dan seketika menggeleng dengan cepat, "Jangan memanggil Papaku! Apa kau gila?" Nada suaranya tiba-tiba meninggi satu oktaf.
Latte mengernyit, "Mengapa tidak boleh memanggilnya?"
Felix tampak kebingungan dengan pupil mata bergetar. Tentu saja anak laki-laki itu akan mendapat hukuman jika tertangkap basah sedang berbohong dan mengerjai Latte. Felix tidak selemah itu hanya karena terkena hujan.
Melihat Felix yang hanya bergeming dan kebingungan, Latte sontak menyatukan kedua alis. Dengan cepat ia mengusap bendungan air mata yang belum sempat ambrol dengan kasar. Jemari mungilnya mengepal erat dan dengan cepat memukul kepala Felix dengan keras.
"Aaaakhh!" Felix memekik kesakitan.
"Jadi kau sejak tadi mengerjaiku? Tadi suaramu sangat lemah seolah akan mati saja, tetapi baru saja kau begitu bersemangat dan panik jika aku akan memanggil Papamu," geram Latte dengan menukikkan alis.
Felix segera beranjak sembari terkekeh dan berlari. Anak laki-laki itu sudah tidak mampu menyembunyikan tawanya. Sedangkan Latte semakin geram melihat tingkahnya.
"Dasar Felix bodoh!" Latte ikut beranjak dan mengejar Felix dari belakang.
Dua bocah itu kini berlarian dan tertawa renyah di bawah guyuran air hujan di dalam hutan. Tidak ada beban apapun yang mereka rasakan. Hanya kebahagiaan, permainan, dan tawa yang ada di pikiran. Sungguh! Masa-masa kecil yang menyenangkan dan tidak akan bisa terulang. Namun, akan selalu menjadi kenangan.
"Aku akan memukulmu jika tertangkap, Felix!"
"Lakukan saja jika kau bisa! Kakimu sangat pendek dan lamban seperti kura-kura."
~~~