Seorang Pangeran berjubah hitam tengah berjalan di hamparan taman istana Kekaisaran Deltora yang luas. Dia adalah Pangeran Liam yang berkeliling taman untuk menghirup udara segar. Sedangkan seorang pria berjambang dengan pakaian prajurit berjalan di belakangnya dengan wajah menunduk. Dia adalah Enzo yang bertugas untuk mengawal.
"Apa kau sudah mengirim hadiah penggalan kepala itu padanya?" Pangeran Liam bertanya tanpa menoleh ke belakang.
"Sudah, My Lord. Saya yakin mereka akan sangat terkejut karena Anda yang begitu cepat menebak dan menangkap bandit-bandit yang selama ini menjarah Pasar Dante." Enzo berujar sopan sembari menatap punggung Pangeran yang mengenakan jubah hitam. "Apakah Anda tidak ingin melaporkannya pada Kaisar Melvin, My Lord?"
Pangeran Liam menggelincirkan senyuman miring, "Belum saatnya ... aku masih ingin bermain-main dengannya."
Enzo mengangguk patuh masih dengan berjalan di belakang sang pangeran. "Emm, lalu apakah Anda sudah mempersiapkan diri untuk pertunangan yang sebentar lagi diadakan, My Lord?"
Sebuah pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Enzo membuat Pangeran Liam mengernyitkan dahi. Pangeran itu seketika menghentikan langkah dengan seraut wajah dingin dan datar. Di detik berikutnya, ia berbalik dengan netra biru yang menghunus prajurit kepercayaannya tersebut. Sedangkan Enzo yang merasa sedang ditatap lekat sontak menelan ludah susah payah sembari menundukkan wajah.
"Memangnya apa yang harus dipersiapkan, Enzo?" Pangeran Liam menunjukkan ketenangan di balik pertanyaan bernada dingin dan dalam.
Kembali Enzo menelan ludah yang terasa menyangkut di kerongkongan. Pria berjambang itu merasa hawa dingin yang menyeruak dan menyergap bulu romanya. "Emm ... mak-maksud saya ... apakah Anda akan menunjukkan wajah di depan publik saat pesta pertunangan nanti? Saya rasa itu terlalu beresiko, My Lord." Enzo bertanya dengan begitu hati-hati. Bahkan, ia sendiri tidak yakin pertanyaan semacam itu akan diterima oleh sang pangeran. Pasalnya, selama mengabdi menjadi prajurit kepercayaan Pangeran Liam, hanya peperangan, strategi, dan musuh yang sering mereka bicarakan.
"Kurasa kau tidak perlu memikirkan hal tidak berguna seperti itu karena aku sama sekali tidak menganggapnya penting." Pangeran Liam berdecak dengan tatapan meremehkan, "Jika bukan karena rencana konyol Kaisar, mungkin aku tidak akan pernah melakukan hal menggelikan seperti pernikahan."
Seseorang yang berada di balik pernikahan Pangeran Liam dan putri Perdana Menteri Duke Shancez memanglah Kaisar Melvin. Seorang pria yang masih menjabat sebagai Raja di Kekaisaran Deltora itu begitu ingin membuat Pangeran Liam menaiki takhta. Semua itu karena kontribusi Pangeran Liam yang membuat banyak keuntungan bagi wilayah kekuasaan Deltora.
Kemampuan berpedang serta sihir api terkuat yang dimiliki Pangeran Liam membuatnya selalu memenangkan peperangan hingga ia mendapat julukan sebagai Dewa Perang. Mengapa Kaisar Melvin tidak langsung menggunakan otoritasnya untuk mengangkat Pangeran Liam sebagai Raja? Sayangnya, cukup banyak halangan bagi Kaisar untuk mengangkat putra keduanya itu menjadi seorang Raja.
Pangeran Liam berbalik dan kembali berjalan. Sedangkan Enzo seketika dapat bernapas lega kala terbebas dari tatapan menghunus sang pangeran. Prajurit berjambang itu sontak kembali berjalan dan mengikuti Pangeran Liam dari belakang. "Tunggu, My Lord."
~~~
Di balik jendela kamar, Latte sedang berdiri sembari bertopang dagu di pangkuan jendela kamar tersebut. Senja berwarna jingga yang menembuskan bias sinarnya tidak mampu mengubah wajah cantik Latte yang sedang bermuram durja. Suara kicauan burung yang berada di sarang pohon juga tidak dapat menenangkan hatinya yang sedang gundah gulana. Pasalnya, tiga hari telah terlewati dan hari ini adalah saatnya, pesta pertunangannya bersama Pangeran Iblis.
Mengenai pesta, mereka yang mendapat undangan kini sedang bersiap-siap. Sebagian dari mereka merupakan murid dari akademi sihir yang juga akan hadir. Mereka cukup antusias dengan pesta pertunangan Pangeran Iblis dan salah satu teman mereka yaitu putri bangsawan yang terkenal jahat dan kasar. Bahkan, pesta pertunangan fenomenal itu telah membuat Pusat Kota Gripendor menjadi sibuk beberapa hari terakhir dengan kereta kuda yang berlalu lalang mencari kebutuhan untuk menghadiri pesta.
"Apakah Anda telah menunggu lama, Lady?" Seorang pria bergaya gemulai berdiri di belakang Latte. Pria itu adalah Desainer Alfonso.
Latte berbalik dan menatap Alfonso dengan seraut wajah datar. Alfonso mengembangkan senyuman lebar dan tiba-tiba mengangguk untuk memberi kode pada seorang wanita berambut merah di belakangnya, Marimar. Sebuah gaun indah berwarna putih tulang seketika dibentangkan oleh Marimar. Alfonso berbinar cerah kala memamerkan hasil karyanya yang sudah berupa gaun indah.
"Bagaimana? Apakah Anda menyukainya, Lady?"
Latte memandangi gaun indah itu dengan lekat. Kain sutra halus dengan kualitas terbaik serta desain menawan dengan bawahan d**a rendah membuat Latte menarik sudut bibirnya, tersenyum getir. Gadis cantik bersurai cokelat itu menggerutu dalam hati, 'Ck! Gaun indah ini akan dipakai di hari terburukku.'
Tidak mendengar jawaban, Alfonso menarik sudut bibirnya ke bawah dan menampilkan seraut wajah kecewa, "Ah! Sepertinya Anda tidak puas dengan gaun ini. Apakah Anda ingin menggantinya dan memilih gaun lain?"
Latte menggeleng, "Tidak perlu. Aku cukup menyukai gaun itu. Meskipun penampilanmu terlihat aneh dan lembek seperti sayur, tetapi bakatmu cukup membuatku terkejut." Alfonso seketika membeliak kala sebuah kalimat pujian yang terbalut hinaan keluar dengan santainya dari mulut Latte.
Mengibaskan kipas kuning yang sejak tadi dipegang, pria gemulai itu hanya tersenyum hambar dan mencoba untuk bersabar. Sudah bukan rahasia umum lagi mengenai sikap buruk Latte yang tidak jarang mengeluarkan kalimat pedas dan kasar. "Terima kasih banyak atas pujian Anda, Lady. Marimar akan membantu Anda mengenakan gaun ini dan setelahnya saya akan merias Anda menjadi seorang wanita layaknya burung angsa yang sangat cantik dan menawan." Pria gemulai itu masih mengembangkan senyuman kemudian berpamitan undur diri. Sedangkan Marimar dan beberapa pelayan yang lain mulai membantu Latte untuk mengenakan gaun.
Beberapa menit telah terlewati. Alfonso kembali berbinar cerah kala kini telah berada di belakang Latte yang sedang terduduk dan melihat bayangannya sendiri dari pantulan cermin di hadapannya. Alfonso telah selesai merias wajah cantik Latte. Dengan gaun elegan berwarna putih tulang bermodel bawahan d**a rendah serta mahkota kecil yang bertengger di pucuk kepala, gadis itu tampak begitu memesona.
"Lihatlah! Anda terlihat seperti Dewi dari pulau terpencil dan damai, Lady. Ouh ... apakah ini karena keajaiban dari tangan emas saya?" Alfonso berujar heboh sembari mengangkat kedua tangannya.
Sedangkan Latte hanya memutar bola mata jengah, "Ya, terserah kau saja. Apakah ini sudah selesai?"
Alfonso mengangguk, "Sudah, Lady. Percayalah! Baru kali ini saya merasa takjub saat melihat kecantikan seorang wanita. Sebab, biasanya saya hanya takjub pada ketampanan seorang pria, ho-ho-ho." Alfonso terkekeh kering kemudian mengulum senyum. "Ah! Saya yakin jika Anda akan menjadi pusat perhatian di pesta nanti."
Latte memutar bola mata jengah untuk kedua kali. Di detik berikutnya, gadis itu beranjak berdiri. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti kala pintu kamarnya terbuka dan menampakkan seorang gadis dengan dandanan menyilaukan mata. Gadis itu adalah Sofia dengan gaun berwarna kuning mencorong yang bertabur berlian swarovski.
Sofia begitu ingin terlihat menonjol melebihi pemeran utama dalam pesta yaitu Latte. Ya, para penggemarnya yang sebagian besar merupakan murid laki-laki di akademi sihir juga hadir dan membuat gadis itu tidak sabar untuk memamerkan kecantikannya yang ia anggap paripurna.
Alfonso yang melihat kedatangan Sofia seketika memberikan salam dengan sopan dan berpamitan undur diri. Sedangkan Sofia yang masih berdiri di ambang pintu hanya menatap remeh penampilan Latte yang menurutnya hanya biasa saja dan masih jauh lebih cantik dirinya beribu-ribu kali lipat. Namun, sayang itu hanya menurutnya saja. Gadis itu kemudian melayangkan tatapan sinis sembari melipat kedua tangan di depan d**a, "Cepatlah turun, makhluk jelek! Mereka sudah menunggumu di bawah sana."
~~~