Setibanya Liangyi di kerajaan. Dia menemui mamanya di kamar. Permaisuri Yang Qi Luo sedang meminum teh dan memakan kue teratai.
“Salam Yang Mulia Permaisuriku yang cantik!” sapa Liangyi.
“Ah, kau dari mana saja?” tanya wanita berumur 58 tahun itu.
“Aku baru berkeliling beberapa kota, mendapatkan beberapa masalah yang harus ditangani.”
“Hmm, cerita padaku sini, sambil minum teh dan temanilah mamamu.”
Liangyi tersenyum, duduk di sampingnya. “Boleh aku memelukmu, Ma?”
“Kenapa tidak? Aku juga merindukanmu.” Qi Luo pun merentang tangan. Pangeran tampan Liangyi menyandar ke tubuh hangat mamanya.
“Bukankah terkadang sekuat apa pun hati dan sikap kita, butuh pelukan juga?” tanyanya.
“Iya, Ma. Aku terkadang ingin dipeluk untuk mendapatkan energi baru.”
“Haha, kenapa kau tidak berani memeluk Ayahmu?”
“Karena Ayah tidak suka memeluk putranya.”
“Hmm, kau salah, Liangyi, Ayahmu juga ingin dipeluk putranya, tetapi selama ini yang suka memeluknya hanya Chen. Dia juga ingin mendapat pelukan darimu atau pun si kaku Jiangyi.”
Liangyi spontan tersenyum. “Kakak juga tidak pernah memeluk Ayah?”
“Tidak! Dia sangat anti dipeluk. Mama saja sudah lama sekali tidak dipeluknya.”
“Nanti aku bilangin, dia harus memeluk mama mulai sekarang, setiap pagi!”
“Hahaha! Tidak perlu setiap pagi juga!”
Liangyi menarik diri, tersenyum pada wanita hebat di depannya. “Ma, terima kasih sudah melahirkanku. Aku sangat bahagia bisa dilahirkan dari rahim istimewa ini.”
“Uuh, kau ini, membuat aku terharu saja.” Qi Luo berkaca-kaca, menyeka sudut matanya karena ucapan sederhana itu.
“Kelak salah satu dari kalian akan menikah dengan putri dari kerajaan Shan. Mama tahu pasti kalian merasakan gejolak penolakan.”
Liangyi tersenyum. “Mama tahu saja, tapi apa mungkin menentang keinginan Ayah?”
Sang mama menggeleng. “Tidak, tapi percayalah, kalau semua itu demi kebaikan kerajaan kita.”
Liangyi tersenyum saja mendengarnya.
“Menjalani pemerintahan di sini, tidak semudah yang terlihat. Ayah sudah berusaha keras agar kita semua mendapat hidup yang layak. Semua rakyat sejahtera dan juga terlindungi.”
“Ya, meski ada beberapa lalat yang harus dipukul. Mereka menyebar penyakit.”
Qi Luo tersenyum. “Itu tugasmu saat ini. Lakukan dengan bijak dan ingat, kau juga butuh bahagia. Apa yang membuatmu bisa tersenyum selain memeluk mama?” tanyanya.
“Semua hal bisa membuatku tersenyum, Ma, tadi aku mengunjungi pusat belajar kita. Namun, aku menemukan beberapa kendala, anak-anak itu jarang dikasih sarapan oleh orang tuanya. Setelah aku selidiki, katanya orang tua mereka tidak punya biaya.”
“Bagaimana bisa? Setiap bulan kita kirimkan cadangan makanan sesuai pendataan.”
Liangyi mengangguk. “Benar, itu yang harus diselidiki ulang sama badan yang bertanggung jawab mengurus hal itu.”
“Huh, nanti mama bantu katakan sama papa, biar dia menegur mereka.”
Liangyi tersenyum. “Bila butuh saksi, aku dan Kanebo siap mengatakannya.”
“Aku percaya padamu, Kanebo juga sangat baik. Dia mau bekerja untukmu dengan hati senang.”
Liangyi tertawa kecil. “Terkadang aku merasa dia lebih cocok jadi pangeran, dia sangat tegas.”
“Hush! Tidak boleh seperti itu, kau pangeran yang terbaik. Dia hanya pengawalmu saja sekaligus orang yang dipercaya untuk mengurus data-data keamanan wilayah Kangxi.”
Liangyi tersenyum kemudian melanjutkan pembicaraan yang berlangsung sampai beberapa saat. Permaisuri hebat Liangyi itu terus tertawa saat anaknya bercerita tentang berbagai lelucon yang didapatkannya saat berada di lapangan.
*
Sementara itu, di Kerajaan Shan. Mereka sudah mempersiapkan semua yang ingin dibawa untuk pertemuan besok.
Semua cenderamata yang akan diberikan untuk orang penting di kerajaan Kangxi sudah disusun dalam ruangan. Besok tinggal bawa saja.
Putri Li Wei sangat gugup. Seharian dia memandangi dirinya di cermin kemudian melakukan kegiatan yang membuatnya melepas hormon endorfin supaya tidak menyebabkannya pusing dan merasa bahagia juga.
“Kenapa kau gugup, Tuan Putri?” tanya Fen Lin.
“Bagaimana aku tidak gugup. Besok aku akan bertemu dengan 4 pangeran tampan dari Kangxi. Salah satunya bahkan akan menjadi suamiku.”
“Aah, sangat senang mendengarnya. Berarti status Tuan Putri akan berubah.”
“Dayang Fen, masalahnya dari keempat pangeran itu, yang pernah aku temui di lapangan hanya satu.”
“Oya, Siapa? Apa kalian kenalan?”
Li Wei menggeleng. “Tidak.”
“Yaaah, kenapa tidak kenalan?”
“Karena aku melihatnya sedang menghadiri acara besar di pusat seni.”
“Oooh, begitu. Apa dia tampan?”
Li Wei tersipu malu. “Ya, dia sangat tampan dan juga perkasa.”
“Wah! Jangan sampai besok Tuan Putri hanya melihat ke arahnya saja, ketiga pangeran lain bisa cemburu.”
“Hihihi, kau ini! justru aku bingung. Bagaimana kalau seandainya aku malah menikah dengan pangeran lain?”
“Humm, berarti pilihan itu yang terbaik untuk Tuan Putri, syukur-syukur bisa bersama pangeran tampan itu.”
Li Wei tersenyum mengaminkan ucapan dayangnya. Benar-benar membuatnya takut sekali. Keinginan hati wanita itu adalah bersama pangeran yang menguasai yoyo ajaib.
*
Keesokan paginya.
Si kembar Chen dan Chang masuk ke kamar kakaknya saat matahari belum terbit. Mereka membangunkan Liangyi dengan cara berbaring di sisi kanan dan kiri kakaknya, lalu menggoyang-goyang tubuhnya mendekati Liangyi agar terbangun sendiri karena merasa sempit.
“Duh, aku mengantuk sekali!” sindir Chang.
“Aku juga, Chang!” sahut Chen.
Liangyi mendengar suara adik-adiknya ada di dekat sana. “Aahh, kenapa kalian menggangguku?!” bentaknya kesal.
“Karena kami ingin bicara,” jawab Chang.
“Nanti saja saat aku sudah bangun!”
“Lho, bukannya sekarang sudah bangun? Buktinya sudah menjawab ucapan kami,” sahut Chen.
“Pergilah, aku masih butuh tidur.” Liangyi mendorong mereka berdua supaya menjauhi tempat tidurnya.
Si kembar pun terjatuh. Membuat bunyi yang membuat Liangyi tersenyum sendiri tanpa harus membuka mata kemudian tubuh Liangyi direnggangkan ke segala arah supaya adiknya tidak mengganggu.
“Kakak jangan lupa pada misi kita ya,” kata Chen.
“Hmm.”
“Serius ini!” sahut Chen lagi.
“Iya! Berisik amat! Lagi pula siapa yang mau dengan putri kerajaan Shan? Aku bisa cari sendiri,” jawab Liangyi.
“Hehe, kami juga berpendapat seperti itu. Saat ini kami masih perlu banyak belajar, kalau menikah dini – akan sulit belajar lagi.”
Liangyi tersenyum. “Aku minta kalian menguasai beberapa ilmu baru dalam waktu seminggu ini. Nanti aku menagihnya dan menghukum kalian jika tidak berhasil!” pintanya.
Mendengar perintah sang kakak, kedua adiknya itu berjalan mengendap-endap meninggalkan ruangan. Biar seolah tidak mendengarnya.
Liangyi mengernyit, tidak mendengar suara mereka lagi dari sekitar. Matanya terbuka dan melihat adiknya sudah tidak ada lagi di sana.
“Ck! Dasar mereka ini membuatku kesal saja! kalau kusuruh belajar, pasti ada saja alasannya. Awas mereka!” gerutunya kemudian tidur lagi.