“Kami telah berkelana ke beberapa daerah, mereka semua merasa senang saat kami melakukan kerjasama. Tidak perlu mencari tahu apakah kota itu memiliki banyak orang sakit atau tidak? Sebab, terkadang masyarakat memilih menyimpan sakitnya karena tuntutan pekerjaan. Bukan hanya Kangxi, tapi wilayah lain juga seperti itu,” ujar Jiangwu.
“Apa hasil dari pemeriksaan kalian di kota lain?” tanya Bao Long lagi.
“Sama seperti anda, penyakit mereka baru ketahuan parah setelah saya memegangnya secara langsung. Banyak dari rasa sakit itu didiamkan tanpa mencari tahu obatnya, padahal itu bisa membahayakan serta membuat hidup menderita. Mereka cocok meminum herbal dari kami dan berterima kasih karena telah membantu mereka menemukan solusi.”
Pria yang berlaku sebagai pimpinan perbatasan tidak bisa serta merta mengizinkan mereka. harus melalui beberapa tahapan dahulu. Syarat dari panglima kerajaan harus dijalani.
“Aku tahu kau berniat baik, tapi kami tidak bisa menerima orang masuk ke Kangxi sembarangan. Kami harus memastikan kau tinggal di suatu tempat dan tidak mengganggu masyarakat.”
“Kami akan tidur di tenda-tenda yang kami dirikan. Kami hanya butuh lahan luas sebagai tempat mendirikannya,” sahut Jiangwu.
“3 kali dalam 24 jam, kalian harus memberi laporan pada kami dan lokasi kalian melakukan pemeriksaan akan dijaga ketat oleh prajurit kami.”
“Ya, Tuan tanpa nama, kami akan melakukan syarat yang berlaku di sini.”
Bao Long tersenyum. “Aku Xiao Bao Long, jika kalian terbukti melakukan kesalahan, maka aku akan menangani kalian semua tanpa ragu.”
“Baiklah, Tuan Xiao Bao Long, saya paham.” Pria itu tersenyum, apalagi saat tahu nama asli pria di hadapannya. Xiao Bao Long artinya adalah pangsit kukus berukuran kecil yang sangat terkenal karena rasanya enak.
Selama mereka menunggu keputusan, pasukan tadi menanti di tenda sementara dan Bao Long meminta Jiangwu menyiapkan obat untuknya. Bila ternyata obat itu manjur, bisa menjadi nilai lebih dalam proses izin tinggal selama beberapa bulan.
Bao Long kemudian pergi menemui Kanebo. Pimpinan yang lebih berkuasa dari dirinya. Sekitar satu jam kemudian pria itu tiba di kerajaan dan masuk ke ruangan kerja Kanebo.
“Salam sejahtera untuk Tuan Kanebo!” ucapnya.
“Ya, terima kasih! Masuklah!” pintanya.
“Maaf mengganggu pekerjaan anda,” sahutnya setelah melihat banyak kertas di atas meja yang sedang diperiksa oleh Kanebo.
“Katakan, apa yang membawamu ke sini?” tanya Kanebo.
“Kita mendapatkan tamu, mereka adalah rombongan Sehat Bugar yang berpakaian putih dengan tujuan untuk menginap di sini, mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis untuk masyarakat kemudian mengobati mereka.”
“Apa biaya obatnya mahal?” tanya Kanebo.
Bao Long lupa menanyakannya karena buru-buru datang ke tempat ini. “Maaf, Tuan! Saya tidak menanyakan hal itu.”
“Tujuannya bagus, tapi kita tidak tahu apakah itu hanya siasat saja atau memang benar adanya. Sebagai antisipasi, tanyakan secara detail, biaya, bahan yang mereka gunakan untuk obat berasal dari mana? Berapa lama mereka akan berada di sini dan apa keuntungan kita?”
“Iya, Tuan.”
“Jika mereka terbukti memeras rakyat maka jebloskan ke penjara! Saya tidak suka melihat orang-orang licik yang mencari uang dari rakyat kita.”
“Baik, Tuan.”
“Mengenai lokasi, sebaiknya ditempatkan di mana, Tuan?”
“Tempatkan di wilayah barat daya Kangxi. Di sana banyak orang tua yang sering mengeluh sakit, tapi tidak ada satu pun yang bisa mengobati mereka.”
Bao Long mengerti, wilayah itu punya tingkat penghasilan terendah. Bila terbukti mereka bisa menyembuhkan dengan biaya minim, berarti Kanebo percaya pasukan tersebut memang bersifat relawan bukan hartawan yang menyusup untuk mencuri demi memperbanyak isi kantong.
Setelah menerima perintah dari Kanebo, Bao Long langsung kembali ke posko untuk melanjutkan proses penyelidikan. Mereka bersedia dibayar seadanya dan akan memberikan obat sesuai kemampuan pasien. Asal obatnya dari tanaman liar yang akan mereka cari di hutan atau dibeli di pasar tradisional desa sekitar.
Namun, saat diminta untuk memulai pemeriksaan di wilayah barat daya Kangxi, tampaknya Jiangwu tidak senang, tapi berusaha menutupinya di depan Bao Long agar mendapatkan izin tinggal.
Pria itu harus melengkapi berkas-berkas yang telah diberikan. Bila sanggup memenuhi syarat-syarat yang tertera, mereka boleh tinggal selama sebulan. Waktunya tidak banyak, mereka harus segera pergi ketika dirasa cukup dan tidak diperpanjang lagi oleh Kanebo.
Di dalam kerajaan Shan.
Panglima Baojia sudah menyampaikan pesan dari Kaisar Hongli mengenai niat mereka untuk memperkenalkan Putri Kerajaan Shan dengan Putra Kerajaan Kangxi.
Kaisar Han Haocun mendengar semua penjelasan tersebut dan bersedia untuk membawa putrinya mengunjungi kerajaan mereka beberapa hari lagi. Raja meminta semua pengawal mempersiapkan alat dan kendaraan. Sang Raja memanggil putrinya untuk datang ke kamarnya, mereka akan bicara secara empat mata.
Pelayan Raja datang menghampiri kamar sang Putri, pelayan wanita yang berjaga di sana segera menyambutnya.
"Salam, dayang Fen Lin! "
"Salam, pengawal Tao! Ada apa datang ke kamar Tuan Putri?” tanya wanita itu.
“Saya ingin menyampaikan pesan pada putri untuk menemui Yang Mulia Kaisar,” jawab pengawal itu.
“Saya akan sampaikan, Tuan Putri sedang membersihkan diri,” sahutnya.
“Baik, dayang Fen Lin, saya undur diri.”
“Hmm,” sahutnya. “Eh, tunggu sebentar!” panggilnya mematahkan langkah yang hampir berayun.
“Ada apa, Dayang?”
“Kira-kira ada masalah apa ya - Tuan Putri dipanggil oleh Yang Mulia Kaisar?” tanya Fen Li.
Alis Tao naik sebelah, rasanya tidak ada hak untuk menyampaikan maksud tersebut di depannya, kecuali dia mempersilakan masuk dan bertemu langsung dengan Tuan Putri.
“Maaf, saya tidak tahu,” ujarnya takut disalah gunakan informasi tersebut.
Dayang Fen Lin pun melipat bibirnya saat pria itu pergi dari hadapannya. “Susah sekali mendapat informasi,” sahutnya geram.
Wanita itu masuk ke dalam ruangan, dayang pribadi Tuan Putri berjalan mendekati kolam pemandian yang ada di sisi luar kamarnya. Terlihat beberapa orang dayang lain sedang melumuri lulur dan membantunya mencuci rambut.
“Tuan Putri,” sapanya.
“Ya, dayang Fen Lin, ada apa?”
“Yang Mulia Kaisar memanggil anda,” jawabnya.
“Hmm, ada masalah apa?”
“Si Tao tidak pernah mau mengatakannya, pria itu sangat menyebalkan,” ucapnya.
Wanita cantik berparas ayu dan lembut tersebut pun tertawa kecil. “Kau jangan marah dayang Fen, saat cintamu tidak terbalaskan oleh pengawal Tao, bukan berarti dia tidak suka. Bisa jadi dia memang suka, tapi sayang masih malu,” tandasnya menghibur dayangnya.
“Haha, Tuan Putri bisa saja.”
Wanita bermata coklat terang itu pun mengayun lemah kelopak matanya, alis matanya yang lebat bak semut beriring itu pun mengerut sedikit, memikirkan masalah yang terjadi sampai sang ayah memanggilnya.