Inspeksi Mendadak

1133 Kata
Sesampainya mereka di Desa Barat Daya, Kanebo memberhentikan MT sedikit jauh dari lokasi pengobatan. Liangyi turun, melihat antusias masyarakat sangat baik pada kegiatan tersebut. Bahkan anak buah kepala desa berkeliling untuk menyebarkan informasi terkait pengobatan itu. Kanebo memanggil salah satunya. “Hei, Kau!” tangannya mengayun ke arahnya. Pria berjanggut tebal pun menghampirinya. “Ya, Tuan?” “Ada apa di sana?” tanya Kanebo berpura-pura tidak tahu. “Ada pengobatan murah, pengecekan kesehatannya gratis, tetapi obatnya bayar.” “Berapa bayarnya?” tanya Kanebo. “Sepertinya beragam. Sesuai jadwal. Ada jam untuk orang miskin, ada untung menengah dan orang atas.” Liangyi mendengar ucapan pria itu dari balik MT-nya. Bayarannya tidak sama? Apa ada maksud tertentu dibaliknya? tanya sang pangeran dalam hati. Kanebo tertawa kecil “Jadi, mereka memberikan harga berbeda sesuai kemampuan?” tanyanya. “Iya, Tuan.” Kanebo melepasnya pergi setelah mendapat kabar itu. Liangyi memanggil Kanebo, segera pria tersebut mendekatkan diri. “Kita harus menyelidikinya. Ini terkait masalah keuangan rakyat kita yang beragam. Aku harus tahu kualitas obat yang mereka gunakan antara harga mahal, murah dan sedang.” “Iya, Tuan, ide bagus. Saya akan meminta anggota saya untuk menyamar menjadi orang sakit, mereka akan melihat langsung yang terjadi di dalam.” “Ya, setidaknya hari ini aku ingin melihat langsung ke sana,” pintanya. Kanebo segera mengawal pangeran kedua berjalan ke arah tenda. Semua penduduk memberi salam dan penghormatan pada Liangyi. Memberi jalan juga untuk menuju tenda itu. Sesampainya di depan kemah, Kanebo membukakan pintu yang terbuat dari terpal berwarna hijau. Di dalam, Liangyi melihat banyak orang yang berbaring dan sedang dipegang oleh para pria. Satu orang satu penanganan. Ada sekitar 6 tempat tidur di sana. Beberapa dari mereka menjerit sekuat-kuatnya, Liangyi sampai mengernyit seram mendengar jeritan mereka seperti sedang kesurupan. “Ah, Pangeran Liangyi!” kata salah satu orang yang sedang berobat. Sontak semua menatap ke arah Liangyi. Pria itu tersenyum padanya. “Tuan ini sakit apa?” tanya Liangyi menunjuk ke arah pria yang memanggilnya tadi. Pria yang memijatnya pun terkejut mendengar pasien memanggilnya dengan sebutan pangeran. Pria itu langsung mendekati Liangyi dan memberi hormat. “Salam, Pangeran. Selamat datang di perkemahan kami, maaf kalau keadaannya kacau.” “Ya, saya memang sedang mengamati kalian. Kau belum jawab pertanyaanku, pria ini sakit apa?” ulang Liangyi. Sejenak pria pemijat itu menoleh. “Dia mengalami pergeseran sendi yang sudah sangat lama. Proses mengembalikannya memang menyakitkan.” “Hmm, terus setelah kau pijat, apa yang akan dilakukannya?” tanya Liangyi. “Setelah itu-“ Ucapannya terputus karena Jiangwu datang memutus pembicaraan. “Hohoho! Ada tamu! Selamat datang! apa anda mau kami obati?” tanyanya. “Jaga bicaramu!” tegur Kanebo. Jiangwu pun tertegun. “Memangnya ada apa? siapa dia?” tanya Jiangwu. “Dia adalah pangeran kedua dari kerajaan Kangxi, Wang Liangyi! Harusnya kau beri hormat, bukan menegurnya seperti seorang teman!” perintah Kanebo. Liangyi pun tersenyum. Jiangwu mati kutu karena dibilang seorang pangeran. Pria tersebut langsung mengajak semua pekerjanya untuk berhenti dan menegurnya. Untuk masalah menutupi kesalahan, Jiangwu memang jagonya. Hal itu yang membuat dia bisa memancing kepala desa untuk bernegosiasi pada keuntungan pengobatan. “Salam, Pangeran Kangxi!” kata Jiangwu. “Maaf atas kelancanganku dalam menyambut kedatanganmu tadi.” "Siapa kau?" tanya Liangyi tegas. "Saya adalah Zhang Jiangwu, ketua rombongan Sehat Bugar. Senang sekali bisa bertemu dengan anda, tidak perlu datang ke istana untuk bertemu, tetapi malah bisa bertemu di sini." "Aku memang pangeran yang mengawasi keamanan, jika terjadi sesuatu yang membuat rakyat tidak nyaman, kau berurusan denganku." Jiangwu pun berakting ketakutan. "Tidak, Pangeran. Saya tidak akan melakukan itu, niat kami baik, ingin membuat rakyat Barat Daya sehat.” “Jika kau terbukti melakukan hal buruk pada masyarakat di sini, aku tak segan menghukummu dengan caraku sendiri.” “Baik, Pangeran Wang Liangyi!” ucapnya menunduk sambil berpikir harus tetap bermain cantik agar tidak berurusan dengan dirinya. Aneh, dia pangeran, tetapi tidak memegang pedang atau alat keamanan lainnya, gumam Jiangwu dalam hati. Mendengar kedatangan Pangeran Laingyi, kepala desa tergesa-gesa datang untuk menyambutnya. “Ma-maafkan saya, Pangeran Liangyi! Saya tidak tahu kalau anda datang.” Liangyi melihat kancing pakaiannya saja tidak beres letaknya. Ada kemungkinan dia melarikan diri dari suatu aktivitas yang membuatnya melepas pakaian hanya untuk menghampirinya. “Apa kau sudah tahu mengenai kegiatan ini?” tanya Liangyi. “Ya, Pangeran, saya sudah tahu. Mereka juga sudah melaporkan kegiatan ini kemarin.” “Kau selaku pejabat daerah, perannya adalah memastikan rakyatmu aman dan tentram. Jika mereka melakukan kesalahan, kau bisa melaporkannya.” “Iya, Pangeran, saya paham!” “Baiklah, saya tidak punya waktu.” Liangyi pergi, kepala desa memberi salam dan menunduk, sama seperti rakyat lain yang melihat dan mengikuti arahnya berjalan. Kanebo kembali mengatakan pada mereka bahwa mereka berhak melaporkan kejadian aneh atau buruk di desa ini pada prajurit yang bertugas atau pada pejabat daerah. Beberapa dari mereka saling melirik, batinnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa terucap karena yang berkaitan ada di sana, kepala desa yang tamak akan harta itu. * Dalam perjalanan meninggalkan Desa Barat Daya, Liangyi menyempatkan untuk tidur siang sebentar. Meski hanya beberapa menit, mampu membuatnya fit setelah terbangun. Namun, dalam perjalanan. Terjadi keributan di desa lain. Terlihat beberapa pria saling serang dan pukul-pukulan. Membuang semua harta benda dari dalam rumah. Kanebo, menghentikan MT dan melihat ke arah kaca yang memantul ke belakang. Liangyi sangat terlelap, tidak sanggup dia membangunkannya. Tetapi, ternyata pria itu tetap bisa mendengar walau matanya tertutup rapat. “Apa yang terjadi, Kanebo?” “Saya kurang tahu, tetapi mereka saling serang menggunakan kayu dan tangan kosong. Di sana ada kakek-kakek yang tidak berdaya, seorang nenek juga menjerit histeris.” “Lakukan yang perlu kau lakukan,” perintah Liangyi. Kanebo turun, berdeham kuat hingga mereka menghentikan perkelahian. “Ada apa ini?” tanyanya. Wajah babak belur, luka di mana-mana dan terakhir si kakek yang lemas pun terduduk. Bersyukur saat melihat pengawal pribadi dari kerajaan datang menghampiri. “Tolong kami, Tuan!” rengek nenek itu. “Heh, jaga mulutmu! Kami tidak akan memaksa kalau kalian membayarnya.” Kanebo masih tidak bisa menerima informasi terang bila mereka masih adu mulut. “Ada apa, Nek?” tanya Kanebo pada wanita tua itu. “Kami akui kami salah. Cucu kami meminjam uang pada renteniir ini hingga menghasilkan bunga 500% dari jumlah yang dipinjamnya.” Kanebo menatap empat pria itu. “Berapa jumlah yang dipinjam cucunya?” tanya Kanebo. “40 koin perak.” “Oh. Sudah berapa lama?” tanya Kanebo lagi. “Sudah dua bulan!” jawabnya meninggi. “Turunkan suaramu, atau pedangku yang akan naik!” balas Kanebo emosi. “Maaf, Tuan.” “Dua bulan 500% ? pakai aturan mana kalian? Renteniir dari mana kalian?” tanya Kanebo tegas. “Kami dari sini juga, Tuanku.” “Dari sini? berarti dari Kangxi kan?” tanya Kanebo. “Iya, Tuan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN