Zeema 7

1274 Kata
Blam! Aku terdorong begitu jauh, tubuhku terhempas dengan cepat menembus tembok-tembok hingga tubuhku terhenti di sebuah ruangan yang sangat asing dari ingatan. "Tempat siapa ini?" Gumamaku. Rasa kebingungan membuatku berjalan kesana kemari, hingga aku memutuskan untuk melihat segalanya dari atap rumah. Aku naik ke atas, bangunan ini sangat tinggi dengan desain moder yang terbuat dari kaca hitam, bangunan dengan campuran warna hitam dan abu-abu yang kulihat dari atas begitu besar. Kembali menatap sekeliling, bangunan ini jauh dari pemukiman yang lain, ada banyak pepohonan yang mengelilinginya, membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke kota. "Ini tempat siapa sebenarnya? Tempat kakek tidak sebesar ini...." Gumamaku. "Kenapa aku bisa sampai kemarin? Ada apa sebenarnya?" Tak ingin terlalu banyak berfikir, aku turun kebawah, memperhatikan para pekerja yang berlalu lalang membersihkan halaman rumah. Cukup lama aku menatap segalanya, bahkan aku tak sadar tubuhku sudah sampai di sebuah pintu berwarna hitam berlapiskan kaca. "Rumah ini terasa begitu pengap! Seolah tidak ada kehidupan segalanya berwarna hitam dan abu-abu, meskipun ada warna cerah itu juga emas." "Aku sangat bosan....." Perlahan memasuki ruangan itu, aku semakin dibuat tercengang dengan isinya. Ada sebuah patung emas di atas pancuran air, patung itu berada di tengah-tengah ruangan megah ini . "Patung emas? Ini patung kuda yang di buat dari emas? Pemiliknya sekaya ini?" "Sudahlah Zeema! Kau sangat kampungan hahahaha...." Dari kejauhan aku bisa mendengar ada suara mobil yang datang menghampiri bangunan ini, kembali aku naik ke atas. Benar saja, ada beberapa mobil berwarna hitam yang tengah mengikuti satu mobil berwarna merah, mobil itu terlihat jauh lebih keren dari mobil-mobil yang mengikutinya. Aku berjalan mendekat, ingin tahu siapa yang keluar dari mobil sport merah itu. Pintu mobil terbuka, beberapa pelayan berlari kecil menghampiri lalu membungkuk. Sedangkan aku, "Disaka....." Pria yang keluar dari mobil itu Disaka, tubuh gagah tinggi berjas hitam dengan kacamata yang melekat indah di antara tengkuknya semakin memancarkan aura ketampanannya itu. Berjalan begitu angkuh, tak ada mimik ramah yang di tunjukkan nya. Namun tak sedikitpun membuatku terpesona, hanya umpatan yang menumpuk di pikiranku. Bahkan aku tak sadar jika tubuhku berjalan mengikutinya. "Eh? A-aku tak merasa jika aku menggerakkan tubuhku, kenapa melayang sendiri........." Disaka membawaku pada kamarnya, ruangan dengan sebuah kasur yang cukup besar, ini kamar kan namanya? Pria itu melepaskan satu persatu pakaiannya, aku yang melihat aksi itu menutup kedua mataku. Saat aku menutup mataku dengan tenang, aku bisa mencium begitu jelas aroma tubuh Disaka. Aroma maskulin yang begitu menyengat di hidung. "Ahh....." Suara itu membuatku menelan saliva ku sendiri, aku membuka sedikit mataku. Menatap disaka yang bertelanjang dda, merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tubuh pria ini sangat berbentuk, ada.... "Sembilan kotak di tubuhnya, dda ny sangat besar. Sepertinya punyaku kalah besar...." Gumamaku. Tubuh Disaka sangat tinggi dan besar, sepertinya badanku bisa langsung patah jika dia melempar ku. Rasanya aku bergidik ngeri, membayangkan betapa kejamnya pria ini pada orang lain. Tok Tok Tok Ceklek.... Pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria yang ku ingat sebagai asisten Disaka. "Tuan, nona vely sudah sampai." "Minta dia menungguku di ruangan biasa Wan." "Baik tuan." Pria yang di panggil wan itu kembali menutup pintu, sedangkan Disaka mendudukkan tubuhnya sebelum beranjak menggunakan sebuah kain berwarna abu-abu untuk menutupi tubuhnya. Lagi-lagi tubuhku mengikutinya, aku benar-benar kebingungan dengan apa yang terjadi padaku. Cukup lama kami berjalan, aku masih senantiasa berdiri di belakang pria ini, menatap punggung lebarnya. Saat sampai di sebuah ruangan, seorang gadis langsung menghamburkan tubuhnya pada Disaka. Dengan cepat pria itu mendorongnya, sangat kasar hingga gadis itu jatuh terduduk. "Kenapa kau terus menolak ku?!" "Apa yang membuatmu datang kemari?" "Aku merindukanmu, Disaka sungguh! Aku rela menjadi gadis malam mu, aku ingin hidup bersamamu. " Ucapnya seraya memberikan sebuah map besar pada Disaka. "Ayah sudah menerima kontraknya, apa kita akan berhubungan?" Disaka masih berdiri dengan tegap menatap datar ke arah gadis di hadapannya. "Aku mencintaimu Disaka." "Eww...." Itu terdengar menjijikan di telingaku sungguh. "Dengar vely, sekalipun ayah mu memberikan semua aset nya padaku, aku tak sudi bermalam bersama wanita rendahan seperti mu." "Disaka....." "Kontrak tetap terjalin, tapi tidak ada hubungan apapun antara aku dan kau!" Disaka menatap para pelayan yang menunggu, memberikan isyarat untuk membawa wanita ini keluar. "Berikan aku satu kesempatan saja, aku yakin kau pasti puas." Mendengar ucapan itu, Disaka tersenyum sinis. Dengan satu angkatan tangannya, para pelayan itu menyeret wanita yang di panggil vely keluar. Kami kembali ke kamar, map yang tadi di bawa Disaka, di buang begitu saja ke tempat sampah. Sembarangan melepar kain yang di pakai nya, bahkan jas, dasi, kemeja, pakaian yang tadi di pakainya tergeletak begitu saja di atas kasur. Berjalan acuh memasuki kamar mandi, membuatku berdecak. "Kenapa dia jorok sekali." Gumamaku seraya membereskan pakaian nya, memasukkannya kedalam keranjang berukuran sedang di sisi pintu kamar mandi. Aku mendudukkan tubuh ku di tempat sebelumnya Disaka tidur, menatap seisi kamar. Bahkan sudut kamar ini saja terlihat indah, tapi tidak terasa hidup. "Aku merasa pria ini sangat suram." Aku berjalan ke arah jendela, menatap bulan yang sangat terang di malam ini. Segera aku membuka jendela. Wuss..... Angin malam menerpa wajahku, merasakan sensasi sejuk yang menyelimuti. Aku mengelus lenganku sendiri, merasakan angin membawa rambutku terbang. "Malam ini sejuk sekali......" Gumamaku. Samar-samar aku mendengar seseorang tengah bergumam, aku menoleh menatap ke arah pintu kamar mandi. Menunggu seseorang keluar dari sana. Seutas senyum terlihat saat kedua mataku menatap Disaka keluar dari kamar mandi, berbalut handuk di pinggang, rambut yang masih basah tengah berusaha di keringkan dengan handuk. Disaka berjalan ke arah ruang ganti, tubuhku tak mengikutinya lagi. Tak terlalu lama, Disaka kembali keluar dengan celana jogger abu-abu, berbalut kaus hitam dengan bagian tangannya yang terlihat sempit karena otot tubuh pria ini. Disaka berjalan ke arahku, seraya mengeringkan rambutnya. Pria ini ikut menatap bulan di malam hari, rahangnya begitu indah di pandangan. Aku segera menggeleng, kembali menatap bulan. "Ada di mana kedua orang tuaku sekarang.." Gumamku. "Tumben sekali bi ina membuka jendela." Ucapnya. Kembali masuk ke dalam, pria ini terhenti menatap keranjang pakaian bekas. "Jika bajuku di bereskan kenapa tidak sekalian di bawa saja, aku tak suka menumpuk pakaian bekas!" Wajahnya terlihat kesal, dia kesal karena masalah sepele? Tok Tok Tok Disaka membukakan pintu, menatap seorang wanita paruh baya. "Tuan, saya ingin mengambil pakaian bekas." "Jangan menumpuk pakai bekas terlalu lama, jika sudah di bereskan langsung di bawa saja!" Wanita paruh baya itu terlihat kebingungan karna ulahku, tapi ia hanya membalas ucapan Disaka dengan anggukan saja. Saat hendak keluar, wanita itu tersenyum ke arah Disaka. "Tuan, angin malam bisa membuat pikiran anda tenang." Disaka hanya mengangguk. "Bibi sengaja membukakannya untuk ku?" Senyuman wanita itu perlahan menghilang, menatap ke arah jendela dan Disaka bergantian. "Apa? Bibi sebelum nya masuk ke kamarku lalu membereskan baju, tapi bajunya tak langsung di bawa?" "Eeee... Tuan saya....." Wanita paruh baya itu mengedipkan matanya. "Sepertinya saya lupa tuan, maaf." Lanjutnya. Disaka hanya membalasnya dengan anggukan. Setelah wanita itu pergi, Disaka menutup kembali jendelanya. Berjalan ke ruang ganti, untuk mengerikan rambutnya. Selesai dengan kesibukkan, pria ini membuka bajunya, berniatan untuk tidur. Namun setelah menarik selimut, ia tak langsung menutup mata. Entah apa yang di lihatnya di langit-langit kamar, aku memutuskan untuk duduk di sisi pria itu. Bersamaan menatap ke arah langit-langit kamar. Ada helaan nafas yang ku rasakan, aku menatap wajahnya. Saat aku tengah menatapnya, pria ini memiringkan tubuhnya ke arahku, menjadikan kami saling bertatapan. Barulah ia menutup mantannya, tak lama setelah itu, Disaka membalikkan tubuhnya membelakangi ku. Ia terlihat seperti seorang anak kecil yang tak bisa tidur, bergerak kesana-kemari. Mencari kenyamanan yang tak kunjung di temukan, hingga pria ini terdiam saat wajahnya berhadapan denganku. Meskipun kedua matanya tertutup, halis pria ini masih saling bertautan. Dengan sendirinya tanganku terayun, mengelus pelan rambutnya. Barulah aku merasakan, tubuh pria ini tak setegang sebelumnya. Helaan nafas sudah tak seberat sebelumnya, aku tersenyum tipis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN