Udara pun semakin mendingin, bersamaan dengan Matahari yang semakin tergelincir di ufuk barat. Mereka berlima tetap di tempat itu. Tanpa saling bicara satu dengan yang lainnya. Seakan ingin menikmati senja di Semenanjung Sundaland.
Semenanjung Sundaland yang begitu luas, nyaris tanpa penghuni. Hanya ada hutan dan ilalang yang dihuni oleh para binatang hutan. Tak ada jalan raya dan transportasi modern sama sekali, yang tersedia di daerah itu. Dikarenakan hancur oleh perang yang sering terjadi di masa lalu. Baik sesama manusia, maupun manusia dengan robot. Yang ada hanyalah kereta terbang, yang berfungsi sebagai penghubung antara dunia atas dan dunia bawah, yang tentu saja kereta terbang itu hanya melintasinya lewat udara. Tak melintasi daratan luas di bawahnya, yang minim penghuni itu.
Sedangkan kereta darat telah punah ditelan oleh zaman. Akibat dari jumlah manusia yang semakin menyusut, dikarenakan kombinasi antara perang, perubahan iklim dan bencana alam yang datang dari dalam Bumi maupun luar Bumi. Di daerah seluas itu pun, hanya ada beberapa rumah. Termasuk rumah Jean, yang menyendiri. Dan telah dihancurkan oleh pasukan robot Mars dan Bulan, setahun yang lalu.
Setelah cukup lama terdiam. Akhirnya Mark berbicara, membuyarkan keheningan di antara mereka.
"Sekarang ke mana tujuan kita. Apa kita ke Kota Angkasa Khatulistiwa, atau ke mana?" tanya Mark kepada teman-temannya.
" Ya, lebih baik kita ke sana sekarang. Aku ingin tidur, di rumah ayah angkat ku," sahut Franco, dengan santainya.
"Jika begitu kita pergi sekarang," kata Clark, lalu melesat ke angkasa. Menuju ke kota Angkasa Khatulistiwa. Yang terlihat hanya sebesar uang koin yang melayang di antara awan-awan di langit.
Tak ada pilihan bagi yang lainnya. Kecuali mengikuti, ke mana mantan pembunuh bayaran kelas satu Kota Air Pasifik itu pergi.
Semakin mereka berlima terbang semakin meninggi. Semakin terlihat jelas bentuk dari Kota Angkasa Khatulistiwa yang menyerupai sebuah mangkok raksasa terbalik yang melayang di udara. Berkat teknologi bola pelawan gaya gravitasi yang hanya sebesar bola tenis. Hingga kota sebesar itu dapat melayang di udara. Yang pernah diambil oleh dua raja robot Mars dan Bulan, untuk menghancurkan kota itu. Saat merebutkan Patung Budha Giok, beberapa waktu yang lalu. Hingga kedua robot raksasa itu dihancurkan oleh Mosa. Yang berhasil mendapatkan patung misterius itu. Walaupun Mark, sudah dibantu oleh ayah angkatnya, Er Well. Tetapi tetap saja kekuatan mereka kalah jauh saat itu, jika dibandingkan dengan Mosa .Yang ternyata tak mampu mengaktifkan patung mahakarya kakak seperguruannya. Karena patung itu sudah disetting oleh Syam. Hanya aktif, kepada manusia yang telah diberi tanda lahir oleh dirinya.
Kota angkasa sendiri dikepalai oleh seorang gubernur. Yang memiliki kekuasaan dan kewenangan setara dengan seorang presiden pada sebuah negara berbentuk republik. Seorang raja atau kaisar, pada sistem kerajaan atau kemaharajaan yang ada pada sebelum zaman itu.
Setelah terbang cukup lama. Akhirnya mereka berlima pun sampai di luar selubung Kota Angkasa Khatulistiwa. Bisa saja mereka menyusup, masuk ke dalam Kota Angkasa Khatulistiwa. Akan tetapi mereka, terutama Franco sedang berpikiran waras .Tak ingin membuat keributan. Hingga mereka pun masuk ke dalam kota Angkasa itu, melalui pintu masuk reguler. Yang tentu saja, para penjaga gerbang itu. Sangat mengenali sekali, siapa Franco. Sebagai tuan muda Kota Angkasa Khatulistiwa.
"Tuan Muda, kenapa Anda tak menaiki kereta angkasa saja?" tanya pimpinan penjaga pintu gerbang.
"Jika kau menjadi aku. Pasti kau juga akan memilih terbang," sahut Franco dengan dinginnya, sambil berjalan menuju rumah ayah angkatnya, bersama teman-temannya.
Rumah Tuan Jhon Swett mirip sebuah apartemen berbentuk kubah dengan diameter 50 meter, berlantai 20. Di mana di puncak rumah itu terdapat sebuah landasan untuk helikopter (helipad). Yang di mana, jika dalam keadaan genting. Maka Tuan Jhon Swett, dapat melarikan diri dengan menggunakan helikopter. Dari rumah yang terletak di jantung kota angkasa khatulistiwa. Yang dipenuhi oleh hyper blok kelas elite. Yang dihuni oleh orang-orang terkaya yang ada di Bumi saat itu.
Selain dihuni oleh dirinya, rumah yang lebih mirip sebuah gedung apartemen, ternyata dihuni oleh keluarga besar Tuan Jhon, staf dan para pengawalnya. Yang menghuni di setiap lantainya. Sedangkan lantai puncak dari rumah itu, khusus ditempati bagi dirinya sendiri. Sebagai petinggi dari Kota Angkasa Khatulistiwa.
Franco dan teman-temannya akhirnya tiba di rumah John Swett. Generasi terakhir dari Suku Bulan Sabit Merah itu, lalu mendatangi ayahnya. Tanpa hambatan sama sekali. Hingga mereka berlima pun menemui Jhon Swett. Di ruang tamu rumah itu. Ada kenangan saat Mark duduk di sofa biru itu, di mana dirinya pernah bernegosiasi alot dengan Gubernur Kota Angkasa Khatulistiwa itu.
"Ada perlu apa kalian ingin menemui ku?" tanya Tuan Jhon Swett, dengan penuh selidik, kepada kelima tamunya yang ada di hadapannya.
"Kau seperti, tak menyukai kehadiran kami. Apa kau tak merindukan aku, Ayah Angkat?" kata Franco, seakan sedang berkata serius saja.
"Jika kau membawa patung itu, baru aku akan merasakan rindu kepadamu," sahut Tuan Jhon Swett. Sembari mengingat, di mana dirinya pernah menggenggam Patung Budha Giok. Yang malah dijadikan pertaruhan oleh Franco, untuk bertarung dengan Mark. Saat mereka belum saling mengetahui, jika mereka adalah sahabat yang telah terpisah selama 15 tahun.
Saat itu kedua sahabat itu bertarung dengan taruhan Patung Budha Giok. Yang menang akan memilikinya. Padahal Franco mendapatkan patung itu, dengan cara mencuri kesempatan di kuil misterius, yang muncul di Semenanjung Sundaland Barat. Saat Mark dan Nack sedang menghadapi pasukan robot Mars dan Bulan. Pimpinan dari Komandan Perak dan Komandan Merah. Yang dengan mudahnya dihancurkan oleh Mark dengan pedang kristalnya. Franco pun mencuri kesempatan, dengan cambuk elastis nya. Ia pun berhasil membawa patung dari abad kesepuluh itu, tanpa diketahui oleh siapa pun. Untung saja Jean Kecil yang merupakan Roning (Robot Kloning) ciptaan Jean, yang ingin ikut dengan Mark dalam pencarian itu. Berhasil menaruh pelacak mini pada patung itu. Yang menuntun mereka pada kota angkasa khatulistiwa.
"Bicara tentang patung itu. Aku jadi teringat dengan bayaran ku. Kau belum membayar sewa ku, Tuan Jhon Swett ...," kata Mark ikut campur dalam perbincangan itu, dengan nada seakan ingin membunuh pria botak tambun itu.
Tampak Tuan Jhon Swett begitu terkejut. Namun sesaat kemudian. Ia pun sudah dapat mengendalikan dirinya.
"Tak ada hasil, ingin mendapatkan bayaran. Di mana malu mu, Mark Well," sindir Tuan Jhon Swett terhadap Mark.
"Ingin mendapatkan sesuatu, tetapi gratis. Mimpi!" balas Mark, dengan ketusnya.
"Sudahlah, Ayah Angkat. Jangan dipikirkan tentang patung itu. Patung itu sudah musnah," tutur Franco, lalu menguap.
"Musnah?" tanya Tuan Jhon Swett dengan penuh selidik.
"Lain waktu, akan aku ceritakan semuanya. Sekarang kami ingin istirahat," Franco pun bangkit dari duduknya.
"Ayo, teman-teman. Kita istirahat sekarang," ajak Franco kepada teman-temannya. Sambil melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Yang diikuti oleh Mark, Clark dan Jean. Hingga Tuan Jhon pun tertinggal seorang diri di ruang tamu itu.
"Franco, kau harus menjelaskannya sekarang kepadaku," ucap Tuan Jhon Swett, dengan berlari mengejar Franco dan teman-temannya. Yang tak mungkin dapat ia kejar, tanpa menggunakan shen. Yang tak ingin ia miliki sama sekali. Karena Tuan Jhon Swett tak berminat berlatih berat untuk memiliki shen.