Weekend kali ini, Alka mengajak Melda ke suatu danau yang berada ditengah hutan. Tidak ada halangan kali ini untuk Alka bisa mengajak Melda pergi, karena Malvin si perusuh itu tengah pergi bersama papanya yang entah Alka tidak tahu, karena bukan urusannya juga.
Senyum Melda mengembang cantik saat matanya mengedar melihat pemandangan di sekitarnya. Terakhir Melda pergi ke tempat seperti ini saat usianya 7 tahun. Sudah sangat lama sekali bukan? Itu pun saat ia berada di Bogor, dikediaman pamannya.
Alka mengajak Melda untuk naik ke atas perahu yang sudah ia siapkan di sana. Melda semakin kesenangan bisa menaiki perahu dan keliling danau. Ia jadi ingat salah satu film favoritnya sewaktu kecil.
"Ayo," ucap Alka sembari mengulurkan tangannya, membantu Melda untuk naik ke atas perahu.
Dengan senang hati Melda menerima uluran tangan Alka. Gadis itu duduk di depan dengan Alka yang mendayung dibelakang.
Melda mengulurkan tangannya untuk menyentuh air dan sedikit memainkannya. Melda tersenyum manis, membiarkan rambutnya panjangnya yang tergerai bebas bergerak pelan diterbangkan angin. Melda mendongakkan kepalanya menatap pohon-pohon pinus yang tumbuh di dekat danau, sesekali suara kicauan burung terdengar di antara mereka.
"Alka," panggil Melda dengan suara lembut.
"Kenapa?"
"Lo tahu darimana tempat sebagus ini?" Melda menghirup udara yang terasa masih sangat bersih, tanpa polusi yang jarang ia temui di tengah kota Jakarta.
"Sejak gue kecil, tempat ini jadi tempat favorit gue. Eum, lebih tepatnya tempat untuk gue menenangkan diri," jawab Alka.
Melda tersenyum sembari menoleh ke belakang menatap Alka. "Gue suka tempat ini."
Mendengar itu, Alka semakin melebarkan senyumnya. Tidak salah ia membawa Melda ke sini. "Kalo sama orang yang udah bawa lo ke sini, suka gak?" goda Alka, bertanya.
Melda terkikik geli. "Mau banget ya gue sukai?"
Alka menghentikan dayungannya saat posisi mereka sudah berada tepat ditengah-tengah danau. Dengan perlahan, Melda memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Alka.
"Emang siapa sih, yang gak ngarep bisa disukai sama cewek secantik lo?" cengir Alka.
Melda mencipratkan air danau ke wajah Alka. "Pinter banget ya ngerayunya. Awas jangan racuni Adik gue si Malvin."
Alka tertawa kencang, membuat Melda terkekeh pelan. "Cowok kayak dia, gak bakal mempan diracun kayak begituan. Yang ada, cewek-cewek yang berlomba buat rayuin itu si Malvin."
"Itu Adik gue lho, kalau lo lupa." Melda mengepalkan tangannya ke hadapan Alka.
Alka tersenyum sembari menurunkan tangan Melda dan mencekalnya dengan penuh kehangatan. "Iya. Selain sahabat gue, dia juga calon adik ipar gue. Iya, kan?" goda Alka sembari menaik-turunkan kedua alisnya.
"Ih, dasar ya!" kekeh Melda sembari melepaskan tangannya dari genggaman Alka.
Melda menyelipkan helaian rambut yang menghalangi wajahnya ke belakang telinga. "Oh ya, gimana permasalahan Malvin di sekolah. Udah selesai atau belum? Soalnya dia belum cerita."
"Udah. Lo tenang aja. Semua masalah beres kalau gue campur tangan," sombong Alka dengan dagu sedikit terangkat.
Melda mengulurkan tangannya kembali untuk memainkan air. Ia melihat beberapa ikan di dalamnya. Dulu, Melda, Malvin, dan papanya sering mancing di sungai. Lalu, hasil pancingannya akan dibakar saat malam hari meski ikan yang didapat tidak seberapa, tapi mampu menghadirkan kebahagiaan untuk keluarganya.
Melda terbelalak kaget, saat tiba-tiba sebuah tangan mengusap pipinya. Melda terpaku untuk pertama kalinya saat melihat senyuman Alka. Secara tiba-tiba Alka menjauhkan menurunkan tangannya dari pipi Melda, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.
Melda mengeritkan dahinya bingung. Sekarang giliran Melda mengulurkan tangannya pada Alka, ia mengusap pelipis cowok itu yang sedikit berkeringat.
"Capek banget ya, Al? Sampai keringetan gini. Biar nanti gantian tinggal gue ya, yang dayung perahunya," ujar Melda dengan suara lembut.
Alka cengengesan bodoh sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lantas menurunkan tangan Melda yang masih mengusap pelipisnya.
"Gak kok, Mel. Gue emang suka keringetan gitu kalau deket-deket sama lo. Tapi, kalo jauh dari lo gue malah keinget terus."
Melda menahan napasnya sejenak saat mendengar ucapan Alka. Berhadapan dengan cowok itu dengan jarak yang hanya beberapa jengkal membuat Melda bisa merekam dengan jelas setiap inci wajah Alka. Parasnya yang tampan dan rupawan begitu menggoda, ahhh bahkan jika dilihat lebih detail Alka jauh lebih tampan dari Ragil. Dia nyaris sempurna tanpa cela. Bagaimana bisa ada makhluk Tuhan yang tampan tak terhingga macam Alka.
He looks so perfect
Ya, Melda mengakui itu.
Alka menautkan kedua alisnya melihat Melda yang terdiam dengan mata menyorot penuh kepadanya. Alka melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Melda dan berharap gadis itu segera sadar dari lamunannya.
"Hello? Melda?"
Melda mengerjapkan mata beberapa kali. Ia tertawa pelan. Tiba-tiba ia merasa gugup pada Alka.
"Oh God! Gue kenapa, sih? Kok bisa-bisanya ngelamunin Alka. Ngelantur banget deh," rutuk Melda dalam hati.
Rasanya, berdekatan dengan Alka membuat jantungnya berdebar-debar. Aish, ini sangat aneh. Bahkan sebelumnya ia tidak merasakan hal seperti ini meski berdekatan atau bahkan mendapat gombalan dari cowok itu.
Setelah puas bermain di danau, mereka berjalan menyusuri jembatan dan jalan setapak kayu. Selain menikmati pepohonan yang menjulang tinggi seperti pinus, mereka juga menikmati taman kecil yang dihiasi dengan satu buah bangku taman dan beberapa jenis warna bunga aster yang tertanam. Saking sukanya dengan pemandangan yang ada di sana, Melda sampai meminta Alka untuk menjadi fotografer dadakan untuknya. Bahkan dengan senang hati Alka melakukannya.
"Woah, bagus-bagus banget hasilnya." Melda tersenyum puas melihat beberapa hasil foto yang Alka ambil tadi.
"Iya, dong. Siapa dulu fotografernya," sombong Alka disertai kekehan kecil.
Melda mendorong pundak Alka. "Emang dasarnya modelnya cantik."
"Mana ada. Model cantik kalo yang fotoinnya gak bisa, tetep aja hasilnya gak bakal bagus," bela Alka.
"Ya udah iya, yang baik hati dan tidak sombong mah ngalah aja," balas Melda yang berhasil mengundang tawa keduanya.
Setelah lelah berjalan-jalan dan perut mereka mulai terasa lapar, Alka membawa Melda keluar dari dalam hutan dan melaju menuju menuju pedagang yang menjual ketoprak di pinggir jalan.
"Santai aja kali makanannya, Mel. Gak bakal gue minta juga," kekeh Alka yang melihat cara makan Melda yang terkesan buru-buru.
Melda menyengir lebar. "Gue gak tahu, ini ketopraknya yang keenakan atau gue yang kelaparan."
Alka tersenyum manis dengan sorot mata mengarah pada Melda. Kemudian, tangannya terulur mengusap sisa bumbu yang berada di sudut bibir Melda. Mengusapnya dengan penuh kelembutan.
Dengan gerakan slow motion, Melda menoleh sekilas ke arah tangan Alka lalu menatap wajah cowok itu yang tengah tersenyum manis kepadanya.
Melda merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Alka dan perlakuannya itu mampu membuat Melda seperti kehilangan oksigen. Fix! Ini gila! Jika terus-terusan seperti ini, yang ada Melda bisa tergoda pada cowok yang berusia lebih muda darinya itu.
"Jangan lihatin gue gitu, semua orang juga tahu kalo gue ganteng." Alka menyeringai sembari menaik-turunkan kedua alisnya dengan senyum smirk andalannya.
Melda menggelengkan kepalanya untuk menghalau kehaluan dipikirannya. Buru-buru ia mengambil segelas air minum yang tersedia di atas meja untuknya dan meminumnya dengan beberapa tegukan, sedangkan Alka yang melihat itu terkikik geli di sampingnya.
"Lo gak lagi mikirin gue yang nggak-nggak kan, tentang gue?"
Melda mendelik tajam ke arah Alka. "Ngarep banget, sih. Ya nggak lah. Gak ada yang mesti gue pikirin tentang lo, ge-er banget huuu!"
~❣~
Alka menghentikan laju mobilnya tepat di di depan masjid. Ia melirik pada Melda yang masih berdiam diri duduk disampingnya.
"Kita maghrib di sini aja, ya. Takut keburu kelewat kalau maksain pulang. Waktu maghrib kan gak banyak," ucap Alka.
Melda menoleh dan tersenyum lalu mengangguk. Kemudian keduanya keluar dari dalam mobil lalu duduk di teras masjid untuk melepas sepatu. Saat Melda hendak berdiri untuk melangkah mengambil air wudhu, tiba-tiba terhenti karena suara Alka.
"Melda."
"Iya?"
"Tunggu lo jadi mahram gue, ya."
"M-Maksudnya?" tanya Melda terbata. Tiba-tiba hatinya berdesir dan jantungnya dengan tak tahu diri berdebar hebat.
Alka menyunggingkan senyum. Lantas melangkah menuju tempat wudhu khusus laki-laki.
Usai menunaikan sholat maghrib, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Melda mengerit bingung menatap arah lajuan mobil Alka yang tidak menuju rumahnya.
"Lho, kita mau kemana? Harusnya kan belok ke kanan, Al."
Alka menoleh sekilas pada Melda. "Kita ke apartemen dulu, ya."
"Apa?! Ap-Apartemen?" jerit Melda dengan mata yang nyaris keluar dari tempatnya.
Alka terkikik geli. "Kenapa? Biasa aja kali."
Melda melayangkan pukulan pada bahu Alka. "Lo jangan macam-macam ya sama gue. Kita baru aja sholat, lo udah kegoda rayuan setan aja buat anak gadis orang ke sana."
"Emang kita mau ngapain, sih? Khawatir banget. Oh, atau lo emang ngarep buat gue macem-macemin."
"Ih, lancang banget ngomongnya. Udah deh, ayo anterin gue balik. Capek tahu, pengen istirahat," keluh Melda.
"Lo bakal nyesel kalo gak ikut gue sekarang," ucap Alka.
Melda menghembuskan napas panjang. "Tapi jangan lama-lama, ya."
"Siap, BosQ!"
Sekitar dua puluh menit perjalanan mereka menuju apartemen milik Alka, akhirnya mereka sampai juga. Melda hanya diam saja tangannya digandeng oleh Alka sejak keluar dari parkiran. Melda pikir, ia akan dikurung di dalam apartemen milik cowok itu. Tapi, ternyata ia dibawa menuju atap gedung apartemen.
Lagi-lagi Melda dibuat terkesima dengan apa yang ada di hadapannya. Atap itu dihias mirip taman kecil lengkap dengan satu sofa yang berada di antara lampu-lampu tumblr berwarna emas. Serta dibawahnya, di kelilingi beberapa tumbuhan taman lengkap dengan bunganya. Dan jangan lupakan, di sana juga terdapat sebuah gitar.
"Ayo," ajak Alka kembali menggandeng tangan Melda. Gadis itu menurut saja. Membiarkan tangan nya digenggam oleh Alka.
"Ini siapa yang nyiapin, Al?" Melda bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan didepannya.
Mendengar pertanyaan polos itu keluar, membuat Alka terkekeh pelan. "Menurut lo?" Alka bersedekap menatap Melda sembari tersenyum miring.
Melda menyelipkan helaian rambut ke belakang telinganya. Mencoba menerka siapa yang telah menyiapkan ini. Apa mungkin sudah menjadi fasilitas gedung apartemen? Yang mana, siapapun penghuni apartemen di sini bisa menikmati keindahan di atas gedung? Atau jangan-jangan.....
"Lo?" Melda menunjuk Alka dengan alis terangkat satu. "Beneran elo, Al? Lo yang siapin ini semua?"
"Hmm...."
Remaja laki-laki itu tersenyum mendengarnya, lalu ia membawa Melda agar duduk di atas sofa yang telah tersedia di sana. Kemudian ia mengambil gitar dan memangkunya di atas sofa. Lalu jemarinya mulai menari diatas senar-senar gitar.
Alka mulai menyanyikan salah satu lagi romantis Indonesia. Membuat Melda tersenyum manis menikmati kemerduan suara Alka yang membuat hatinya berdebar dan bulu kuduknya merinding.
Entahlah, Melda tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Alka saat ini. Ia terpukau dengan suara merdu dan permainan gitarnya. Feel-nya dapat dan siapapun yang mendengar akan baper dan terpesona.
Suara tepuk tangan Melda berikan untuk Alka begitu lagu berhenti ia nyanyikan. "Suara lo bagus banget. Gue sampai baper lho dengernya," puji Melda apa adanya.
Alka tersenyum bangga. "Wah, masa sih?"
"Seriusan, deh." Melda mengangkat dua jarinya membentuk huruf 'V'. "Terkesima banget deh pokoknya sama suara lo yang gue gak nyangka bisa semerdu dan sebagus itu."
"Terkesima dan baper sama guenya juga gak apa-apa, kok." Alka tersenyum menggoda dengan dagu terangkat sambil menaik-turunkan alisnya.
Melda tertawa pelan. Alka bisa saja membuatnya merasa senang malam ini. "Mulai lagi deh!" serunya sembari mendorong pelan wajah Alka.
"Al...."
"Iya?"
"Makasih ya," ucap Melda tersenyum tulus.
Alka menyisir rambutnya ke belakang. "Makasih buat apa?"
"Makasih udah buat gue bahagia malam ini."