flashback
“Dunia ini sangat kejam, Azzura. Menjadi putih tidaklah mudah, terutama bilang kamu berasal dari dunia gelap. Selamanya orang hanya memandang mu sebagai manusia kelam yang menjijikkan. Tidak perlu lagi semua ini ! Mari kembali ke dunia gelap itu. Dunia itu akan datang menyambutmu. Mari kita bersenang-senang di sana. Lupakan semua peran mu menjadi baik! Lupakan! Ini tidak ada gunanya !”
Sejak tadi tangan Aariz sudah menggempal keras, rahangnya mengeras mendengar tutur kata pria itu. Ingin rasanya Aariz datang menghampirinya dan memberikan bogeman mentah pada pria yang kini tersenyum miring pada Azzura yang terlihat tidak berdaya, namun Aariz lagi-lagi harus bersabar. Ia tidak ingin gegabah dan menjadikan semua itu alasan bagi serigala gila itu.
“Kamu lihat, satu serangan saja sudah mampu mematahkan segalanya. Apa harimau di tubuh mu sudah berubah kembali lagi menjadi kucing liar? Apa sekarang kamu mulai tahu siapa kamu sebenarnya?”
“Aku hanya menujukan di mana posisi mu! Sampah tidak akan pernah menjadi berharga! Kamu selamanya akan tetap menjadi sampah meski sudah mengalami daur ulang. Mantan sampah! “
“Apa kamu tidak menyadari, siapa dalang dari penjebakan ini? Yap, aku. Anggap saja itu sebagai hadiah atas perjumpaan kita kembali.”
Aariz sudah merekam semuanya, dan ini cukup menjadi bukti atas kelicikannya. Aariz akan langsung menjembloskan dosen itu ke penjara.
“Oh dan ya... mari kita bersenang-senang malam ini.. “
Tiba-tiba Azzura jatuh pingsan.
Aariz yang sejak tadi sudah geram dengan tingkat manusia biadab itu, langsung menghampirinya dan secepat kilat memberikan pukulan yang langsung mengenai tulang pipinya. Pria itu sukses tersungkur di pinggir jalan.
Semua orang langsung menyoroti mereka. Beberapa kendaraan berhenti, untuk membantu pria yang berstatus dosen itu dan sebagian menyadari kehadiran Azzura yang jatuh pingsan. Dan hendak menolong.
“Sepertinya pertengkaran karena cinta.”
“Kasihan gadis itu yang menjadi korban.”
“Sebaiknya kita telepon polisi dan ambulan.”
Aariz tidak menghiraukan bisik-bisik itu orang. Fokusnya teralihkan oleh Azzura yang sedang di papah oleh beberapa cewek ke dalam mobil ambulans.
“Sial ! “ teriak pria itu. Dengan emosi meluap pria itu menyerang Aariz. Aariz tidak menyadari hal itu. Dan satu pukulan melayang bebas mengenai wajah Aariz. Tubuh Aariz sedikit terhuyun ke belakang , sudut bibirnya mengeluarkan darah.
“Sial! Jangan ikut campur urusan saya!” teriaknya.
Aariz meringgis. “Dan siapa anda yang bisa merendahkan kehormatan wanita seperti itu! Jika tanpa wanita ada tidak akan pernah lahir !”
“ Diam kau! Sial! Jangan pikir aku akan memaafkan mu kali ini! Kau akan menerima balasan dari perbuatan mu ini, AR! “ teriak pria itu.
Aariz tersenyum miring. “Silahkan saja. Karena setelah ini kamu tidak akan lagi menghirup udara bebas. Kamu akan membusuk di penjara bersama semua dosa mu! “
“Aku sudah mempunyai banyak bukti untuk mengakhiri semuanya.”
“Sial! “
Suara sirena mobil polisi terdengar memecah keramaian. Dengan cepat beberapa polisi berseragam bergerak ke arah mereka.
Aariz kembali tersenyum. Ini akhirnya—batin Aariz.
Keesokan harinya, kabar mengenai kebusukan dosen itu terkuak. Kampus secara resmi langsung memecat dosen itu, setelah Aariz menunjukkan beberapa bukti pada pihak kampus.
“Ternyata dosen itu yang udah jebak Azzura di hotel ?” tanya Giffari. Pria itu langsung berlari menemui Aariz yang baru saja keluar dari ruangan dekan. Kabar ini sudah heboh di seluruh antero kampus, terutama di fakultas teknik tempat dosen itu mengajar.
Aariz menangguk. “ Kebusukan tidak akan bertahan lama.”
“Terus antum bisa dapatin bukti itu dari mana? Antum ngikutin Azzura ?” tanya Giffari.
Aariz menoleh, entah kenapa ia tidak suka kata ‘ngikutin' Azzura. “Hem...”
Keduanya lalu berjalan bersama menuju kelas.
“Ana salut sama antum, Riz. Antum baik banget mau ngomong semua orang. Sekarang nama Azzura sudah bersih. Semua orang sudah tahu bahwa Azzura tidak bersalah.”
“Riz... “ Bahia tiba-tiba berlari ke arah mereka. “Aku dengar.... kemarin... Jadi... apa Azzura baik-baik aja? “ tanya Bahia dengan nafas memburu.
Aariz menghela nafas panjang. Bahia selalu lupa bahwa ia tidak boleh berlari seperti tadi atau alat deteksi jantungnya akan berbunyi. Dan benar saja, jam itu berbunyi dengan nyaring.
“Ini, jamnya mungkin rusak. Makanya bunyi terus,” elak Bahia langsung. Ia tahu Aariz akan marah jika jam itu berbunyi.
“Sekarang gimana keadaan Azzura? “desak Bahia tidak sabar.
“Apa keluarga Azzura sudah tahu mengenai hal ini? “tanya Giffari.
Bahia menggeleng. “Tentang masalah kemarin, Azzura tidak ingin memberi tahu Kakaknya atau keluarganya. Ia juga meminta pada bu Nirmala untuk tidak memberitahu apa pun.”
“Tapi sepertinya kali ini kita harus mengabari keluarga Azzura,” sahut Giffari.
Aariz setuju.
“Memangnya keadaan Azzura gimana? “
“Kata dokter, Azzura pingsan karena mengalami ketakutan yang berlebihan. Dia sekarang di rumah sakit. Sejak semalam sampai tadi, dia belum siuman. Dokter terus memantau apa keadaan Azzura.”
“Ya Allah.... “ kaget Bahia. “Di rumah sakit mana? “
“Di rumah sakit Pelita Jaya.”
“Aku mau ke sana,” putus Bahia. “ Kalian juga mau ke sana kan? “
“Kamu duluan saja Bahia. Ana dan Aariz mau kabarin keluarganya Azzura dulu. Ana rasa hal seperti ini lebih baik bila kita beritahu keluarganya juga. Mereka berhak mengetahui hal ini.”
“Bu Nirmala sepertinya punya nomor keluarga Azzura.”
“Kalo gitu kita pulang ke kosan dulu...”
“Aku duluan ke sana ya..,” kata Bahia. “Oh iya nanti sekalian ajak bu Nirmala juga ya.”
“Iya.”
Mereka lalu berpisah. Bahia buru-buru memesan gojek online. Saat tengah menunggu gojek, ponsel Bahia berdering. Nomor tidak di kenal. Bahia pikir itu nomor abang gojek yang akan menjemputnya, dengan segera Bahia mengangkat panggilan itu.
“Assalamualaikum Bahia... “
Bahia terdiam, suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Suaranya begitu lirih dari sebrang sana.
“Aku Lisa... apa kamu masih ingat aku? “
“Lisa? “
“Aku dengar semua sudah membaik. Nama Azzura kini sudah bersih. Ia memang tidak bersalah. Azzura orang baik. Baguslah... “
“Lisa, kenapa kamu menghilang? Kamu kemana? “
Di sebrang sana, Bahia dapat mendengar Lisa tertawa pelan namun kali ini tawanya berbeda, tidak seperti tawa Lisa biasanya. Rasanya terdengar pilu.
“Lisa.... apa yang terjadi ?”
Keheningan terjadi.
“Lisa....”
“Bahia, tolong, katakan pada Azzura, maaf. Maaf. Maaf. Maaf....”
Samar-samar Bahia seperti mendengar suara isak di sebrang sana.
“Maaf kenapa? “ bingung Bahia. Gadis itu tiba-tiba teringat bahwa kemarin Azzura datang ke masjid untuk menemui Azka.
“Lisa apa Azka memutuskan hubungan setelah mendengar rumor berita —“ kalimat Bahia tertahan. Suara isak tangis Lisa makin jelas terdengar.
“Kenapa Azka melakukan hal itu! Aku pikir Azka bukan orang bodoh yang bisa percaya berita bohong itu! “ Bahia kecewa. Ia pikir Azka berbeda dengan yang lain.
“Maaf... “
“Sekarang Azzura sudah terbukti tidak bersalah. Apa sekarang kalian sudah percaya?! “
“Maaf....maaf... maaf ...”
“Lisa, Azzura jatuh pingsan kemarin. Apa Azka juga penyebab utama hal ini ?!”
“Om Ustadz tidak ada pilihan Bahia.. Dia... “
“Dia apa?! “potong Bahia, tidak tahan. Menyakiti Azzura sama saja seperti menyakitinya. Bagi Bahia, Azzura bukan habya sekedar sahabat tapi sudah seperti saudaranya sendiri.
“Bahia... mungkin ini percakapan kita terakhir kalinya. Maaf untuk segalanya.”
“Lisa.... kamu mau ke mana?!”
“Semua tidak sama Bahia. Aku tidak mengerti. Tolong sampaikan maaf pada Azzura. Kami hanya tidak ingin melibatkannya dalam semua ini.”
“Apa yang terjadi ?! Lisa.... “
“......”
Tut...tut... tut..
Bahia menghela nafas panjang, nomor itu sudah tidak aktif lagi.
***