14

2128 Kata
Berjalan sambil berbincang tak membuat mereka merasa lelah. Setiap langkah yang mereka ambil, Dexa selalu mengajak Nezi bercerita tentang kehidupan Nezi yang terdengar sangat kelam. Hingga akhirnya, mereka sampai di tempat tujuan.  Nezi melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul dua siang. Hari terasa sangat cepat. Mungkin karena Nezi sudah mulai nyaman berada di sisi Dexa dan sudah terbiasa di antara masyarakat lagi. Jika ia belum nyaman, pasti akan terasa sangat lama.  Dexa dan Nezi berhenti di beberapa meter dari jarak pintu masuk kantor kependudukan. Mereka sedang menyusun rencana agar bisa masuk tanpa dicurigai. Akan tetapi, saat melihat sebuah tanda bahwa yang boleh masuk hanya petugas, mereka kembali memutar otak.  Setelah beberapa saat mereka mencari ide, Tiba-tiba Nezi tersadar apa alasan Levo meminta Dexa yang bertindak. Karena sosok itu memiliki kemampuan merasuki tubuh orang lain. Bahkan ingatan tetap miliknya dan kemampuannya sudah meningkat setelah mendapat ramuan dari Senang. Setidaknya ada waktu untuk Dexa mencari data tentang Andrew lewat catatan kependudukan. Sayang sekali karena anak buah Blackhole belum ada yang mampu menerobos kantor kependudukan. Jika sudah ada yang bisa menerobos, Blackhole akan menjalankan misi dengan lancar.  Semua kantor yang bersifat penting dalam penyelidikan dan penculikan korban, sudah dimasukin semua oleh anggota Blackhole. Hanya ada beberapa tempat yang mereka hindari. Seperti kantor polisi, atau semacamnya yang menurut mereka tak penting atau mengancam. Nezi mencoba untuk menembuskan pandangannya ke dalam kantor. Beberapa saat, Nezi memfokuskan diri. Ia mengabaikan semua ocehan Dexa dan mencoba untuk memusatkan pikiran hanya pada isi kantor.  Di dalam kantor, suasana tampak tidak terlalu ramai. Nezi menelaah satu per satu ruangan yang ada di sana. Dengan beberapa staff yang ada di dalam kantor, Nazi tau dari id card yang mereka kenakan.  Ada staff yang menggunakan id card dengan keterangan bahwa dirinya adalah staff bagian catatan kependudukan. Sepertinya akan sangat pas jika Dexa merasuki orang itu.  Ya, rencana mereka adalah mencari staff yang cocok untuk dirasuki oleh Dexa. Mereka tidak harus mencoba satu per satu untuk bisa masuk ke ruangan catatan kependudukan untuk mencari data tentang Andrew karena hal tersebut hanya membuang waktu. Semua data tersimpan di sana. Dari rakyat kecil hingga para anggota dewan, semua data ada di sana dengan lengkap.  Nezi menutup mata. Mengakhiri pandangannya pada isi kantor. Ia melirik ke arah Dexa.  "Yohanes Paulus, dia staff bagian catatan kependudukan. Dia masih ada di dalam sedang berbicara dengan staff bernama Luke Benard." Dexa mengangguk mendengarkan informasi dari Nezi. Ia bersiap diri. Agar semua berjalan lancar, ia harus menenangkan diri.  "Kau siap?" tanya Nezi yang ragu dengan wajah Dexa yang juga ikut tegang. "Jangan tegang. Pura-pura saja jika kau ingin membuat kartu Tanda penduduk. Mereka akan bersedia melayanimu." "Ya, aku hanya grogi. Ini kali pertama aku melakukan misi berbahaya." Nezi memutar bola matanya malas. "Ini tidak terlalu berbahaya. Apalagi kau bisa merasuki orang lain tanpa ketahuan. Kau juga sering melakukannya. Santai saja. Anggap kau sedang bermain yang serius." "Bermain tidak ada yang serius." Dexa mendelik.  "Lakukan saja."  Ini yang Dexa tak suka dari Nezi, terlalu memaksa saat dirinya tak siap. Tapi bagaimanapun juga, ia sudah mengatakan sanggup. Jika dirinya mundur, pasti Levo akan kecewa. Bukan hanya Levo, tapi semua anggota Blackhole. Terlebih, Dexa sudah berhutang pada Levo yang sudah membuatnya lepas dari jeratan lintah darat menyebalkan. Hutang keluarganya tak begitu banyak. Hanya satu juta, tapi lintah darat itu terus mengejar meski ia merasa sudah melunasi hutang-hutang itu. Mereka terus datang dan mengada-ada. Tapi sekarang ia bebas dari mereka. Semua karena siapa? Karena Levo membantunya.  Dexa menarik napas dalam kemudian menghelanya pelan. "Aku siap. Kau tunggu di sini." "Jelas aku menunggumu. Aku butuh informasi juga." "Kau bukan menungguku selamat tapi hanya menunggu informasi?" "Aku menunggumu selamat untuk informasi yang kau punya." Dexa mendengkus. "Sudahlah. Kau menyebalkan." Nezi terkekeh. "Pergilah. Hati-hati. Jika kau ketahuan, Blackhole akan terancam." "Ya, aku tau." Dexa pun berjalan tenang menuju kantor. Ada sebuah loket di sana. Ia mengintip. "Hello?" "Ada perlu apa?" tanya petugas loket.  "Aku mau membuat kartu Tanda penduduk." "Kau sudah membawa semua syaratnya?" tanya petugas lagi. Bodoh. Dexa menepuk jidatnya. Tapi ia tetap tenang. Dengan menjawab, "Sudah. Ah, boleh aku masuk? Mau numpang ke toilet." Ya, ia baru teringat jika toilet adalah tempat yang pas untuknya. Ia akan pingsan di sana dan merasuki Yohanes.  "Silakan masuk." Dexa tersenyum. Untung saja petugasnya memperbolehkan rencananya berjalan mulus.  Ia masuk ke dalam. Melihat situasi yang terjadi. Benar, ada seorang lelaki berkumia lebat dengan id card Yohanes Paulus dan merupakan staff bagian dokumen catatan kependudukan.  Dexa tersenyum tipis. Ia berjalan melewati Yohanes dengan santai. Setelah masuk ke dalam toilet, ia berusaha fokus untuk menjalankan misinya.  "Mulai sekarang!" Satu Dua Tiga Berhasil. Dexa tersadar di tubuh Yohanes.  "Pak? Apa kau baik-baik saja?" Dexa yang berada di tubuh Yohanes hanya mengangguk.  "Aku kembali ke ruangan dulu. Ada yang ingin kupastikan lagi." Luke, sosok yang sedang bercakap dengan Yohanes sejak tadi tampak heran.  "Bukankah kau akan pulang?" Yohanes yang dirasuki Dexa hanya menggaruk tengkuknya. Mencari alasan. Ia tak bisa lebih lama lagi tertahan oleh Luke.  "Aku ingin memastikan pekerjaanku selesai dengan baik." Tanpa menunggu Luke menahannya lagi, Yohanes dibawa oleh Dexa menuju ruangan kependudukan.  Setelah merasa tak ada yang mengikuti dan ruangan catatan kependudukan sepi, Dexa membuat Yohanes menutup dan mengunci pintu agar tak ada yang bisa masuk.  Ia tak peduli dengan Luke yang terus meneriaki nya dari luar karena terheran mengapa dirinya mengunci ruangan dari dalam.  "Waktu ku tidak lama lagi. Aku harus mencarinya." Tapi Dexa bingung. Ada banyak tumpukan di sana. Bahkan ada sekitar enam rak yang berisi catatan kependudukan.  Jika diurutkan berdasarkan abjad, pasti Andrew ada di urutan rak pertama. Tapi yang bernama Andrew pasti banyak. Ia akan lebih kesulitan dan memakan waktu yang cukup panjang.  Dua menit terakhir, Dexa melihat ada komputer di belakangnya. Ia pun langsung ke komputer itu.  Untung saja, ada jawaban dari segala yang ia resahkan. Ada pencarian di sana. Pencarian data kependudukan dan hal itu mempermudah Dexa mencari Andrew.  Tanpa basa-basi lagi, Dexa langsung duduk di depan komputer dan mulai mengetikkan nama Andrew.  Sial.  Ada kata sandi yang harus dimasukkan. Dexa tak tahu. Bahkan tak ada bocoran apapun di sama. Dexa tak bisa berpikir jernih. Ia kelabakan. Apalagi saat mendengar suara dari luar jika ada petugas yang mencari sosoknya yang tadi masuk ke toilet. Gawat.  Sisa waktu tinggal satu menit. Dexa tak punya waktu banyak lagi. Ia bisa saja merasuki tubuh Yohanes untuk kedua kali. Tapi percuma, ia tak tahu apa kata sandi untuk mencari data di komputer.  Tinggal tiga puluh detik lagi, Dexa kalang kabut. Ia mencoba semua kata sandi yang ia karang.  Hingga akhirnya ia buntu. Sisa waktu kurang dua puluh detik lagi. "Sialan!" umpatnya. Ia mengobrak-abrik meja dan beruntung. Lima belas detik terakhir, ia melihat ada satu kata yang ditulis samar.  Kata sandinya. Dexa langsung memasukkan kata sandi itu dengan cepat. Berhasil. Kemudian, di sepuluh detik terakhir, ia berhasil menemukan data Andrew.  Tiga Dua Satu Dexa terbangun kembali. "Sial!" Aku tak sempat mengeluarkan data Andrew. Aku harus merasuki Yohanes lagi." Baru saja ia akan merasuki tubuh Yohanes kembali, seseorang datang ke toilet dan menemukannya.  "Hei, Nak! Sedang apa kau duduk di situ? Aku menunggumu." "Sebentar, Pak. Kepalaku pusing." Dexa harus pura-pura pingsan. Ia akan kembali ke tubuh Yohanes sebelum Yohanes keluar dari ruangan dan mengatakan pada orang-orang atas kejadian aneh yang menimpanya.  Tepat sebelum Yohanes membuka kunci pintu ruangan, Dexa berhasil merasuki Yohanes untuk kedua kali. Dan bersamaan, ia mendengar suara teriakan dari luar jika ada anak muda jatuh pingsan di toilet.  Dexa tak mempedulikan itu. Ia hanya peduli dengan data Andrew yang belum sempat ia hapalkan. Sekaligus belum sempat ia keluarkan.  Untuk waktu lima menit karena berhasil diperpanjang oleh efek cairan Sena, Dexa berhasil menghapal semua data yang dimiliki Andrew. Mulai dari tanggal lahir, umur, tempat lahir, istri, anak, hingga alamat rumah pertama dan kedua. Setelah itu, Dexa menutup jendela dan pencarian terakhir langsung ia delete.  Setelah itu ia menidurkan tubuh Yohanes yang ia rasuki di bawah rak nomor dua. Selain itu, ia juga mengacak-acak rak nomor dua agar terlihat bahwa Yohanes tak sadar karena dirasuki makhluk halus.  Tiga Dua Satu "Bangun, Nak!" Dexa langsung menarik napas dalam dan membuka mata dengan lebar. Ia menghela napas dengan sedikit berat.  "Vicky? Vicky?" Tiba-tiba Nezi masuk ke kantor dengan menyebut nama Vicky.  Siapa itu? batin Dexa heran.  Kemudian tatapan Nezi tersorot padanya. "Ah, Vicky! Aku mencarimu! Kau bodoh. Kau sedang sakit. Mengapa kau berkeliaran tanpa kakakmu?" Nezi mengomel pada Dexa dengan menyebut Dexa sebagai Vicky.  "Tuan, Tuan, maaf karena a merepotkan. Adikku ini suka iseng saat sakit. Maaf sudah merepotkan." Nezi langsung menarik Dexa keluar dan membuat semua orang di sana menggaruk tengkuknya heran.  Setelah mereka keluar dari kantor kependudukan, Nezi masih merangkul pundak Dexa dan berjalan merunduk seolah-olah mereka memang kakak adik yang sedang sedih karena sang adik sakit.  Ketika mereka berbelok ke sebuah gang, Dexa dan Nezi menoleh ke belakang. Tak ada yang mengikuti. Berhasil.  "Kau hebat!" Nezi mengusap pucuk kepala Dexa.  "Kau juga. Ah, aku heran. Mengapa kau tiba-tiba masuk. Bahkan kau mengganti namaku dengan nama siapa tadi? Vicky? Oh ayolah. Itu nama salah satu lintah darat yang kalian lenyapkan." Nezi terbahak. "Aku memantaumu dari luar. Kurasa kau akan dalam bahaya jika di sana terus dan bertemu dengan Yohanes. Jadi, aku datang untuk menjemputmu tanpa membuat mereka menahanmu." "Ya, kau keren. Jika tak ada kau. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan." "Tadi ... kenapa kau dua kali merasuku Yohanes? Bukankah itu akan berbahaya untukmu?" Entah dari mana Nezi tau jika merasuki tubuh yang sama lebih dari dua kali akan berbahaya bagi Dexa. Tapi memang benar. Dexa mungkin saja akan kesulitan keluar dari tubuh sosok yang ia rasuki. Hanya saja, Dexa tadi baru dua kali merasuki Yohanes. Jika ketiga kali ia merasuki Yohanes, pasti akan terjadi masalah.  "Tadi ada kesulitan. Aku kesulitan menemukan data Andrew. Kau tau kan, di kota ini ada banyak nama Andrew. Aku berusaha mencari di komputer, ternyata di password. Ah, aku hampir putus asa. Tapi untungnya aku menemukan sandinya dan berhasil masuk. Namun, waktuku habis. Mau tak mau, aku harus masuk kembali ke tubuh Yohanes. Aku tak mau sia-sia setelah perjuangan kita sejauh ini." Nezi tersenyum. "Kau sudah bekerja keras." "Kau juga." "Jadi, kau sudah hapal semua data yang kau lihat?" "Semoga saja aku ingat." *** Yohanes merasa pusing. Ia terlentang di lantai dengan tumpukan berbagai dokumen yang acak adul. Seperti ada gempa yang membuat semua berkas itu jatuh dan menimpa dirinya. Tapi jika memang ada gempa, sudah pasti semua tumpukan akan berantakan. Tapi itu hanya ada di rak dua saja.  Ia pun bangkit dari lantai. Memegangi kepalanya dan tersadar jika terakhir kali ia ada di depan pintu akan keluar tapi pintu terkunci.  Sekilas ia melihat komputer yang masih menyala layarnya. Tapi sudah ada di dekstop. Padahal ia ingat jika ia sempat melihat ada data seseorang yang muncul.  Tapi ia tak peduli. Ia langsung keluar dan melihat para staff berkumpul keheranan. Ia pun mendekati kumpulan staff yang mulai pergi satu persatu. Mereka yang masih berkumpul terdengar menyebut anak muda aneh yang tiba-tiba pingsan di kamar mandi.  "Hei, Pak. Kau baik-baik saja?" tanya Luke yang tengah bingung melihat Yohanes memegangi kepalanya.  "Tidak. Tapi, ada apa ini?" "Tadi ada anak muda yang jatuh pingsan di kamar mandi. Tiba-tiba kakaknya datang dan langsung mengajak anak itu pergi." Petugas loket menceritakan yang terjadi dan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.  "Untuk apa anak itu di toilet kantor?" tanya Yohanes bingung. Kepalanya masih agak pening dan berputar. Ia rasa ingin muntah tapi tak bisa.  "Tadi dia ingin membuat kartu Tanda penduduk." "Kau sakit?" sela Luke. "Tadi kau mengunci ruangan. Aku khawatir." "Ah, itu dia. Aku juga heran mengapa aku bisa terkunci di ruangan. Apa kau mengunciku?" tuduh Yohanes pada Luke. "Kau menguncinya dari dalam." Yohanes terdiam. "Jangan-jangan... " "Apa?" "Aku dirasuki?" Luke terbahak mendengarnya. "Kau bercanda? Tidak ada hal seperti itu di dunia ini, Luke. Itu hanya ada di negeri dongeng dan n****+ saja." Yohanes masih tak percaya. Ia tetap menganggap dirinya kerasukan. Tak mungkin ia tiba-tiba dikendalikan oleh otaknya sendiri sedangkan ia tak ingat apapun.  "Ah, kau sudah selesai membereskan ruangan? Pulanglah. Aku akan menyusul." Luke mengedipkan sebelah matanya. Tapi Yohanes menggeleng. "Ruangan masih sangat berantakan. Aku bingung apa yang sudah terjadi." Luke langsung melihat ke ruangan. Sangat berantakan. Dokumen khususnya di rank dua berhamburan tak karuan. Komputer menyala dan semua dokumen yang ada di sebelah komputer amburadul seperti terserang topan, badai, dan gempa. Luke menatap Yohanes tak menyangka. "Astaga, Pak Yohanes! Apa yang terjadi padamu?" Sedangkan Yohanes juga bingung apa yang sudah terjadi padanya. Ia tak ingat apapun. Ya, tapi ia ingat saat dirinya terbangun dan ada di depan komputer sedang membaca data milik seseorang tapi ia lupa data milik siapa karena ia terlalu panik tiba-tiba ada di ruangan sedangkan seingatnya ia masih bercakap dengan Luke di luar. Terlebih lagi, ruangannya sangat berantakan.  "Aku ... tidak tau." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN