Mariposa

1547 Kata
Hari sudah mulai siang, matahari berada tepat diatas kepala. Membuat Deril merasa kehausan. Dia mengambil minumannya dan meneguknya hingga habis. Deril memutuskan duduk ditrotoar untuk beristirahat dan memakan bekalnya. Karena dia ingat, duduk di rumput akan membuat mereka kesakitan. Deril berjalan lagi. Dia menyusuri sungai yang tadi dia lewati. Sungai itu begitu hernih dan tenang. Tiba – tiba Deril melihat sebuah kupu – kupu yang terbang ke arahnya. Kupu – kupu itu terbang mengitari dirinya. Lalu terbang menjauh. Deril hanya memandangnya saja, namun kupu – kupu itu berbalik lagi ke arahnya. “Kau ingin aku mengikutimu?” tanya Deril. Kupu – kupu itu terbang naik turun, seakanenjawab “iya.” Deril mengikuti kemana arahnya terbang. Kupu – kupu itu menuntunnya ke arah hamparan bunga. Lalu kupu – kupu itu melesat masuk diantara bunga – bunga itu. Deril bingung bagaimana dia akan mengikutinya. Kemudian dia teringat dengan kaca pembesar pemberian Jessi. Dia mengeluarkannya, lalu mencari kemana kupu – kupu tadi pergi. Ternyata kupu – kupu itu pergi kesebuah rumah kecil. Rumah itu hanya seukuran telapak tangan orang dewasa. Rumah itu mungil dengan warna kuing pastel dan biru toscha. Kemudian kupu – kupu itu membawa sesuatu dari dalam rumahnya. Dia membawa sebuah bungkusan, lalu memberikannya pada Deril. Deril segera membuka bungkusan tersebut. “Mariposa?” Kupu – kupu itu terbang naik turun lagi. “Siapa mariposa?” Kupu – kupu itu menuntun Deril menuju sebuah bunga dibalik pohon. Ternyata disana ada seekor kupu – kupu yang sedang terbaring. Deril mendekatinya, dia merasa ada yang tak beres dengan kupu – kupu itu. “Kamu tunggu disini. Aku mencari bantuan.” Deril berlari secepat mungkin ke blue house. Dengan napas yang tersengal – sengal dia meminta bantuan ke guide nya. “Tolong. Ada yang butuh bantuan. Apa ada peri hewan disini?” “Kenapa?” “Ada kupu – kupu yang sedang terbaring disana. Aku tak bisa berbicara dengan mereka. Aku butuh bantuan peri hewan.” “Baik akan ku panggilkan guide peri hewan. Kamu tunggu disini.” “Baiklah. Aku juga lelah berlari dari sana.” Guide itu berlari memanggil temannya. Kemudian mereka bertiga bergegas menuju tempat kupu – kupu tadi. “Disebelah mana?” tanya guide peri hewan. “Sana. Dibalik pohon itu.” Jawab Deril. “Mariposa?” “Benar. Bagaimana kamu tahu?” “Kita harus cepat.” Mereka sampai, lalu guide peri hewan segera mengangkat mariposa. “Aku akan membawanya ke blue house. Kau ikut many?” “Iya, aku akan ikut.” Jawab kupu – kupu itu. Mereka berlari lagi. Deril yang sudah engap berhenti dan memandangi mereka. “Siapa mariposa? Kenapa mereka begitu khawatir?” gumamnya. Lalu diapun melanjutkan berlari menuju blue house. Disana Deril melihat guide peri hewan memberikan sesuatu pada kupu – kupu tak berdaya itu. Dilihatnya wajah mereka yang sangat cemas. Takut kehilangan nampak jelas diwajah mereka. Mereka menunggu reaksi dari mariposa. Semenit sudah berlalu, tapi belum juga terlihat respon darinya. Keringat mulai menetes diwajah mereka. Deril masih dalam pikirannya sendiri. Siapa mariposa? Sepuluh menit berlalu, barulah mariposa memberikan respon dengan menggerakan sayapnya. Mereka lega, dan terlihat bahagia. Kupu – kupu bernama many menghampiri Deril. Dia berkata sesuatu, namun dia tak mengerti. Kemudian guide peri hewan berkata “Dia bilang, terima kasih sudab menolong. Kamu adalah pahlawannya.” “Sama – sama. Tapi bolehkah aku bertanya?” “Tanya apa?” “Siapa mariposa?” “Oh, mariposa adalah ratu dari klan kupu – kupu. Dia baru diangkat menjadi ratu bebera minggu ini. Sayangnya, saat dia sedang mencari lahan untuk sarangnya, dia mengambil sari bunga dari bunga yang sudah terkena obat kimia. Jadilah dia mengalami sesak napas dan sering pingsan.” “Ooooh, jadi karena itu kalian sangat cemas?” “Bukan hanya itu. Hal yang membuat kami cemas adalah, dia belum menentukan siapa yang akan dia nikahi. Dia masih lajang, keturunannya sangat dinanti oleh para rakyatnya.” “Kenapa tidak segera saja pilihkan untuknya?” “Mereka punya cara sendiri. Kita tidak bisa ikut campur dalam hal itu.” “Lalu sampai kapan dia akan selalu begitu?” “Aku tak bisa menjaminnya.” Kemudian dia teringat bahwa Jessi memberinya beberapa ramuan pengusir hama. Dikeluarkannyalah botol – botol ramuan tersebut. Guide peri hewan terkejut melihatnya. “Kamu mendapatkan itu dimana?” tanyanya. “Jessi, kurcaci pink yang memberinya padaku.” “Jessi? Ah anak dari Hermes. Jelas saja dia bisa membuat berbagai ramuan ini.” “Sepertinya dia bisa membuat obat penawar untuk mariposa.” Ucap deril. Guide peri hutan, guide peri hewan serta many seketika melihat ke arahnya. “Kamu yakin?” tanya guide peri hewan. “Dia sangat berbakat. Dia bisa melakukan apa saja. Kita coba saja dulu, siapa tahu dia bisa. Kalau kita belum mencoba, darimana kita akan tahu, iya kan?” “Kamu benar. Mari kita segera kembali ke lembah hijau.” Ucap guide peri hewan. “Tapi kan waktu untuk magang masih lama? Aku kan masih harus magang.” Ucap deril. “Sudahlah, dengan menolong mariposa. Magangmu sudah selesai.” Jawab guide peri hutan. “Benar nih? Tadi aku bertemu pohon yang bilang aku harus menyelesaikan setidaknya tiga tugas.” “Menolong mariposa setara dengan kamu melakukan seratus tugas. Ayo cepat.” “Juju, tolong buka portal menuju lembah hijau.” “Baik.” Mereka berkumpul di depan sebuah pintu. Orang bernama junu memencet sebuah tombol, lalu pintu itu berubah menjadi kilauan cahaya. Kalau kalian pernah bermain gelembung, kilauan cahaya itu persis dengan kilauan pada gelembung sabun itu. “Portal siap. Silahkan memasukinya.” Ucap juju. Mereka pun melangkahkan kaki mereka masuk kesana. Seketika mereka sampai di lembah hijau. Tepatnya di rumah Albapante. “Kok kita disini?” tanya Deril. “Portal dari blue house memang terhubung dengan rumah Alba.” Jawab guidenya. “Ada apa ini? Apa ada masalah?” tanya Albapante yang keluar dari ruang kerjanya. “Mariposa.” Jawab guide peri hewan. “Kenapa lagi dia? Bagaimana kondisinya?” “Semakin parah. Dia bilang, ada temannya yang bernama jessi bisa membuat ramuan. Apa itu benar?” “Jessi? Dia membuat ramuan apa?” Deril menunjukkan beberapa botol yang dibawanya. “Ah kalian benar. Cepat bawa mariposa ke rumah pohon Jessi.” Keadaan disana sangat menegangkan. Mereka berjalan dengan setengah berlari menuju rumah pohon Jessi. Jessi melihat Deril, kemudian menyapanya. “Der, kok sudah disini? Kan waktu magang belum selesai?” ucapnya setengah berteriak. Derik menoleh ke arahnya. “Jess, kemari. Aku butuh bantuanmu.” Jessi pun berlari ke arah mereka. “Ada apa?” tanyanya. “Mariposa.” Jawab Deril. “Bawa dia ke rumah pohon.” Perintah jessi. Mereka duduk mengitari meja dimana mariposa ditidurkan. Jessi terlihat sibuk mencari bahan ramuan miliknya. Satu persatu botol dia buka dan menciumnya. Kemudian dia mengambil tiga botol ramuan, kemudian dia mengambil beberapa tetes dari masing – masing botol tersebut. “Semoga dengan ini dia bisa sembuh.” Ucapnya. “Kamu yakin?” tanya Albapante. “Aku selalu mengisi waktuku dengan baik. Bukan menyia – nyiakannya hanya dengan mencicipi hasil masakan para koki.” Albapante merengut. Sementara Jessi menahan tawanya. “Berikan ramuan ini padanya.” Ucap Jessi pada guide peri hewan. “Terima kasih.” Dia meneteskan ramuan itu dengan menggunakan pipet. Mereka menunggu respon mariposa. Semenit berlalu. Mereka mulai cemas lagi, karena belum ada tanda – tanda dia merespon. Tepat dua menit dia membuka matanya. Semuanya lega. Masa kritis mariposa audah terlewati dengan baik. “Aku dimana?” tanyanya. Seperti orang – orang yang hilang ingatan di acara tivi. “Kita di rumah Jessi.” Jawab many. “Siapa mereka?” tanyanya lagi. “Mereka sudah menolongmu. Dan gadis inilah yang bernama Jessi.yang sudah menolongmu. Lalu dia adalah Dago, guide peri hewan. Dia adalah romeo guide peri hutan, dan dia adalah, siapa namamu?” tanyanya pada Deril. “Dia menanyakan siapa namamu.” Sahut guide peri hewan. “Aku Deril.” “Nah dia adalah orang pertama yang menolongmu. Walaupun wajahnya terlihat tak terlalu pintar. Tapi dia jago dalam berlari, larinya kencang sekali. Dia sangat berjasa, karena dengan kecepatan larinya itu, kamu bisa tertolong dengan cepat pula.” “Terimakasih.” “Dia bilang terimakasih.” “Sama – sama.” “Bagaimana kondisimu?” tanya Jessi. “Mual diperutku berangsur menghilang. Pusingnya juga sudah tak rerasa.” Jawab mariposa. “Kamu harus banyak istirahat dan meminum ramuan itu setiap pagi dan malam hari.” “Baik, terkmakasih banyak sudah menolongku, klan kupu – kupu berhutang pada kalian.” “Sama – sama. Semoga klanmu bisa berjaya.” *** Deril meninggalkan mereka yang masih berbincang. Dia memilih untuk tiduran di sofa. Persis seperti sebelum – sebelumnya. Jessi menghampirinya “Ngapain disini? Mau tidur?” “Iya, ternyata bertugas itu capek. Sudah lama ga lari – larian kayak tadi.” “Tapi kamu beruntung.” “Kok bisa beruntung? Kakiku pegal ini. Beruntung darimana.” “Kamu sudah menolong mariposa. Hal itu sama saja dengan sudah mengerjakan seratus tugas hanya dalam sekejap.” “Tadi mereka juga bilang begitu. Tapi aku masih belum mengerti.” “Mariposa baru diangkat menjadi ratu klan kupu – kupu. Dia sedang sakit, makanya semuanya berusaha buat nolongin dia. Kalau tidak akan terjadi perpecahan di klannya.” “Terus?” “Mariposa belum menikah ataupun memutuskan siapa yang akan dia nikahi. Dia masih sangat muda. Kamu sudah menyelamatkan masa depan klan mereka. Makanya kamu beruntung, dimanapun kamu butuh bantuan. Mereka akan darang dan siap membantu apapun untukmu.” “Wah, aku ga nyangka sudah berjasa begitu besar hanya dengan berlari. Hahahaha.” “Tapi jangan sembarangan minta tolongnya jangan dikit – dikit minta tolong. Kasihan mereka kalau harus nurutin kamu yang absurd. Sama kayak temanmu si Steve.” “Ah benar Steve. Dimana dia?” “Meneketehe.” “Cemburu kok segitunya. Cemburu jangan sama Steve dong. Sama yang cantik gapapa cemburu.” “Masalahnya ga ada tuh yang mau sama kamu selain aku dan Steve. Hahaha.” “Aku mau lihat Steve, boleh?” “Tanya guidemulah. Kok tanya aku.” “Kalo kamu ngijinin ga?” “Iya iya sono deh, bilang guide mu dulu.” “Nah gitu dong, aku ke Steve dulu ya.” “Guide, apa boleh aku kembali ke kamar?” tanya Deril. “Tentu boleh. Sepertinya kamu memang cocok jadi peri hutan, atau mau jadi peri hewan?” “Peri hutan saja. Aku senang dengan tugas ini. Ini saja, jangan diganti.” “Hahaha. Iya iya baiklah. Pergilah.” Deril mengerlingkan mata pada Jessi yang masih duduk di sofa. Jessi hanya melambai padanya. *** Dikamar. Deril mencari Steve, tapi tak juga menemukannya. “Kemana dia.” Gumamnya. Deril kemudian keluar kamar. Mencari kemana peeginya Steve. Dia celingukan kesana kesini, tapi belum juga menemukannya. “Kok sudah disini kamu Der?” tanya Lazardi yang baru kembali dari kantin. “Iya sudah selesai magangnya.” “Loh kan masih lama biasanya?” “Istimewa. Deril.” Ucapnya menyombongkan diri. “Eh lihat Steve ga?” lanjutnya. “Oh Steve. Dia kan di rumah Albapante.” “Hah? Ngapain dia disana?” “Tanya saja sama dia.” “Padahal aku tadi juga kesana. Kok ga lihat dia ya.” “Ya iyalah ga lihat. Dia kan di halaman belakang.” “Ngapain?” “Tanya saja sama orangnya sendiri.” “Yaudah ayuk bareng kesana.” Mereka berdua berjalan beriringan menuju rumah Albapante. Banyak hal yang mereka obrolkan, begitu seru dan menyenangkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN