20. Pernyataan Cinta

1011 Kata
Hanya bisa merindukannya dalam diam. Tak bisa melihat apa lagi menyentuh. Sebuah rasa yang tak bisa tersampaikan. Dan ... hanya tersimpan dalam hati. Seina menulis kata-kata yang menyentuh di akhir bab yang dia buat. Jika di pikir lagi itu sebagian dari apa yang ada di hatinya kini. Setelah pertemuannya dengan Diana, Seina yakin jika hubungannya dengan Darel cukup hanya sebatas teman tidak lebih. "Argh ... Seina apa yang sedang kamu pikirkan," gerutu Seina memegangi kepalanya. Ia beranjak dari meja kerjanya lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Semalaman hanya fokus membuat cerita, sampai ia lupa untuk tidur. "Tunggu, sampah belum aku buang," ucap Seina berlari ke dapur lalu keluar dengan membawa dua kantong sampah di tangannya. Tepat di depan pintu Seina berhenti sejenak menoleh ke arah pintu apartemen Darel— berlalu pergi begitu saja. Sementara itu, Darel diam termangu saat melihat Diana yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan. "Kamu sudah bangun, aku sudah masak nasi goreng untukmu,” ucap Diana sambil menyiapkan kopi untuk Darel. “Terima kasih.” “Apa kamu mau mengajar hari ini?” tanya Diana.“ "Hm ... sudah lama aku nggak ngajar, kasian murid-muridku,” jawab Darel. Keduanya duduk di meja makan saling berhadapan, tetapi tidak saling bicara. Diana menatap Darel yang fokus dengan makanannya. “Darel, apa kamu mencintaiku?” tanya Diana membuat Darel tersedak. Darel menghentikan kegiatannya kemudian menatap Diana. Bukan wajah Diana yang ada di hadapannya kali ini tetapi wajah Seina. Darel menggelengkan kepalanya agar kembali fokus dengan wanita yang berada di hadapannya. “Kita sudah di jodohkan dan sebentar lagi akan menikah,” jelas Darel. “Tapi apa kamu mencintaiku? Aku ingin menikah dengan pria yang akan menjadi milikku sepenuhnya. Bukan pria yang hanya kumiliki raganya saja tidak dengan hatinya.” Darel beranjak dari kursinya dan berucap, “Jika perjodohan ini menjadikanmu banyak menuntut sebaiknya kamu cari saja pria lain seperti apa yang kamu inginkan.” Diana meneteskan air matanya melihat Darel yang pergi meninggalkannya begitu saja. Pria yang selama ini ia cintai dengan tulus ternyata, tidak benar-benar mencintainya. Darel melempar pintu apartemen, bergegas masuk ke dalam lift. Namun, saat pintu terbuka tubuh Darel mematung menatap Seina yang berdiri tepat saat pintu lift terbuka memberi jarak untuk keduanya. Mata Seina beralih ke kaki Darel yang berdiri dengan tegap, tidak seperti saat bersamanya. “Kamu sudah sembuh?” tanya Seina. “Hm ... aku sudah sembuh, terima kasih sudah merawatku,” jawab Darel merasa tidak enak. Seina menggeser tubuhnya, memberi jalan untuk Darel. Keduanya saling berpapasan, dan bertukar posisi. Saat pintu lift tertutup, tangan Darel menghalangi pintu lift hingga pintu tersebut kembali terbuka. “Seina ... apa kamu mencintaiku?” Sorot mata Darel tepat menusuk jantung Seina, ia tidak bisa berkata apa-apa dan itu membuat Seina terlalu gugup. Bukan menjawab Seina malah menekan tombol tutup agar pintu lift kembali tertutup. Keduanya hanya saling bertatapan hingga pintu lift tertutup rapat. “Oh my God, ada apa dengan jantungku. Kenapa jadi seperti ini,” gumam Seina sambil mengusap dadanya. “Nggak ... nggak mungkin aku menyukainya? Tapi dulu aku memang menyukainya dan saat ini rasa itu masih ada," batin Seina. Wajahnya seketika merona saat ucapan Darel kembali terngiang-ngiang di telinganya. Ia terus tersenyum, mengusap kedua pipinya yang terasa panas. Namun, senyuman di bibir Seina memudar ketika melihat wajah Diana yang sembab, menatap ke arahnya. “Diana, kamu nggak apa-apa?” Diana berhamburan memeluk Seina, menangis sejadi-jadinya. Seina yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi hanya menepuk punggung Diana mencoba menenangkannya agar berhenti menangis. *** Hamparan rumput hijau yang di penuhi oleh bunga, serta langit biru yang menunjukkan keceriaannya, membuat hati orang yang melihatnya begitu tenang. Disinilah mereka berdua sekarang, menatap indahnya alam yang tercipta oleh tuhan melalui tangan-tangan manusia. “Sei, apa Arya begitu mencintaimu?” tanya Diana yang membuat Seina terkejut. Seina tertawa mendengar ucapan Diana, tapi seketika ia langsung melipat bibirnya. "Pertanyaanmu aneh. Begini, kita nggak akan mungkin bersama jika nggak ada cinta di antara kita berdua,” jawab Seina santai. “Aku ingin bertanya tentang pendapatmu, apakah mungkin dua orang bersama tanpa ada rasa cinta?” “Menurutku nggak mungkin, kecuali perjodohan. Ketika dua orang memiliki hati yang lain, tiba-tiba saja di jodohkan tentu mereka nggak akan mudah memberikan hatinya untuk orang yang akan menjadi pasangannya karena perjodohan tersebut.” Diana menundukkan wajahnya mendengar penuturan Seina. Seina yang bingung dengan perubahan sikap Diana pun merasa tidak enak. Seina buru-buru meminta maaf karena dia takut jawabannya menyinggung perasaan wanita yang ada di sampingnya. “Maaf ini hanya pendapatku saja, jangan terlalu dipikirkan." “Kamu benar Seina,” ucap Diana menatap kedua mata Seina. “Aku dan Darel di jodohkan dari sejak kami masih kecil. Kami di pertemukan kembali ketika Darel dan keluarga pindah lagi ke Surabaya. Tapi-” Diana menghentikan ucapannya. “Seperti katamu, dia enggak bisa memberikan hatinya untukku.” Seina membalikkan wajahnya, ingatannya kembali saat Darel mengatakan. "Apa kau mencintaiku, Seina?. “Kamu tenang saja, lamban laun dia juga akan mencintaimu. Lagi pula banyak orang yang menikah karena perjodohan dan hubungan mereka langgeng.” Seina berusaha menenangkan Diana, memberi semangat untuknya. Keduanya kembali fokus menikmati pemandangan yang ada di sana sambil meminum kopi yang berada di tangan masing-masing. "Apa kalian sudah lama di jodohkan?" tanya Seina penasaran. "Hm, sejak Darel pindah ke Surabaya. Orang tua kita menjodohkan aku dan dia. Awalnya aku menolak, tapi seiring berjalannya waktu aku malah terpikat oleh Darel." Seina hanya mengangguk mendengar kan ucapan Diana. "Dulu aku pikir dia menyukaiku karena sama sekali tak menolak perjodohan ini. Tapi semakin kita dekat dia malah semakin menjauh, bahkan aku harus mencuri ciuman hanya ingin memastikan dia suka wanita atau nggak." Seina tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Diana. Bagaimana bisa Darel tak pernah mencium Diana sementara saat dengannya Darel terus menunjukkan physical touch. "Darel itu normal," ucap Seina berhenti tertawa. "Iya aku tahu, apa lagi sikapnya berubah saat bersama kamu." Deg Seina menyeruput kopinya untuk sekedar mengalihkan perhatian Diana. "Ehm, itu hanya perasaanmu saja. Aslinya Darel memang seramai itu, mungkin dia bersikap seperti itu sama kamu karena menjaga image-nya." "Entah, tapi aku merasakan tatapannya berbeda saat menatapmu, Seina." "I-itu ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN