19. Si Penguntit

1118 Kata
Seina tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, ingatan tentang ciuman bersama Darel terus berputar di otaknya. Perlahan Seina mengusap bibirnya dengan jari, merasakan sentuhan bibir Darel yang menempel di bibirnya. ”Argh ... kenapa aku harus membayangkan yang tidak-tidak, sadarlah Seina!” gumam Seina sambil memegang kepalanya. Seina kembali mengetik, sepintas muncul ide baru saat membayangkan wajah Darel seolah mengusirnya ketika ada Diana. Dalam cerita yang di tulis olehnya, Diana menjadi orang ketiga dalam hubungannya dan Darel. Namun aslinya, dia lah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan Darel dan juga Diana. "Haruskah dia mengusirku atau Darel mengejarku?" ucap Seina memikirkan cerita yang akan ia tulis. Terdengar seseorang menekan bel, Seina lalu keluar dari kamar untuk melihat tamu yang datang malam-malam ke apartemennya. Sesaat Seina tertegun melihat wanita yang berdiri di depan pintu apartemennya. “Diana,” desis Seina. Sesaat Seina terdiam menatap wajah Diana melalui interkom. Perlahan Seina pun membuka pintu— menyembulkan kepalanya di celah pintu. "Diana, ada apa?" “Boleh aku masuk?” tanya Diana saat Seina hanya mengeluarkan kepalanya. “Ah iya, masuklah.” Seina pun mempersilahkan Diana untuk masuk ke apartemennya. "Terima kasih." Diana masuk ke dalam. Matanya melihat ke sekeliling meneliti isi apartemen Seina. “Silakan duduk,” ucap Seina sembari menunjuk sofa. "Kamu mau minum apa?" "Tidak udah, merepotkan saja. Aku hanya ingin mengunjungi rumah teman tunanganku." Seina memutar bola matanya, dia tidak tahu maksud dari apa yang Diana katakan. "Tidak apa-apa, lagi pula aku hanya punya air putih," ucap Seina berdusta. Diana menyunggingkan senyum kemudian duduk di sofa lalu bertanya, “Apa kamu hanya tinggal sendiri?” “Hm ... aku hanya tinggal sendiri,” jawab Seina santai. Diana beranjak dari kursi ketika melihat sebuah n****+ yang menarik baginya. Dia lalu membuka n****+ yang Seina tulis sendiri. “Aku kira kamu tinggal bersama tunanganmu. Bukankah kalian akan segera menikah?” ucap Diana santai. “Meski kami sudah bertunangan tetapi kami sudah berkomitmen tidak akan tinggal bersama sebelum menikah. Kamu tahukan jika dua orang dalam satu ruangan akan ada banyak iblis yang menggoda dan menuntun kita untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi.” Diana terteguh mendengar ucapan Seina, berbeda dengan dirinya yang selalu ingin berduaan dengan Darel, bahkan dia ingin tidur dengannya. Untungnya Darel selalu menjaga jarak, bahkan meski Diana menginap di apartemen Darel, mereka tidur di kamar yang berbeda. “Silahkan di minum." Seina membuatkan secangkir coklat hangat dan menyajikan snack ke atas meja. “Terima kasih banyak, jadi merepotkan kamu,” ucap Diana. "Aku ke sini karena bosan tinggal di dalam apartemen Darel. Aku juga ingin lebih dekat denganmu Seina, boleh kan?" Seina hanya mengangguk lalu meminum coklat hangatnya. Sesaat baik Seina atau pun Diana bergulat dengan pikirannya masing-masing, sebelum akhirnya Diana kembali memulai percakapan. “Aku dengar waktu Sekolah Menengah Atas, kamu satu sekolah dengan Darel. Apa itu benar?” “Hm ... kami satu sekolah, tapi beda kelas.” “Oh begitu, kalau boleh tahu seperti apa Darel waktu sekolah dulu?” tanya Diana penasaran. Seina berpikir sejenak mulai memikirkan masa-masa sekolah dulu. “Yang aku tahu Darel itu anak yang nakal, dia sering berkelahi dengan siswa dari sekolah sebelah. Tidak hanya itu, dia juga sering di hukum karena sering bolos sekolah dan tidak pernah mengerjakan tugas,” ungkap Seina. “Ah ... tapi saat dia pindah ke sekolahku dia terlihat baik, bahkan peringkatnya pun lebih bagus dariku,” tukas Diana. “Sekolah,” batin Seina. Seketika otaknya berputar dengan cepat, seolah mendapat materi untuk novelnya. “Memangnya, kalian sekolah di sekolah mana?” “SMA Biguna Surabaya, apa kamu tidak tahu Darel pindah ke sana?” “Mana mungkin aku tahu, hubungan kita saja tidak jelas,” gumam Seina yang masih terdengar oleh Diana. Seketika Seina tertawa melihat Diana menatapnya begitu intens. "Maksudku waktu sekolah dulu aku tidak terlalu dekat dengan Darel, jadi aku tidak tahu kemana dia pindah.” Seina menghela nafasnya dengar kasar mencoba menenangkan kegugupannya. Keduanya pun serempak meminum coklat panas yang berada di gelas mereka. Suasana pun semakin canggung, entah mengapa Diana merasa curiga jika Seina dan Darel memiliki perasaan yang sama. Sedangkan Seina, ia takut Diana tahu jika dia pernah menaruh hati kepada Darel. “Oh iya, apa kamu tahu kekasih Darel saat masih sekolah di Bandung?” Seina berpikir sejenak, ia mencoba mengingat wanita yang pernah dekat dengan Darel. Namun, sayangnya hanya dia yang pernah dekat dan digosipkan berpacaran dengannya. “Entah, aku tidak tahu kekasih Darel. Saat sekolah dulu aku tidak terlalu dekat dengan siswa di sana dan aku bukan tipe orang yang suka mengorek kehidupan orang lain. Oops ... sorry,” ucap Seina ketika ia sadar jika saat ini Diana sedang mengorek kehidupan masa lalu tunangannya itu. Diana kembali tertampar dengan ucapan Seina. Usia mereka memang sama, tetapi jalan pikiran mereka berbeda. "Aku penasaran seperti apa masa lalu Darel." "Wajar saja, setiap manusia pasti punya masa lalu apa lagi mantan kekasih. Ya, meski mantan kadang hanya sebuah cerita lama, tapi kadang muncul di saat yang tidak tepat." Diana tersenyum. "Apa kamu punya mantan saat sekolah dulu?" "Tidak ada." "Serius, kamu itu cantik, masa tidak punya pacar?" Seina menggelengkan kepalanya. "Aku hanya fokus sekolah karena Papah sering memarahiku kalau nilaiku jelek," ucapnya sambil tertawa. Percakapan mereka pun berlanjut hingga tengah malam, entah siapa yang mengakhiri percakapan. Yang pasti Seina bisa terlelap tidur setelah berbincang dengan Diana. Tanpa dia sadari tak membalas pesan dari Arya. Sementara itu di tempat lain, Arya terus memandangi ponselnya menunggu balasan dari Seina. Namun, bukannya Seina, Laras yang tak lain sahabat yang sedang ia hindari itu malah mengirimkan pesan untuknya. [Laras : Bagaimana kabarmu Arya, aku dengar saat ini kamu sedang berada di Kalimantan!] Isi pesan Laras. Arya sama sekali tidak membalas pesan Laras, bahkan ia tidak peduli dan malah menghapus chat dari Laras. Arya sudah berjanji kepada Seina dan dirinya sendiri. Ia tidak mau siapa pun menghancurkan pernikahannya dengan Seina. "Ingat Arya, ada Seina yang menunggumu," batinnya. Ponsel Arya bergetar, muncul nama Laras di layar ponselnya. Arya kembali tidak menghiraukan panggilan Laras. Setelah panggilannya berhenti, Arya kemudian memblokir nomor ponsel Laras. Sementara itu, Laras begitu kesal karena Arya memblokir nomor ponselnya. Arya benar-benar memutuskan hubungannya dengan Laras, hingga ia membanting gelas yang berada di hadapannya. "Sial, kenapa Arya malah menjauhi aku. Tidak... ini semua tidak boleh terjadi. Aku harus mencari cara agar hubungan Arya dan Seina kandas," tutur Laras. Tidak ada yang tahu jika selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Laras sudah memiliki hati untuk Arya. Ia menjadi penguntit yang mengikuti kemana pun Arya pergi bahkan dia tahu barang-barang Arya. Padahal saat itu hubungan Arya dan Laras belum dekat. "Aku akan menghancurkan kalian." Sejak saat itu, Laras tidak ingin wanita manapun mendekati Arya. Ia akan melakukan berbagai cara agar Arya tetap berada di sisinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN