18. Kebohongan Darel

1038 Kata
Setiap hari Seina menemani Darel di apartemennya, membantu serta merawat Darel karena merasa bersalah karena sudah membuatnya cedera. Untungnya cedera Darel tidak begitu parah. Bahkan, Seina membawa laptop serta buku catatannya ke rumah Darel untuk bekerja sembari menemaninya. "Kamu sedang menulis apa?" tanya Darel mengintip dari belakang Seina. Seina menoleh ke belakang lalu kembali fokus dengan laptopnya. "Tentang kisah cinta yang belum usai," jawab Seina tanpa menghiraukan Darel yang masih berada di posisinya. "Cinta belum usai, apa dia sedang menyinggungku," batin Darel. "Ehm ... bagaimana kisahnya?" imbuh Darel yang penasaran dengan cerita yang di tulis Seina. Seina memalingkan wajahnya, hanya beberapa senti saja bibir keduanya hampir bersentuhan. Mata Darel dan Seina saling bertatapan, perlahan Darel mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Seina. Sesaat Seina terdiam merasakan bibir Darel yang menempel dengan bibirnya. "Astaga apa ini, kenapa aku tidak bisa mengelak," batin Seina yang hanya diam mematung. Kecupan itu sukses merusak pikiran Seina, membuat tubuhnya bergetar merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. "Manis," ucap Darel. Dengan santainya Darel kembali ke posisinya, menyandarkan punggungnya di kursi sambil membaca n****+. Seketika wajah Seina merona. Ia merasa malu karena hanya diam kemudian memalingkan wajahnya. "Kenapa dia diam saja, harusnya minta maaf karena sudah mencium bibirku," gerutunya dalam hati. Seina pun kembali menulis seperti tidak terjadi apa-apa. Jika bisa di dengar satu sama lain, sepertinya debaran jantung Seina dan Darel saling bersautan. Keduanya menjadi salah tingkah, tidak ada lagi celoteh dari mulut keduanya. Hanya terdengar suara ketukan keyboard yang beradu dengan jari Seina. Tak lama ponsel Seina bergetar terlihat nama Arya di sana. Ia bergegas menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tunangannya itu. "Halo, Sayang. Tumben telepon di jam kerja, apa kamu lagi senggang?" ucap Seina. [Aku merindukanmu Sayang, apa kamu sudah makan?" tanya Arya.] "Aku sudah makan tadi. Kamu udah makan?" Arya pun mengalihkan panggilannya ke setelan video call. Panik, Seina bergegas membawa laptopnya, keluar dari apartemen Darel begitu saja. Darel yang terkejut melihat Seina pun hanya bisa menatap punggung mantan kekasihnya yang semakin lama semakin menghilang. Brak! Darel melempar novelnya karena kesal. "Sial, kenapa tak ku halangi saja dia!" desis Darel. Darel berdiri kemudian berjalan ke kamarnya tanpa bantuan kruk atau pun Seina. *** Seina mengangkat panggilan Arya, berpura-pura tidur di atas sofa. ]"Kenapa lama sekali angkat teleponnya?" oceh Arya.] "Maaf Sayang tadi aku habis dari kamar mandi sebentar," kilah Seina. "Apa yang lagi kamu makan?" Arya menunjukkan makanan yang sedang ia makan. Tidak hanya itu, Arya juga mengedarkan ponselnya melihat sekeliling ruang makan kantornya. "Sepi sekali, ke mana rekan kerjamu?" ["Mereka sudah selesai makan, aku baru saja pulang dari proyek. Apa kamu membutuhkan sesuatu, belilah nanti aku transfer," ucap Arya.] "Tidak ada yang aku butuhkan selain kamu," goda Seina. Gelak tawa terdengar dari seberang telepon. "Aku senang mendengar kata-kata itu, tapi aku jadi was-was." Seina berdecak. "Was-was kenapa, kamu masih tidak percaya sama aku?" "Aku percaya sama kamu, Sayang. Aku hanya menggodamu karena itu hal yang langka dan belum pernah aku dengar dari mulutmu," ungkap Arya. Terdengar seseorang memanggil nama Arya, hingga Arya menoleh ke belakang. Seina bisa melihat seorang wanita berjalan ke arah tunangannya itu Ada rasa cemburu di hati Seina, tapi ia singkirkan karena tidak mau terlalu over thinking. "Oh iya Sayang, aku balik bekerja dulu. Jaga kesehatanmu, love you honey." "Love you too." Wajah ceria Seina berubah seratus delapan puluh derajat ketika melihat sosok wanita yang menghampiri kekasihnya. Cemburu, jelas. Apa lagi Seina melihat rekan kerja Arya memiliki wajah yang begitu cantik. "Argh, aku harap hati Arya tetap untukku," monolog Seina. Seina beranjak dari atas sofa sebelum akhirnya ia berlari ke apartemen Darel. Tanpa permisi Seina menerobos masuk ke dalam apartemen tetangganya itu. "Darel, kamu di mana?" Panggil Seina sembari berjalan ke dapur. Namun, langkah Seina terhenti saat melihat Diana dan Darel sedang duduk di meja makan— menoleh ke arahnya "Seina, senang melihatmu ada di sini. Ayo, makan!" ajak Diana. Seina pun menyunggingkan senyum lalu berjalan menghampiri Darel dan juga Diana. Ia benar-benar merasa canggung apa lagi tertangkap basah oleh kekasih Darel. "Hai, Diana. Kapan kamu datang?" sapa Seina seramah mungkin agar Diana tidak berpikir yang bukan-bukan. "Hai, Seina. Kenapa kamu bisa masuk ke apartemen ini dengan mudah?" Diana menoleh ke arah Darel kemudian ke arah Seina bergantian. "Dia membantuku di sini. Tanpa dia mungkin aku sudah kelaparan. Oh ya, Seina. Terima kasih atas bantuanmu selama ini. Sekarang sudah ada Diana di sini, jadi kamu tidak perlu repot-repot datang kesini lagi untuk membantuku," jelas Darel. Seina menyunggingkan senyuman kemudian menjawab, "Sama-sama, kalau begitu aku pulang dulu. Bye, Diana." Seina membalikkan tubuhnya keluar dari apartemen Darel. Ia merutuki kebodohannya karena masuk ke apartemen Darel tanpa permisi. Sementara itu, Diana melepaskan perban yang menempel di kaki Darel dengan hati-hati. "Kamu memberitahu password apartemenmu kepada Seina?" tanya Diana penasaran. "Iya, karena dia membantuku di sini, dia juga memasak makanan untukku," jawab Darel. "Oh ...." Diana ber-oh-ria, meski banyak sekali pertanyaan di kepalanya. Bahkan ia merasa di khianati karena Seina bisa dengan mudahnya masuk ke apartemen tunangannya sedangkan dia sendiri tak di beri password apartemennya. Namun, Diana mencoba tetap tenang agar tidak berpikiran yang mungkin akan merusak hubungannya. Sudut mata Diana melirik ke arah Darel yang beranjak dari sofa, di ikuti Diana yang mencoba membantu Darel. "Aku mau ke kamar mandi kamu tunggu saja di sini.” Darel berjalan dengan santai ke dalam kamarnya, membuat Diana semakin bingung. "Katanya patah tulang, tapi dia terlihat baik- saja." Ya, sebenarnya kaki Darel hanya cidera ringan dan masih bisa berjalan dengan baik. Selama ini Darel membohongi Seina dan bersekongkol dengan Dino untuk mempermainkan Seina karena ia sudah melukai kakinya. "Kenapa dia harus datang sekarang," batin Darel. Jika Diana datang bisa dipastikan jika ia tidak akan bisa memandangi wajah Seina beberapa hari kedepannya. Darel menatap wajahnya di depan cermin, hatinya terasa sakit ketika melihat Seina keluar dari apartemennya. Ingin rasanya menggenggam tangan Seina, menahannya untuk tidak pergi. Namun, semua itu tidak bisa Darel lakukan karena ada Diana di sana. "Sayang, udah selesai belum?" tanya Diana di balik pintu. "Aku bisa sendiri, kamu tidak usah menungguku di kamar." Darel memikirkan sesuatu agar dia bisa bertemu dengan Seina. Ia tidak mungkin terus berpura-pura cedera, karena ingin segera menyuruh Diana pergi dari sana. Jahat memang, tapi itulah Darel. Ia tidak akan bertahan demi wanita yang tidak ia sukai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN