Jihan memandangi sebuah foto pernikahannya bersama Juna. Ada banyak harapan dan doa yang mereka terima pada hari itu. Hari yang Jihan pikir adalah hari awal kebahagiaan dirinya dan Juna dalam menjalani kehidupan baru. Akan tetapi, di usia pernikahan mereka yang bahkan baru beberapa hari, yang Jihan dapatkan bukanlah air mata kebahagiaan, melainkan air mata kesedihan. Di mana gadis yang tak pernah menjalin hubungan percintaan dengan siapa pun itu, harus melihat sebuah pengkhianatan suaminya dengan mata kepalanya sendiri. Sangat miris. Jihan terisak pelan. “Aku terlalu percaya diri untuk bisa membuat Mas Juna menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku malu sama Papa Erwin dan Mama Santi, karena telah memberikan kepercayaan yang begitu besar padaku,” cicit nya pelan. Ceklek! Suara pintu yang