Dalila tersentak. Ia membuka matanya lebar-lebar, menatap langit-langit kamarnya. Dalila menghela napas dan mengubah posisi dirinya menjadi duduk di tengah ranjang. Ia tampak agak ling-lung karena secara mengejutkan dirinya tidur dengan sangat nyenyak tadi malam. Padahal, biasanya Dalila dengan mudah dibuat terbangun hanya karena suara sekecil apa pun. Namun, tadi malam berbeda. Dalila tidur dengan begitu nyenyak.
Entah karena mungkin malam tadi tidak ada bunyi apa pun yang mengganggunya, atau mungkin karena Dalila terlalu lelah. Dua kemungkinan yang terasa sangat masuk akan hingga membuatnya tertidur dengan lelapnya hingga tidak sekali pun terbangun di tengah malam. Dalila pun beranjak untuk turun dari ranjang, dan memeriksa keadaan anjing hitam yang semalam ia obati. Namun, pagi itu Dalila kembali dibuat terkejut.
“Ke mana anjing itu?” tanya Dalila sembari memungut kain yang sebelumnya ia gunakan untuk menyelimuti anjing hitam itu.
Dalila menyentuh lantai beralas yang sebelumnya menjadi tempat si anjing hita tidur. Ternyata lantai sudah dingin. Itu artinya, anjing itu sudah pergi dalam waktu yang lama. Dalila secara alami segera mencari celah atau memeriksa semua jalan ke luar dari rumahnya. Namun, Dalila tidak menemukan satu pun tempat yang bisa digunakan oleh anjing itu ke luar dari rumah. Jelas itu terasa sangat aneh bagi Dalila. Apalagi anjing itu memiliki ukuran tubuh yang besar. Kening Dalila mengernyit dalam, memikirkan lewat mana anjing itu pergi.
“Wah, selain aneh, ternyata anjing itu memang tidak tahu terima kasih,” ucap Dalila agak kesal karena anjingnya itu pergi begitu saja.
Dalila pun melemparkan kain yang berada di tangannya ke dalam tempat cucian sebelum berkata, “Ini alasan mengapa aku tidak menyukai hewan berbulu. Mereka hanya menggunakan tampang menggemaskan mereka, dan tidak tahu berterima kasih.”
Dalila pun beranjak untuk segera membersihkan diri. Tentu saja Dalila harus bergegas untuk bersiap dan berangkat bekerja. Ia tidak mau sampai hal menyebalkan ini merusak harinya. Apalagi hari ini Dalila memiliki tugas untuk mengawal seorang nyonya, yang tak lain adalah istri dari seorang politikus terkenal. Jadi, hari ini Dalila harus tampil sempurna tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. Selain ingin menunjukan pengabdiannya sebagai seorang pengawal, Dalila juga harus bekerja dengan benar untuk menyambung hidup. Karena Dalila tidak memiliki keahlian apa pun, selain bela diri. Jadi, inilah pekerjaan yang paling cocok baginya.
***
“Silakan, Nyonya. Hati-hati,” ucap Dalila sembari mengamankan jalanan yang akan dilalui oleh seorang nyonya yang ia kawal saat ini.
Hari-hari Dalila berjalan dengan sangat lancar. Ia bahkan bekerja dengan baik, dan memuaskan nyonya yang ia kawal. “Terima kasih, Dalila. Aku benar-benar senang menggunakan jasa pengawalanmu. Kau bahkan mengerti apa yang aku inginkan, tanpa perlu aku memintanya,” ucap sang nyonya setelah duduk di dalam mobilnya. Bersiap untuk pulang.
Dalila yang mendengar hal itu pun tersenyum. “Suatu kehormatan bagi saya bisa melindungi Nyonya,” ucap Dalila dengan gaya profesional yang sangat memukau.
Selain kemampuannya yang sangat mumpuni sebagai seorang pengawal elit, Dalila juga memiliki paras dan tubuh yang indah. Karena itulah, banyak para nyonya yang senang menggunakan jasa Dalila sebagai pengawal. Dalila mengerti apa yang diinginkan oleh para kliennya, dan kemampuannya juga tidak perlu diragukan. Kemampuan Dalila sangat memuaskan, hingga para kliennya tidak pernah ragu untuk memberikan bonus lebih untuk Dalila.
Seperti sang nyonya yang baru saja dikawal oleh Dalila. Sang nyonya memakaikan sebuah bros cantik pada jas formal yang dikenakan oleh Dalila dan bertepuk tangan puas. “Perkiraanku memang benar adanya. Bros itu memang sempurna untukmu, Dalila,” ucap sang nyonya tersenyum lebar.
“Terima kasih atas pujiannya, Nyonya,” ucap Dalila. Sadar jika bros tersebut adalah hadiah yang diberikan oleh sang nyonya. Otak Dalila segera bekerja, untuk menghitung berapa banyak uang yang bisa ia dapatkan jika menukar bros ini dengan uang. Ya, semata duitan itulah Dalila.
“Terima kasih untuk hari ini, Dalila. Aku akan menggunakan jasamu di waktu mendatang,” ucap sang nyonya menutup pembicaraan dan meminta sopir mengemudikan mobil.
Dalila tetap berada di tempat hingga mobil yang ditumpangi oleh sang klien pergi. Setelah itu, Dalila menghela napas dan melepas senyuman profesional yang membuat pipinya pegal bukan main. Namun, tak lama Dalila menatap ke sebuah arah, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Kening Dalila mengernyit dalam. Sungguh, Dalila merasa jika ada seseorang, atau lebih tepatnya ada banyak pasang mata yang tengah mengawasinya. Sayangnya, tidak ada siapa pun yang Dalila lihat tengah mengawasinya. Di sana bahkan tidak ada orang yang menucurigakan karena semuanya tak lain adalah orang-orang yang ia kenal, karena semuanya adalah rekannya dari perusahaan penyedia jasa keamanan.
“Hei, Dalila! Kau tidak mau pulang?” teriak Jack membuat Dalila mengernyit kesal dan menatap rekannya itu dengan kesal.
Dalila melangkah mendekat pada mobil yang membawa rombongannya. Mereka memang datang dalam sebuah rombongan untuk mengamankan gedung yang menjadi tempat di adakan sebuah pesta. Hanya saja, Dalila memiliki tugas khusus untuk mengawal sang nyonya besar yang mengadakan pesta. Tugas yang mungkin terlihat mudah, tetapi Dalila harus sempurna mengendalikan dirinya di tengah orang-orang berkelas di sana.
Dalila duduk di kursi yang berada di samping kursi pengemudi, dengan Jack yang bertugas sebagai pengemudi. Dalila mendengkus dan membuat Jack bertanya, “Apa ada yang salah?”
Dalila terdiam saat mendapatkan pertanyaan tersebut. Jujur saja, saat ini Dalila merasa ada yang salah. Ada banyak orang yang tengah mengawasi Dalila. Namun, Dalila yang memiliki kemampuan sebagai seorang pengawal elit, sama sekali tidak bisa menemukan keberadaan orang-orang yang mengawasinya tersebut. Hanya saja, Dalila rasa hal ini tidak perlu ia katakan pada Jack atau rekan-rekannya yang lain, yang kini tengah berusaha bersabar menunggu jawaban dari Dalila.
Dalila tahu, bisa saja mereka semua menghentikan laju mobil, dan memburu orang yang dicurigai tengah mengawasi Dalila. Karena Dalila sama sekali tidak merasakan sesuatu yang mengancam, atau hal yang berbahaya. Dalila hanya merasa tidak nyaman karena diawasi. Jadi, pada akhirnya Dalila hanya menjawab, “Tidak ada. Fokus saja pada kemudi. Aku akan tidur, bangunkan aku jika sudah tiba di perusahaan.”
***
Tepat sudah satu minggu Dalila berusaha untuk mengabaikan pengawasan yang tidak Dalila ketahui penyebabnya itu, dan fokus dengan kehidupannya. Dalila bekerja seperti biasanya. Menerima tugas, menjalankan tugas, mengakhiri tugasnya dengan sempurna, dan menerima bonus yang lumayan. Dalila bahkan bersenang-senang dengan rekan-rekannya saat waktu libur tugas mereka tiba. Namun, pengawasan dari beberapa pasang mata itu membuat Dalila merasa jengkel.
Rasanya Dalila ingin menghampiri mereka. Menghajar mereka sebelum memaksa mereka mengatakan, siapakah orang yang sudah menugaskan mereka untuk mengawasinya. Namun, hal itu sangat mustahil. Karena Dalila sendiri tidak bisa menemukan orang yang mengawasinya. Mereka seakan-akan bersembunyi di tengah bayang-bayang, membuat keberadaan mereka tidak bisa terlihat oleh Dalila yang profesional dalam bidang ini. Dalila pun yakin, jika ada seseorang yang berpengaruh di balik pengawasan ini.
Namun, Dalila tidak merasa pernah menyinggung, atau memiliki masalah dengan orang-orang berpengaruh. Semua klien yang ia kenal bahkan memberikan pujian serta hadiah atas hasil kerjanya. Jadi, hingga saat ini pun, Dalila tidak bisa menebak, karena apa dan siapa yang meminta untuk mengawasinya. Dalila menghela napas untuk kesekian kalinya dan mengenakan topi sebelum ke luar dari ruang gantinya.
Jack yang melihat Dalila berlari dan berniat untuk memeluk rekannya itu. Namun, Dalila sudah lebih dulu menghindar dan memukul punggung Jack dengan tasnya. “Kubilang jangan sembarangan memeluk perempuan,” ucap Dalila.
Jack mengerang kesal sebelum berkata, “Di mataku, kau bukan seorang perempuan.”
Dalila mengambil ancang-ancang untuk memberikan pelajaran pada Jack yang tidak bisa mengendalikan bibirnya itu. Namun, Jack sudah lebih dulu melarikan diri menuju area parkiran. Dalila mendengkus dan berkata, “Dasar pengecut.”
Seperti biasanya, Dalila pun menggunakan angkutan umum untuk pulang ke rumah kesayangannya. Dalila sempat tidur beberapa saat di bus, sebelum terbangun tepat waktu di halte yang ia tuju. Karena terlalu lelah, dan ingin segera tidur, Dalila pun mempercepat langkahnya agar segera tiba di rumahnya. Namun, begitu sampai di depan rumahnya, Dalila dikejutkan dengan seekor anjing berbulu hitam lebat, tengah duduk di hadapan pintu rumahnya. Anjing itu memiliki netra keemasan, yang Dalila kenali.
“Kenapa kau ada di sini?” tanya Dalila kesal karena anjing yang ia kira sudah meninggalkan rumahnya begitu saja. Padahal, sebelumnya Dalila sudah membantunya dan mengobati lukanya.
Lalu tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya membuat Dalila bergegas untuk membuka pintu. Anjing hitam itu menatap Dalila dengan ekspresi memelas. Seakan-akan memohon untuk diizinkan masuk ke dalam rumah Dalila. Namun, Dalila menggeleng dengan tegas. “Tidak ada alasan bagiku untuk mengizinkanmu masuk kembali ke dalam rumahku. Sudah cukup bantuan yang kuberikan padamu. Kau bisa pergi, apalagi kini kau sudah sembuh sepenuhnya,” ucap Dalila lalu masuk begitu saja ke dalam rumahnya dan menutup pintu rapat-rapat.
Dalila pun segera memutuskan untuk membersihkan diri. Dalila menghabiskan waktu hingga setengah jam di dalam kamar mandi. Namun, begitu ke luar dari kamar mandi pun, hujan masih turun dengan derasnya. Bahkan kini guntur terdengar begitu menggelegar, merobek keheningan malam. Tanpa sadar, Dalila melangkah menuju pintu depan dan mengintip dari jendela. Dalila terkejut saat melihat anjing hitam tadi masih duduk di depan rumahnya, dengan keadaan sebagian bulunya basah kuyup, karena air hujan yang begitu deras.
Dalila berusaha untuk kembali mengabaikannya. Ia mencoba mengingat tingkah menyebalkan anjing itu, dan mengingat rasa tidak sukanya pada hewan berbulu. Sayangnya, Dalila tidak bisa mengabaikan anjing hitam yang memiliki bulu lebat dan lembut ini. Ia mendengkus kasar dan berbalik untuk membuka pintu. Seketika Dalila bertatapan dengan netra emas yang menyorot penuh permohonan. Tatapan dan ekspresi menggemaskan yang rasanya tidak cocok dimiliki oleh anjing yang memiliki pembawaan gagah serta misterius sepertinya.
Rasanya, Dalila ingin memarahi anjing itu saat ini juga. Sayangnya, Dalila masih waras. Ia tidak ingin melakukan hal yang bisa membuat dirinya sendiri terlihat gila. Dalila pun menyediakan ruang di ambang pintu dan berkata, “Masuk. Tapi jangan mengotori karpet.”
Anjing aneh yang selalu bersikap selayaknya mengerti perkataan Dalila itu pun beranjak mengkah dari posisinya. Ia melangkah dengan penuh kehati-hatian, dan duduk di tempat yang jauh dari karpet. Melihat hal itu Dalila pun kembali menutup dan mengunci pintu, sebelum beranjak untuk mengeringkan bulu anjing itu yang basah. “Kau sepertinya tidak memiliki pemilik, tetapi sikapmu selayaknya pernah mendapatkan pelatihan yang tepat. Tapi jika benar kau memang tidak memiliki pemilik, itu berarti kau tidak memiliki nama. Sebaiknya, aku memikirkan sebuah nama untukmu,” ucap Dalila seperti orang gila berbicara sendiri. Dalila sadar mengenai hal itu.
Dalila menghentikan gerakan tangannya yang semula sibuk mengeringkan bulu anjing hitam itu. Dalila berpandangan dengan anjing yang memiliki mata keemasan yang indah, tetapi terkesan memiliki bahaya yang tersembunyi itu. Lalu Dalila pun berkata, “Winter. Mulai hari ini, namamu Winter.”
Namun, anjing itu menggeram. Membuat Dalila mengernyitkan keningnya. “Jika kau tidak menyukainya, maka aku tidak akan memilihkan nama lain. Memiliki nama manis seperti itu adalah kemewahan untukmu, jangan bertingkah!” seru Dalila gemas, karena Winter benar-benar seperti mengerti apa yang ia katakan. Dalila tidak sadar, jika keputusannya untuk mengadopsi Winter, adalah keputusan yang akan mengubah masa depannya.