17. Pertemuan Tak Terduga

1366 Kata
Setelah Pak Buang meninggalkan ruang kantor pimpinan Dirgantara Group, tak lama kemudian Joanna masuk ke ruangan itu. Wanita itu menemui sang pimpinan sekaligus ayahnya itu setelah mendapat informasi dari Pak Buang. “Pak Buang bilang Papa ingin menemuiku. Ada masalah apa?” tanya Joanna begitu duduk di kursi rapat alih-alih duduk di sofa khusus tamu yang lebih akrab dengan pimpinan. “Santana masih aktif sebagai pimpinan Santana Group saat meninggal. Dia juga tidak pernah membagi warisan secara rinci kepada para ahli warisnya, sementara itu semua ahli waris sah-nya telah meninggal dunia. Papa berasumsi anak perempuan satu-satunya itu akan mewarisi semuanya secara otomatis,” ujar Joni membuka pembicaraan dengan Joanna. “Kalau secara saham iya. Tapi proses pengolahan manajemen harus mendapat persetujuan para pemegang saham. Aku sudah mencari informasi, ada dua investor dana di Jerman yang memiliki saham lebih dari 30 persen Santana Group. Tentu saja keterlibatan mereka nggak terlalu penting dalam proses pengolahan manajemen,” jelas Joanna yang disambut dengan anggukan beberapa kali dari ayahnya. “Artinya keputusan keputusan yang berkaitan dengan pengolahan manajemen perusahaan akan ditentukan oleh para pemegang saham yang lain. Dan aku bisa mengendalikan sebagian besar dari mereka, Pa,” lanjut Joanna dengan nada bicara penuh keangkuhan. “Baguslah. Soal pemegang saham itu Papa serahkan padamu. Untuk tugas mencari anak perempuan Santana akan Papa serahkan kepada Kenny. Tapi Papa khawatir perempuan itu akan speak up ke publik soal kondisinya selama menjadi menantu dalam keluarga kita lalu ada pihak keluarga Santana yang tahu soal itu,” ujar Joni yang awalnya terlihat berbinar-binar, kini wajahnya berubah muram. “Selama ini kalian sudah bertindak keterlaluan pada perempuan itu. Apa salahnya memperlakukan dia dengan baik selama lima tahun, setelah itu kalian bisa menyingkirkan dia dari rumah. Lihat yang terjadi sekarang, semuanya kacau. Warisan yang harusnya menjadi milik Kenny dan bisa kita kelola harus ditangguhkan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.” “Soal Abigail biar menjadi urusanku kalau dia sampai berulah. Aku juga akan memastikan semua para pekerja bahkan Bu Devi tidak akan ada yang buka mulut tentang apa yang pernah mereka lihat selama Abigail berada di rumah kita. Tapi yang aku pikirkan saat ini, Papa yakin ingin menjodohkan Kenny dengan anak perempuan keluarga Santana?” “Hanya itu satu-satunya cara untuk memulihkan kondisi perusahaan. Papa berharap dengan Kenny menjadi bagian dari Santana Group maka dia bisa membantu perusahaan. Anggap saja itu sebagai hukuman karena dia sudah mengacaukan rencana Papa. Dan Papa yakin Kenny akan berubah jika wanita yang menjadi istrinya adalah wanita yang memiliki latar belakang keluarga yang jelas dan juga terpandang tentunya.” “Kali ini aku setuju dengan pendapat Papa. Asal usul dan latar belakang keluarga itu memang penting terutama untuk orang-orang dari kalangan kita,” ujar Joanna. ~ Saat ini Abigail berada di ruang pesemayaman. Hanya ada dia dan Farusman di dalam ruangan itu. Jenazah yang telah ditemukan disemayamkan di tempat ini. Dan sejak mulai ditemukan satu persatu Abigail baru menguatkan dirinya datang ke tempat ini. Dia mencari ketika rumah duka sedang dalam kondisi tidak ramai karena tak ingin bertemu siapapun yang tak dikenalnya lalu memperlakukan dirinya dengan buruk karena menganggap dia sebagai tamu asing. Abigail menatap kosong deretan foto-foto anggota keluarga Santana yang menjadi korban meninggal jatuhnya pesawat pribadi milik Santana Group saat penerbangan menuju pulau pribadi untuk persiapan perayaan hari jadi pernikahan Santana dan Jessy. Abigail tidak bisa merasakan emosi apa pun ketika melihat anggota keluarga yang tidak dikenalnya. Dia mulai merasakan kesedihan mendalam saat menatap foto sang ayah dan ketiga kakak laki-lakinya. Ketika Abigail sedang menangis tersedu seorang perempuan muda hendak masuk ke ruangan itu. Dia buru-buru menyingkir dari tempat suci pesemayaman dan berdiri di sudut ruangan. Farusman yang baru saja masuk ruangan bersama perempuan muda datang menghampiri Abigail. “Dia putri dari adik perempuan Bu Jessy yang paling kecil. Saat ini posisi sepupumu itu adalah direktur perusahaan farmasi Santana. Namanya Liana. Sapalah,” ujar Farusman memberi arahan. “Selamat malam. Terima kasih telah datang,” ujar Abigail sambil meraih tangan Liana kemudian memaksa untuk menjabat tangannya. Liana yang terkejut bereaksi menarik tangannya dan menatap penuh tanya ke arah Abigail. “Kamu siapa?” tanya perempuan itu dengan ketus. “Kamu putri dari Bu Jessy. Karena Bu Jessy adalah suami dari ayahku maka secara nggak langsung kamu sudah menjadi sepupuku,” jelas Abigail dengan ramah. “Sepupu? Sepupu bagaimana? Aku belum pernah sama sekali bertemu denganmu. Bagaimana bisa kamu mengaku sebagai sepupuku?” “Nona Liana, perkenalkan beliau adalah Nona Abigail Santana. Putri tunggal mendiang Pak Santana dengan istri keduanya,” jelas Farusman sopan. “Mana mungkin? Menurutku itu cuma rumor. Om Tana nggak mungkin menikah lagi dengan artis grade rendahan. Minimal itu kalau memang niat menikah lagi harus mencari yang setara dengan tanteku,” ketus Liana sambil menatap Abigail dengan pandangan merendahkan. “Sudahlah, mau Anda menerima informasi yang saya berikan ini sebagai rumor ataupun sebuah kebenaran, yang jelas Nona Abigail adalah bagian inti dari keluarga Santana,” ujar Farusman tegas tak suka melihat Abigail direndahkan seperti itu oleh orang yang dia sendiri tahu kelemahannya. “Tentu saja. Baiklah kalau begitu mari kita lupakan apa pun yang sudah terjadi di masa lalu,” ujar Liana merasa risi dengan sikap Abigail yang sok ramah menurutnya, sambil melepas tangannya yang kembali dijabat oleh Abigail. “Ya, aku udah melupakan semuanya,” balas Abigail. “Kapan-kapan mari kita makan bersama sebagai tanda persaudaraan ini. Bukankah itu menyenangkan, Liana?” ujarnya Abigail penuh semangat. “Sekali lagi terima kasih banyak sudah memberikan penghormatan terakhir untuk orang tua dan saudara-saudara yang telah mendahului kita.” Kemudian tiba-tiba Abigail memeluk tubuh mungil Liana yang tentu saja membuat perempuan itu terkejut bukan main mendapatkan pelukan yang terlalu tiba-tiba itu. “Sepertinya kamu terlalu syok menghadapi situasi penuh duka seperti ini,” ujar Liana yang masih bingung menghadapi Abigail. Tak berselang lama setelah kepergian Liana, datang seorang wanita berusia di 45 tahun memasuki ruang pesemayaman. Farusman mendekat ke arah Abigail lalu kembali menjelaskan tentang perempuan itu. “Saat ini bisa dibilang dia adalah anggota paling senior struktur organisasi maupun keluarga Santana Group,” bisik Farusman. Sementara Abigail menatap lekat ke arah wantia tersebut “Oma?” ujar Abigail dengan suara yang cukup lantang hingga membuat wanita tadi refleks menoleh ke arahnya. “Tante,” jawab Farusman. “Tante tertua,” respon Abigail. “Bukan tante tertua. Kamu cukup memanggilnya dengan sebutan tante. Setelah berkenalan barulah panggil dia dengan sebutan tante beserta namanya,” ujar Farusman dengan sabar memandu Abigail yang sama sekali tidak tahu tentang silsilah keluarga besarnya. “Tante kalau dilihat-lihat mirip sekali dengan Oma,” respon Abigail. “Oma? Memangnya kamu siapa berani bicara seperti itu?” balas wanita itu sambil tersenyum sinis. “Farusman, kamu ajari anak buahmu itu tata krama dan sopan santun. Jangan bersikap tidak sopan seperti itu.” “Maaf, Nona Stefani. Tapi perempuan di samping saya ini bukan anak buah saya. Dia adalah Abigail Santana. Anak tunggal Pak Santana dan Nona Yosephine,” jelas Farusman tanpa ragu sedikitpun. “Oh, jadi dia anak pelakor itu. Pantas kelakuannya seperti itu. Buah nggak jatuh dari pohonnya,” balas Stefani yang merupakan adik bungsu Santana yang lolos juga dari kecelakaan maut karena pada saat kecelakaan terjadi dia sedang dalam perjalanan kembali dari liburan di Jepang. Raut wajah Abigail terlihat semakin sendu mendengar sebutan yang dia paham betul pasti ditujukan untuk wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Meski dia tidak menyukai ibu kandung yang telah menelantarkannya sejak lahir ke dunia ini, Abigail tidak pernah suka jika ada orang yang merendahkan ibunya. Dia tidak masalah direndahkan seperti apa pun asal jangan mengungkit kesalahan fatal yang pernah diperbuat oleh ibunya di masalalu. “Nona Abbey, sepertinya Anda kelelahan. Lebih baik Anda beristirahat di ruang VIP yang disediakan khusus untuk keluarga inti. Letaknya berada di ujung lorong setelah keluar dari ruang pesemayaman,” jelas Farusman. “Tapi aku belum lelah.” “Anda butuh istirahat sebentar. Jika sudah merasa lebih baik Anda boleh kembali ke tempat ini.” Akhirnya Abigail menurut. Dia keluar dari ruang pesemayaman dengan langkah gontai. Saat hendak memasuki ruang VIP yang dimaksud oleh Farusman, netranya menangkap sesosok yang sudah lama tak dilihatnya dalam sepuluh tahun terakhir. “Leon?” gumamnya menyebut nama laki-laki yang kini juga tengah memandang ke arahnya. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN