"Udah gausah diliatin mulu. Kalo cewek udah ketemu temennya udah biarin aja. Paling juga cuma ngerumpi doang," ucap teman Aditya menegurnya karena memang sedari tadi dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Aliyah. Entahlah. Ia merasa khawatir saja. Sejak dirinya menjalin hubungan dengan Aliyah, banyak sekali orang yang tidak suka melihat kebersamaan mereka dan terang-terangan mengganggu Aliyah. Itu membuat Aditya merasa bersalah.
"Takut kalo dia digangguin sama Anita lagi kayak tahun lalu. Lo ga tau rasanya liat cewek nangis sih. Makanya cari cewek sono. Lo mah cari duit mulu. Keburu tua b**o," ucap Aditya mengejek temannya itu kemudian meminum minuman yang sudah tersedia di meja itu tanpa ragu.
"Deketin cewek juga butuh modal kali. Lo aja udah punya cewek juga bukannya buruan dinikahin malah digantungin. Payah lu ah," ucap teman Aditya itu membalas mengejek tapi kali ini Aditya tidak bisa membantah karena memang begitulah kenyataannya.
"Ya gimana lagi, cintaku terhalang restu ibuku," ucap Aditya membuat teman-temannya di sana tertawa karena memang sudah hampir 2 tahun ini masalah percintaan Aditya masih sama saja dan tak kunjung berubah.
"Lo kurang usahanya kali. Lo kurang berani buat nunjukin kesungguhan lo sama Aliyah di depan ibu lo," ucap teman Aditya yang lain di sana membuat Aditya menggeleng pelan.
Ya, Aditya kini tengah berkumpul bersama dengan ketiga orang temannya yang duduk bersamanya di sebuah meja bundar dengan 4 kursi yang dibuat cukup berdekatan.
"Semua usaha udah gue coba tapi ga ada yang berhasil, Bro. Udahlah pasrah aja gue, sekarang," ucap Aditya terlihat kembali meletakkan gelas minumannya sedikit jauh dari jangkauannya, setelah dia tahu itu adalah minuman beralkohol. Bukannya apa-apa, hanya saja dia harus menyetir pulang, nanti. Dia tidak boleh mabuk, sekarang.
"Wah... lo belum denger cerita soal Bayu berarti," ucap temannya yang lain membuat Aditya merasa penasaran dan ingin mendengarkan lebih lanjut.
"Bayu? Dia kenapa? Oh iya yah, gue belum liat dia dari tadi. Dia gak dateng?" tanya Aditya setelah melihat sekelilingnya dan tidak menemukan orang yang dicarinya itu.
"Dia kan lagi persiapan mau nikah. Wah... lo ketinggalan berita beneran," ucap teman Aditya lagi dan dianggukki oleh teman-temannya yang lain membuat Aditya merasa sedikit kecewa karena ternyata dia sendiri yang belum tahu tentang kabar itu.
"Bukannya orang tua Bayu ga setuju dia sama Gina, ya? Kok bisa sih?" tanya Aditya lagi bingung dan seolah masih tidak percaya dengan berita yang baru didengarnya itu.
"Bayu mah sangar, gak kayak lo. Dia hamilin dulu tuh si Gina terus orang tuanya akhirnya ga punya pilihan lain selain setuju mereka nikah. Lagian siapa sih orang tua yang gak pengen punya cucu, Dit? Bayu otaknya encer, 'kan? Itu baru cowok sejati. Iya gak?" ucap temannya itu membuat Aditya terlihat diam saja seperti sedang berpikir sesuatu.
"Lo ga mau nyoba cara kayak Bayu gitu kek. Ya siapa tahu habis itu Lo sama Aliyah nanti akhirnya bisa nikah. Kan sama-sama untung namanya. Ibu lo dapet cucu, terus lo bisa dapet pasangan hidup. Nah, mantap tuh," ucap temannya lagi membuat Aditya sebenarnya merasa tergoda dengan godaan teman-temannya itu tapi, disisi lain dia juga merasa memiliki kewajiban untuk menjaga janjinya bersama Aliyah untuk melakukan hubungan suami istri itu setelah menikah. Tapi, ide yang diberikan teman-temannya itu juga tidak buruk. Aditya merasa bingung sekali, sekarang.
"Eh. Lihat noh! Aliyah ngapain ribut-ribut sama Anita? Mereka berantem lagi deh kayaknya," ucap temannya yang lain membuat Aditya melihat ke tempat di mana tunangannya itu berada sekarang dan langsung bangun dari duduknya untuk menghampiri Aliyah di sana tapi,
"Lo mau ngapain? Udah di sini aja. Jangan ikut campur masalah cewek. Aliyah udah gedhe ini. Udah liatin aja dari sini," ucap temannya mencegahnya untuk pergi membuat Aditya kembali duduk dan memutuskan untuk mengamati tunangannya itu dari tempatnya saat ini.
Sebenarnya Aditya merasa khawatir jika mungkin saja ada dari ucapan Anita yang akan melukai hati tunangannya itu tapi, melihat tidak lama kemudian Anita pergi dari sana membuatnya yakin jika Aliyah bisa menangani lawannya itu dengan baik. Aditya mengulum senyum merasa bangga karenanya.
"Wah... Aliyah jadi suka minum ya sekarang? Gile bener..." ucap temannya lagi membuat Aditya yang tadi sudah sempat merasa lega menjadi kembali khawatir.
"Dia pasti gak tahu kalo itu alkohol. Dia gak boleh minum itu," ucap Aditya dengan cepat bangkit dari duduknya dan berniat menghentikan Aliyah yang minum-minum di sana tapi,
"Ini tuh kesempatan bagus, Dit. Lo mah gak bisa baca situasi banget," ucap temannya setelah berhasil mencekal pergelangan tangan Aditya, membuat pria itu terlihat menatap temannya itu bingung.
"Kesempatan apanya, sih. Lepasin. Aliyah tuh ga pernah yang namanya minum-minum. Ntar kalo orang tuanya tau gue jawab gimana?" ucap Aditya berusaha melepaskan cekalan tangan temannya padanya itu tapi,
"Lo kelewat polos apa emang b**o beneran sih, Dit?"
"Kesempatan tau, Dit. Kalo lo ga mau orang tuanya tau, ajak aja dia ngamar di sini. Kan di luar lagi ujan deres tuh, alesan aja sama camer lo kalo bahaya pulang dikondisi jalan yang licin. Nah, lo tau kan apa yang harus lo lakuin selanjutnya. Masa mesti gue jelasin sih?"
"Biar bisa nikah kayak Bayu. Kan ujungnya nanti nikah juga. Dosa loh gantungin anak orang. Jantan dikit ngapa, Dit. Kalo lo ga ambil tindakan sekarang, mau sampe kapan lo bertahan sama Aliyah yang hubungannya gini-gini aja ga ada kemajuan sama sekali,"
Mendengar semua teman-temannya berbicara seperti itu sebenarnya membuat Aditya merasa tertantang dan tergoda karenanya tapi, ia masih bisa mengendalikan dirinya. Dia masih tahu apa yang benar dan yang salah. Dia tidak akan melakukan kesalahan yang akan disesalinya nanti.
"Udahlah. Lo pada apaan sih. Gue mau samperin Aliyah dulu," ucap Aditya kemudian berdiri dan berniat pergi dari sana setelah berhasil melepaskan cekalan tangan temannya itu.
"Oy, Dit! Kalo lo berubah pikiran, nih tadi gue udah booking kamar nomor 1103 di sini. Pake aja kalo lo mau," ucap teman Aditya itu kemudian terlihat melemparkan sebuah kunci yang langsung dengan sigap ditangkap oleh Aditya.
Aditya langsung memasukkan kunci itu ke dalam saku jasnya dengan cepat sebelum kemudian berlari untuk menghampiri Aliyah yang menghabiskan minuman dari satu gelas ke gelas lainnya dengan tanpa ragu sedikit pun. Itu gila. Ada apa dengan tunangannya itu hari ini? Kenapa Aliyah tidak bisa menahan dirinya seperti biasa?
"Aliyah?!! Kamu ngapain sih? Udah berhenti!" ucap Aditya sambil merampas paksa gelas yang dipegang wanitanya itu dan menjauhkannya dari jangkauan Aliyah.
"Untung lo dateng, Dit. Gue gak tau mesti gimana lagi buat cegah dia. Dia ada masalah apa sih? Kok kayak frustasi gitu? Pekerjaannya baik-baik aja, 'kan? Atau kalian berdua lagi berantem?" ucap Risa di sana terlihat khawatir melihat kondisi sahabatnya yang memprihatinkan. Ya, karena Aliyah yang dikenalnya tidak akan menyentuh minuman beralkohol apa pun yang terjadi.
"Nggak. Setahu gue Aliyah baik-baik aja, kok. Tapi_____"
"Kita pulang, sekarang. Di sini lama-lama gak baik buat kamu," ucap seorang pria yang tiba-tiba datang menghampiri Risa di sana.
"Tapi aku gak bisa ninggalin sahabatku sendirian. Lihat tuh, kondisinya. Kasihan, Yang," ucap Risa pada pria itu membuat Aditya merasa tidak enak jika Risa harus bertengkar dengan pasangannya hanya karena dirinya dan Aliyah.
"Udah gapapa, Ris. Lo pulang aja sama suami lo. Biar Aliyah jadi tanggung jawab gue," ucap Aditya mencoba meyakinkan Risa jika Aliyah aman bersamanya tapi Risa nampak terlihat ragu meski tahu jika Aliyah dan Aditya sudah lama bertunangan.
"Tapi____"
"Udah ayo pulang," ucap suami Risa di sana kemudian mengajak paksa Risa untuk pergi dari sana meninggalkan Aditya dan Aliyah sendiri di sana.
"Bi, sadar, Bi," ucap Aditya sambil beberapa kali mengelus tangan Aliyah di sana mencoba untuk menyadarkan wanita itu.
Aliyah terlihat kacau saat ini. Meski masih terlihat cantik dengan balutan hijabnya, namun Aliyah sudah seperti wanita nakal karena terlihat sudah tidak sadarkan diri karena kebanyakan minum. Aditya terlihat bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. Kata temannya tadi di luar sedang hujan. Berkendara dalam keadaan jalanan yang licin bukanlah pilihan yang tepat. Dan lagi, jika dia membawa pulang Aliyah dalam kondisi mabuk seperti ini maka dia akan mendapatkan citra buruk di depan orang tua Aliyah.
'Sebenarnya tidak buruk juga usul mereka tadi. Aku akan menginap saja di sini bersamanya. Tapi hanya sekedar menginap saja. Aku tidak akan melakukan apa pun lagi selain itu,' batin Aditya dalam hati.
"Al.. kamu masih bisa denger aku ngomong nggak?" ucap Aditya pada Aliyah yang entah sempat meracau apa tadi.
Karena tidak mau membuang waktu lebih lama, Aditya akhirnya langsung menggendong Aliyah dan membawa Aliyah menuju kamar pesanan temannya tadi.
"Nomor berapa tadi, ya? 1130 atau 1103?" ucap Aditya terlihat tidak mengalami kesulitan berarti meski saat ini tengah menggendong Aliyah. Tubuh tunangannya itu cukup kurus karena memang Aliyah sendiri juga suka sulit untuk makan dalam kesehariannya.
Setelah melewati banyak orang dan belokan, akhirnya Aditya sampai di lobi hotel. Sengaja Aditya tidak langsung menuju kamarnya karena dia ingin resepsionis mengantarnya ke sana agar para staf hotel itu tidak merasa curiga karena melihatnya menggendong Aliyah yang tidak sadarkan diri seperti itu.
"Permisi, Mbak. Bisa tolong antarkan saya ke kamar nomor 1103? Dimana letaknya, ya? Dan jangan khawatir, dia tunangan saya. Saya tidak memiliki maksud jahat apa pun," ucap Aditya sopan dan berusaha meyakinkan resepsionis itu, saat merasakan resepsionis itu menatapnya penuh curiga.
Dan mungkin karena melihat Aditya dan Aliyah di sana memakai cincin yang sama, akhirnya Resepsionis itu sedikit melunak.
"Kamar atas nama Fadli Prakoso?" ucap resepsionis itu memastikan pada Aditya.
"Ya, itu teman saya. Karena mengetahui tunangan saya membutuhkan kamar, jadi dia memberikan kamarnya untuk saya gunakan. Kuncinya ada di dalam saku jas saya," ucap Aditya lagi-lagi menjelaskan kemudian terlihat resepsionis itu mendekatinya dan mengecek apakah benar kunci itu ada di saku jasnya dan,
"Kalau begitu, mari saya antarkan, Pak," ucap resepsionis itu sopan setelah menemukan kunci yang dicarinya di dalam saku jas Aditya dan keduanya kemudian pergi dari sana menuju kamar yang sudah dipesan oleh temannya itu.
"Ini dia kamarnya, Pak. Jika membutuhkan sesuatu Anda bisa mencari saya atau staf yang lainnya. Selamat beristirahat dan selamat malam," ucap resepsionis itu kemudian pergi setelah membukakan pintu kamar itu.
Aditya pun langsung melangkah masuk ke dalam kamar itu dan membaringkan Aliyah di ranjang, membiarkan wanitanya itu tidur dan beristirahat di sana.
"Kamu kok bisa jadi gini sih, Bi," ucap Aditya setelah melepaskan sepatu dan tas yang masih dipakai oleh Aliyah itu.
Tok
Tok
Tok
Mendengar ketukan pintu, Aditya langsung berjalan keluar dan karena memang tadi dia belum menutup pintunya, dari jauh Aditya sudah bisa melihat siapa orang yang mengunjunginya itu.
"Thank's ya, Bro. Gue kayaknya emang perlu nginep deh malem ini," ucap Aditya pada temannya Fadli tadi memberikan kunci kamar hotel itu padanya.
"Santai aja. Kayak sama siapa aja lo. Gini, gua ke sini sama temen-temen yang lain mau minta maaf soal tadi yang nyuruh lo ngelakuin sesuatu yang ga bener. Sumpah kita gak maksud apa-apa, kok. Kita cuma pengen bantu lo aja. Tapi kita udah sadar kalo kayak gitu itu salah. Sorry ya, Dit. Nih sebagai permintaan maaf, gue sama temen-temen bawain minuman biar lo gak usah minta ke staf hotel lagi. Jus jeruk. Kesukaan lo," ucap Fadli membuat Aditya yang merasa tidak enak langsung menerima pemberian temannya itu.
"Oke deh. Gue terima pemberian lo ya. Sekali lagi thank's ya," ucap Aditya kemudian mengambil kantong plastik dengan logo mini market berwarna merah itu dengan senang hati.
"Yaudah. Selamat malem ya, Dit. Yuk kita cabut," ucap Fadli kemudian pergi dari sana bersama kedua temannya yang ikut bersamanya tadi.
Setelah teman-temannya pergi, Aditya memutuskan untuk mengunci pintu itu dan kembali masuk.
Aditya melepaskan jas yang dipakainya dan diletakkannya asal si sofa. Dia membuka kancing lengan kemejanya dan dia guling hingga siku. Dia melakukan hal yang sama pada lengan kemeja yang satunya. Kemudian dia juga terlihat membuka dua kancing teratas kemeja yang di kenakannya.
"Kamu pasti bakal nangis besok pagi kalo inget apa yang kamu lakuin malem ini, Al," ucap Aditya setelah melirik Aliyah yang tengah tertidur itu sekilas tadi sebelum akhirnya kemudian terlihat pria itu melepaskan jam tangannya dan juga sepatunya beserta kaos kakinya sekalian.
"Aku lapar sekali," ucap Aditya kemudian duduk dan membuka kantong plastik pemberian teman-temannya itu yang ada di meja di depannya itu.
"Bagus. Ada roti," ucap Aditya kemudian memakan roti itu dengan cepat karena dia memang sudah selapar itu.
Dan karenanya, akhirnya Aditya tersedak karena tingkahnya yang kekanakan itu, membuat Aditya langsung membuka botol minuman jus jeruk itu dan meminumnya sampai setengah.
"Tumben sekali mereka baik sih? Aku habiskan saja," ucap Aditya kemudian menghabiskan roti dan minuman itu hingga tak tersisa sedikit pun.
Tring...
Ada suara notifikasi tanda pesan masuk, membuat Aditya langsung mengeluarkan ponselnya dari saku dalam jasnya itu dan mengecek siapa kira-kira yang mengirimkan pesan padanya tengah malam begini.
From : Fadli bukan Artis
Jangan terlalu brutal kalo main, Dit. Selamat berbulan madu, wkwkwk...
Melihat pesan dari temannya itu, Aditya sebenarnya merasa bingung dengan apa maksudnya tapi, selang 5 menit kemudian, Aditya akhirnya mengerti setelah tubuhnya mengalami reaksi yang cukup aneh.
"Sialan! Mereka kasih minuman apaan sih?!!!"
Aditya merasa gusar dan gelisah. Tanpa sadar tangannya bergerak sendiri untuk melepas kemejanya karena dia merasa gerah.
Aditya berdiri dan berjalan ke sana ke mari mencoba menenangkan dirinya tapi, semakin dia berusaha mengendalikan dirinya, rasanya seperti berusaha memblokir sesuatu yang seharunya keluar dari dalam dirinya dan itu sama sekali tidaklah mudah.
Tanpa sengaja dia menatap wajah dan tubuh Aliyah yang terbaring dengan posisi berantakan di ranjang itu. Entah mengapa perasaannya kini terasa berbeda dengan yang tadi saat melihat wajah manis Aliyah yang sedang terlelap itu.
Aditya perlahan berjalan mendekati dimana Aliyah berada sekarang. Entah mendapat keberanian dari mana tapi Aditya terlihat dengan gerakan perlahan mengelus pipi Aliyah yang merona cantik itu.
"Kamu cantik banget, Al,"
Aditya merasa tergoda.
Aditya ter butakan nafsu dan gairah.
Entah salah siapa itu sebenarnya. Apakah ini karena dia yang tidak bisa menahan diri? Atau mungkin itu adalah akibat ulah teman-temannya yang sudah mengerjainya habis-habisan? Tapi yang jelas pikiran Aditya tidak bisa dikendalikannya sekarang. Dia merasa sangat menginginkan Aliyah. Dia ingin memiliki Aliyah seutuhnya saat ini juga.
'Maaf, Al,'
Bersambung...