4. Pertemuan

1717 Kata
"Ternyata benar, pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa penasaran, sedang pertemuan kedua menumbuhkan rasa rindu, dan pertemuan selanjutnya hanya meninggalkan rasa candu." ----- L'Elysee Artisan Cafe and Patisserie. 93 Hammersmith Rd, Hammersmith, London W14 0QH, Inggris Raya ---- "Akhirnya aku menemukanmu." Naomi Hazel mengerjapkan matanya sekali. Ia langsung memutar badan demi memastikan siapa pemilik suara tersebut. Lantas tak berapa lama, keningnya berkerut dalam. Sesosok pria jangkung dengan body atletis berdiri sembari tersenyum tepat di depannya. Mata pria itu berkilat jahil bahkan terkesan sedikit menggoda. Naomi, setiap sorenya secara khusus memang menghabiskan waktu di L'Elysee Artisan Cafe and Patisserie. Di cafe itu, ia biasanya membaca buku sembari menyesap cappucino, memakan salad atau tiramisu. Hal ini ia lakukan setiap hari tanpa pernah merasa bosan sedikit pun. Karena kebiasaan inilah, dengan dibantu Hans, Edward bisa menemukan keberadaan wanita itu. Setelah hampir empat puluh lima menit menunggu dalam kebosanan, wanita yang ia cari akhirnya datang untuk singgah. "Kenapa harus terkejut seperti itu? Apa jangan-jangan kau terkesima dengan ketampananku?" setelah selesai berucap, Edward menyugar rambutnya sambil tersenyum. "Maaf," kata Naomi. Sebelum menyambung kalimatnya, Naomi melempar tatapan memindai pada diri Edward dari ujung rambut hingga kaki. Memerhatikan penampilan lawan bicaranya kemudian berucap lagi. "Kita tidak saling kenal sebelumnya. Sebaiknya kau minggir dari hadapanku," ucap Naomi dingin. Karena Edward tidak beranjak sedikit pun, Naomi berinisiatif untuk melewati pria itu begitu saja. Ia mengarahkan kakinya menuju ke salah satu meja kosong yang terletak tepat di sudut kiri cafe. Tidak ingin kehilangan jejak, Edward tanpa rasa malu menyusuli. Mendudukkan dirinya, padahal jelas-jelas tidak ada seorang pun yang mempersilahkan untuk duduk. Dengan percaya diri, ia bahkan kembali mengajak Naomi berbicara. "Kenapa kau menghindariku?" Naomi berusaha mengabaikan Edward. Lebih memilih untuk membuka buku yang sebelumnya ia bawa. Lalu tak berapa lama memesan makanan ketika pelayan cafe datang menghampiri. "Aku pesan yang sama juga dengan nona ini." Edward turut bersuara ketika pelayan sibuk menulis pesanan. Saat pelayan itu sudah pergi, ia kembali mengajak Naomi berbicara. "Kau ini, aku jauh-jauh datang kemari khusus menemuimu. Ada banyak hal yang harus kita selesaikan." Naomi mengangkat wajahnya. Menatap datar pada Edward. Terlihat pria itu terus saja menyunggingkan senyum nakal nan merayu. "Maaf Mr.Edward, kau benar-benar mengganggu kegiatanku. Lagi pula, kita tidak punya urusan yang harus diselesaikan." "Ya ampun." Edward mendesah pelan. "Kita bukan rekan bisnis, tidak perlu memanggilku dengan embel-embel mister," protes pria itu. "Tapi ngomong-ngomong di mana kau tahu namaku? Saat di hotel, bukannya aku belum sempat memperkenalkan diri?" selidik pria itu. Naomi kembali menaruh buku yang ia baca. Meraih cappucino yang baru saja diantarkan oleh pelayan. Memilih menyesap minumannya terlebih dahulu baru menjawab. "Seluruh London atau mungkin se-Britania Raya bahkan mengenal siapa dirimu, Mr. Edward." Edward menyunggingkan senyumnya. "Rupanya namaku begitu terkenal di Negara ini. Aku cukup bangga mendengarnya." Acuh, Naomi menjawab. "Tentu saja, siapa yang tidak kenal Playboy kadal sepertimu." "Uhuk!" Edward yang baru saja menyesap cappucino di tangannya tiba-tiba terbatuk. Seringai menggoda yang awalnya begitu percaya diri ia tampilkan kini menghilang. Tergantikan oleh ekspresi meringis. Pria itu bahkan tanpa sadar mengumpat dalam hati. Ah, sial! Kenapa wanita ini mirip Richard? Bisa-bisanya dia menyebutku playboy kadal. "Terserah kau saja menganggapku apa. Yang pasti, aku bukan pria seperti yang kau bayangkan." Naomi mengedikkan kedua bahunya. "Maaf, tapi aku tidak perduli dengan pembelaanmu. Mau siapa pun dirimu, aku tegaskan sekali lagi, aku tidak mau tahu." "Aku tidak membela diri," sahut Edward cepat. "Lagi pula, seperti yang aku katakan sebelumnya, kita berdua harus menyelesaikan masalah kemarin." Naomi mendengkus kesal. Mengangkat wajahnya lalu menatap tidak suka. "Harus berapa kali juga aku katakan. Kita berdua tidak punya masalah apa-apa. Jadi ---" "Tunggu dulu," sela Edward. "Setelah kau meniduriku, dengan mudahnya kau melupakan begitu saja?" suara Edward yang nyaring sontak mengundang perhatian para tamu cafe lainnya. Detik berikutnya, Edward menatap sekeliling sambil meringis ke seluruh pengunjung yang memerhatikan. Salahnya sendiri berbicara tanpa menyaring terlebih dahulu. "Baiklah, aku beri kau waktu sepuluh menit untuk berbicara. Ah tidak," ralat Naomi. "Lima menit saja sepertinya cukup." Tidak ingin membuang waktu, Edward memanfaatkan kesempatan yang Naomi berikan untuk menjelaskan apa tujuannya menemui wanita itu. Dengan sengaja pria itu menarik kursi demi memajukan posisi duduknya. "Kita berdua awalnya memang tidak saling kenal. Tapi malam itu, kau sengaja menggodaku lalu memaksa untuk melakukan hubungan ---" "Astaga..." kali ini Naomi yang memotong kalimat Edward. "Kau terlalu bertele-tele. Langsung pada titik permasalahan saja. Aku benci orang yang terlalu banyak basa-basi." Edward mendengkus kesal. Sedari awal bertemu, ia sudah mencoba bersikap manis demi menarik perhatian Naomi. Jika biasanya wanita lain menatap Edward dengan tatapan memuja. Wanita ini sama sekali mengabaikannya. Bahkan terang-terangan menunjukkan raut tidak suka. "Aku ingin menikahimu." Mata Naomi mengerjap setelah mendengar kalimat itu. "Aku pikir setelah apa yang kita perbuat kemarin, aku harus bertanggung jawab," ucap pria itu. "Lebih-lebih kau sudah kehilangan kehormatanmu karena memberikannya padaku secara cuma-cuma. Aku memang pria b******k yang suka bergonta ganti pasangan. Tapi, bukan berarti aku pria yang tidak bertanggung jawab." lanjutnya kemudian. Naomi menatap lekat manik hazel milik Edward. Memilih bangkit lalu meraih tas serta buku yang sebelumnya ia bawa. Beranjak dari sana, tidak lupa ia berkata lirih namun penuh penekanan. "Kau bukan tipeku. Tidak perlu bertanggung jawab. Aku sudah melupakan apa yang pernah kita lakukan sebelumnya." Detik berikutnya Naomi meninggalkan Edward begitu saja tanpa pamit dan permisi. Karena masih dirundung rasa penasaran, pria itu turut bangkit lalu mengejar Naomi yang ternyata sudah hilang dari pandangan matanya. Astaga Wanita macam apa sebenarnya yang sedang kau hadapi ini, Ed. **** Tidak tahu berapa lama, yang pasti sedari datang hingga acara makan-makan dimulai, Edward lebih banyak berdiam diri. Malam ini memang sedang diadakan acara makan malam bersama di rumah Kenzie dan Alya Winata. Kegiatan rutin yang biasa dilakukan setiap weekend. Kenzie yang menyadari sahabatnya begitu murung, mengambil segelas wine lalu menghampiri Edward yang sedang duduk di sofa. "Wajahmu seperti orang kalah taruhan." Suara lembut Kenzie yang terdengar tiba-tiba berhasil menyentak Edward dari lamunan. Matanya refleks mengerjap kemudian meraih gelas yang Kenzie sodorkan padanya. "Apa yang sedang kau pikirkan? Masalah pernikahan?" Kenzie memicingkan matanya. Penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan sahabatnya. "Ck, bukan. Aku tidak sedang memikirkan itu," sahut Edward. Pria itu terlihat malas. Kenzie menautkan kedua belah alisnya, "Lantas, apa yang menganggu pikiranmu." "Paling tidak jauh-jauh dari wanita." Kali ini Richard yang berbicara. Ekspresi pria itu seperti biasa, terlihat santai. Edward tercenung, membayangkan nasib sialnya tadi sore saat bertemu Naomi. Sampai detik ini, ia selalu bertanya-tanya. Apa yang menyebabkan wanita itu terlihat begitu tidak menyukainya. "Aku rasa percuma menceritakan pada kalian. Sepertinya yang bisa menjawab pertanyaan di kepalaku hanya Alya." Detik berikutnya, pria itu langsung melarikan matanya. Mencari keberadaan Alya yang ternyata sedang berdiri tak jauh dari mini bar. Pria itu lantas memanggil. "Alya, tolong kemari. Ada hal penting yang ingin aku tanyakan," ucapnya serius. Menurut, Alya pun menghampiri lalu mendudukkan tubuhnya tepat di samping Kenzie. "Aku ingin bertanya denganmu. Setahuku, dari semua wanita yang ada, cuma dirimu yang tidak tertarik dengan pria jetset seperti Kenzie, kan?" Alya mengangguk. "Benar, aku bahkan muak dengan tingkah laku Kenzie waktu pertama kali kami bertemu." Mendengar ucapan istrinya, Kenzie lantas menarik tubuh wanita itu hingga masuk ke dalam pelukannya. "Astaga, kenapa kau pendendam sekali, sayang. Padahal aku tahu, waktu pertama kali kita bertemu di ruang rapat, kau sempat terkesima dengan penampilanku." Alya mendelik. "Dasar terlalu percaya diri!" "Itu artinya, sifat Alya sama seperti Naomi. Wanita yang sedang aku incar sekarang." Kenzie menatap penuh tanya setelah mendengar perkataan Edward. Mengurai pelukannya pada Alya, ia melayangkan tatapan penuh tanya pada pria di hadapannya. "Kau sudah menemui wanita itu?" Edward mengangguk pasti. "Tadi sore. Aku sudah berbaik hati menunggunya. Mencoba menampilkan sifat termanis yang aku punya. Bahkan aku menawarkan diri untuk bertanggung jawab atas segala perbuatanku tempo hari. Tapi wanita itu terang-terangan menolakku." Kenzie dan Richard terkekeh bersamaan. Mereka tidak menyangkan kalau Edward bisa mengalami nasib sial seperti ini. Pria itu, biasanya tidak pernah mengalami penolakan. Bisa dipastikan betapa frustrasinya ia sekarang. "Itu artinya, nasibku yang jauh lebih beruntung dari pada kalian berdua." Richard berucap penuh percaya diri. "Maksudmu?" tanya Kenzie. "Ya, karena aku tidak pernah mengejar wanita. Tapi Nathania yang mengejarku mati-matian." Detik berikutnya, Nathania yang memang duduk di samping Richard langsung melayangkan cubitan keras di lengan suaminya hingga pria itu mengaduh. "Bukannya kau satu-satunya pria yang menangisi kepergianku?" balas Nathania tidak mau kalah. "Kalau kau lupa, siapa yang sampai memohon para opa Arthur agar bisa menemuiku?" "Jangan lupa ingatan, Rich. Siapa yang menangis di apartemen sembari terus menyebut nama Nathania?" ucap Edward menimpali. "Nathania... jangan tinggalkan aku," olok pria itu sambil memajukan bibirnya. Richard mengangkat kedua tangannya menyerah. Kalau urusan menghina, Edward memang nomor satu. Pria itu kadang tidak sadar diri bila mencibir orang lain. Itu sebabnya Richard sering kesal bila menceritakan sebuah rahasia pada pria itu. "Baiklah, aku mengaku kalah. Kau memang membuatku tergila-gila, Nathania Aurora." Seisi ruangan langsung menertawakan tingkah laku Richard. "Lalu, setelah wanita itu menolakmu mentah-mentah, apa kau akan tetap mencarinya?" Kenzie kembali menyambung percakapan yang sempat tertunda sebelumnya. "Aku ingin menikahi wanita itu." Edward berucap dengan pasti. Membuat semua mata sontak tertuju padanya. "Kau yakin ingin menikahi wanita yang tidak kau kenal sebelumnya?" Ada nada keterkejutan dalam kalimat yang Kenzie lontarkan. "Aku penasaran dengan wanita ini. Kenapa dia tidak tertarik sedikit pun denganku." "Itu artinya, kau siap menikah tanpa cinta?" Kenzie kembali bertanya. Sebagai sahabat, ia tidak ingin melihat Edward salah dalam mengambil keputusan. Apalagi ini soal pernikahan. Menentukan partner seumur hidup. Seseorang yang akan mendampingimu hingga menua. Yang Edward lakukan berikutnya adalah mengangguk. Ia bahkan terlihat percaya diri seperti biasanya. "Cinta itu bisa tumbuh kapan saja, Ken. Lagi pula, kalau sampai akhirnya aku di jodohkan. Kau pikir orang tuaku mau menunggu aku jatuh cinta terlebih dahulu? Ku rasa, pilihannya sama saja." "Kalau itu memang pilihanmu, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu." Edward kembali terdiam setelah mendengar ucapan Kenzie. Berpikir keras, cara apalagi yang harus ia lakukan untuk menarik perhatian Naomi. ------ Aku nggak pernah bosan buat ingatin kalian semua. Semua Visual/Jadwal update/spoiller cerita/atau berita lainnya, aku info di story sss/ig story @novafhe. Silahkan follow/add. . . ====Note=== . Halo, Cerita ini eksklusif tayang/terbit di aplikasi Dreame/innovel dan hanya bisa di baca di sana. Jadi, jika kalian menemukan cerita ini dijual bebas dalam bentuk PDF oleh orang yang tidak bertanggung jawab, mohon bantuannya untuk melapor/memberitahu aku, yah. Karena tindakan tersebut bisa di proses secara hukum dan di tuntut untuk mengganti rugi. . Salam, Fhee . JUDUL NOVEL : PLAYBOY VS PLAYGIRL PENULIS : NOVAFHE LINK : https://m.dreame.com/novel/XN1DCbBuh7rak1kM3COfPg==.html
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN