Menjemput Andara

1049 Kata
Jika sudah waktunya, maka dia akan menyerah juga. Vante tengan berdiri di depan mobilnya dengan melipat tangan di d**a. Wajah pria itu begitu merah, dia menahan amarah yang tidak bisa disembunyikan dengan baik saat mengetahui bahwa istrinya tengah bersama lelaki lain. Sekarang, Vante melihat dengan jelas bagaimana Andara berjalan ke arahnya dengan menggandeng lengan Raihan. Sungguh, sangat menjengkelkan dan membuat Vante geram. Ingin sekali dia menghilangkan Raihan dari muka bumi ini. "Lepaskan!" bentak Vante sembari menepis lengan Raihan yang bersentuhan dengan istrinya. Lalu, Vante dengan cekatan meraup tubuh Andara hingga wanita itu benar-benar menjauh dari Raihan. Andara berdecak dan berusaha keluar dari dekapan Vante. "Jangan peluk aku! Aku tidak suka bau parfum Dena yang menempel di bajumu. Akh!" Usaha Andara terlihat sia-sia karena tenaga Vante jauh lebih besar darinya. "Istriku … jangan seperti ini ya, sayang." Vante mengusap surai hitam panjang milik Andara yang basah, sepertinya wanita itu baru habis mandi. "Rambutmu kenapa basah, sayang?" tanyanya dengan kegundahan hati yang melanda-landa. Semoga, tidak ada sesuatu yang benar-benar terjadi Antara Raihan dan Andara. Tatapan Andara yang menajam, kini menusuk relung hati Vante. "Aku habis mandi bersama dengan mas Raihan," jawabnya dengan berani tanpa ada keraguan. Tentu, hal itu membuat telinga Vante semakin panas mendengarnya. Raihan sama kagetnya mendengar penuturan Andara. Itu, sama sekali tidak benar. Namun, dia paham karena Andara sengaja mengatakannya agar Vante merasa cemburu. Vante tampak mengeratkan pelukannya pada pinggang Andara. Tatapan tajam yang seperti mata elang itu tengah menatap Andara dengan penuh kemarahan. "Kau ingin aku hukum, istriku?" tanyanya dengan nada bariton khas yang sangat serius, mampu membuat bulu kuduk Andara merinding sekarang. "Kau tidak boleh menghukum Andara, kau yang jahat disini, Vante." Raihan menegur pria itu agar setidaknya jangan menyakiti Andara. Seharusnya, Vante harus memahami situasi tentang bagaimana Andara yang lelah dengan kelakuan pria itu. Vante melirik Raihan dengan jengkel dan sedikit meremehkan pria yang pernah bekerja dengannya sebagai bodyguard Andara. "Cih!" desis Vante. Selanjutnya, tangan laki-laki itu memilih untuk menggandeng tangan Andara dan masuk mobil. *** Saat mereka tiba di rumah, Andara lebih dulu berjalan mendahului Vante. Dia enggan berjalan beriringan bersama suaminya yang tukang selingkuh itu. Lihat saja, dia akan mencoba mendiami lagi, setidaknya ada kesadaran sedikit dari laki-laki itu, bahwasanya Andara juga bisa marah dan habis kesabaran. Melihat istrinya yang mengambil langkah besar dan terlihat terburu-buru, Vante tahu alasannya. Kini, dia juga ikut mengambil langkah besar dan langsung memeluk istrinya dari belakang. "Andara, suamimu ini sangat merindukanmu…," lirih Vante, dia memang sangat merindukan Andara, walau dirinya bersenang-senang dengan Dena. Bahkan, Vante bingung dengan kelakuan bejatnya yang sulit dihentikan itu. Andara menggeram dan mengepalkan kedua tangannya. "Lepaskan aku, kau buaya! Aku muak!" berang Andara, dia benci dengan Vante yang selalu seperti ini. Vante menghembuskan nafasnya di ceruk leher Andara, kelihatan dia sedang sangat lelah. "Aku ingin dilayani oleh istriku yang cantik ini," bisiknya dengan napas yang sedikit terengah-engah. Andara memutar bola matanya dengan malas, alasan klasik dan basi untuk menghasut dirinya. "Apa kau tidak capek? Apa kau belum puas bermain dengan Dena?" Andara mencoba melepaskan tangan Vante yang melingkar di perutnya tersebut. "Apa kau tidak ingin bermain dengan d**a bidangku ini, sayang?" Bibir Vante yang sedikit tebal dan basah itu, perlahan menempel pada tengkuk Andara, hampir membuat Andara kegelian. Andara pun berusaha untuk menolak, dia tidak suka dibutuhkan hanya untuk hal yang seperti ini saja oleh Vante. "Aku sudah cape, seharian melayani mas Raihan," jawabnya dengan kebohongan, tentu hanya ingin membuat Vante naik pitam. Mendengar penuturan Andara yang seperti itu, membuat Vante memejamkan matanya dan menggertakkan giginya menahan amarah. Bayang-bayang Andara yang memanjakan Raihan, justru kini berputar di kepalanya. Sungguh, hal menjijikkan itu sangat membuat Vante darah tinggi. "Aku mohon … jangan berkata seperti itu lagi, sayang. Aku tidak ingin mendengar hal itu keluar dari mulutmu, jangan mempermainkan suamimu ini, sayang. " Vante mencoba membalikkan tubuh Andara untuk menghadap ke arahnya. Selanjutnya, kedua tangan kekarnya itu menangkup pipi Andara dengan lembut. Wajah sang istri yang begitu cantik tanpa harus memakai make up selalu membuat Vante terhipnotis, hingga tanpa sadar Vante telah mencium pipi Andara dengan lamat. Vante berusaha menatap istrinya, sepertinya dari manik cantik itu Vante menemui pesan yang tersirat. Andara sudah lelah dan begitu terluka akibat ulahnya yang mungkin tidak akan bisa dimaafkan dengan mudah. Dengan kehati-hatiannya, Vante mengikis jarak antara dia dan Andara dengan cara mencium bibir Andara serta melumatnya lebih dulu. Tidak pernah berubah, jantung Vante masih tetap berdebar kencang saat berciuman dengan bibir mungil Andara yang seperti jelly itu. "Aku milikmu sayang. Hanya Andara yang boleh menyentuhku sesukanya. Aku tidak pernah membiarkan Dena menguasai tubuhku sesukanya, aku selalu memberi batasan." Karena Andara yang sudah jenuh dengan buaian Vante, terserah Vante ingin berkata seperti apa lagi. "Gendong aku ke kamar, setelah itu kau mandi, sehabis mandi kau gendong aku lagi mengitari halaman rumah," titah Andara dengan asal. Tentu, Vante menyetujui perintah Andara dengan senang hati. Dia sedikit menunduk dan membuat kedua tangan kekarnya menggendong tubuh Andara. Begitu juga dengan Andara, dia memilih menyandarkan kepalanya pada bidang lebar Vante. Enggan bersuara lebih lanjut, Andara memilih untuk memejamkan matanya saja. Vante pun tidak tinggal diam, seperti diberi sebuah kesempatan, pria ini langsung melangkahkan kakinya menuju kamar utama mereka. Sembari berjalan, disitulah Vante mencuri kesempatan dengan menciumi seluruh permukaan wajah sang istri. Kadang, dia juga menggigit hidung dan bibir istrinya dengan pelan. "Andara sangat manja sekali hari ini. Aku benar-benar suka," bisik Vante, hingga hembusan nafasnya di telinga Andara membuat wanita itu sedikit terperanjat karena merasa geli. "Kau benar-benar istriku, bukan milik orang lain ataupun milik Raihan," sambungnya lagi dan berakhir mencium bibir Andara. Setelah sampai di ranjang king size mewah itu, Vante membaringkan tubuh Andara dengan hati-hati. "Mau aku gantikan bajumu, sayang? Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, Andara menggeleng singkat. Dia tidak berminat untuk bermanja lebih jauh pada lelaki itu. "Baik, aku ingin itu seperti anak bayi," pinta Vante. "Minta yang lain saja, atau kau minum s**u saja di kulkas." "Aku ingin bermain denganmu." Kini, tangan Vante berhasil membuka dua kancing teratas dari baju yang dikenakan Andara. "Jangan!" Andara menahan lengan Vante, dia sedang tidak berminat untuk melakukan hubungan suami istri tersebut. "Sayang, kau menolak?" "Aku ingin cerai," ucap Andara dengan serius tanpa ada nada candaan sedikitpun. Iya, dia ingin lepas dari Vante dan menemukan kehidupan yang jauh lebih baik dari ini. Dia begitu lelah dan kecewa pada dirinya sendiri. •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN