Sebesar apapun membencinya, perasaannya tetap sama. Mencintai lebih dari yang dibayangkan.
"Hahhhh," lenguh Andara saat membuang nafas keputusasaannya. Tubuhnya yang sedang dalam posisi menyamping, bergerak memeluk tubuh kekar Raihan dengan sangat erat. Sesekali, bibir Andara yang berwarna kemerahan itu dengan lancang mencium otot-otot perut Raihan tanpa izin. Kebetulan, Raihan sedang tidak mengenakan atasan di tengah hari seperti ini.
Andara terus menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang pria itu. Enggan sekali rasanya untuk sekedar berbicara, pikirannya terlalu kalut karena kelakuan suaminya yang selalu membuat hatinya terluka.
"Kau, kenapa lagi? Apa dia menyakiti perasaanmu lagi, Andara?" Raihan tampak khawatir pada wanita yang memeluknya ini, dia sangat peduli pada perasaan Andara. Dia mencintai Andara jauh sebelum Vante mengenal wanita ini.
"Dia menyakiti perasaanku setiap hari. Jujur, aku sudah mulai kelelahan jika dihadapkan pada sifatnya yang selalu merengek jika aku abaikan. Padahal, dia sendiri berselingkuh dan tidak mau melepas Dena. Lalu, aku ini apa baginya, Mas? Kenapa dia menikahiku, jika hatinya masih terpaut pada Dena?"
Raihan memahami perasaan Andara yang tergores luka menyakitkan itu. Hal yang sangat berat untuk menghadapi kenyataan, bahwa pasangan kita sendiri memilih selingkuh.
Selanjutnya, Raihan menyentuh dagu Andara dengan lembut, dibawa mendongak menatap ke arahnya. Sorot matanya yang tulus sangat ingin membuat Andara selalu bahagia dan hidup dengan penuh kasih sayang yang melimpah. "Kau mencintainya, aku tahu itu," bisik Raihan tepat di depan wajah si manis, Andara.
"Kenapa Mas berbicara seperti itu? Apa Mas sudah tidak mencintaiku lagi?
"Hey. Aku selalu mencintaimu, Andara. Tapi, aku sangat tahu diri, kau adalah istri dari Vante. Kau miliknya secara sah, aku hanya bertugas untuk menjagamu dan mendapatkan gaji dari suamimu kala itu. Sejujurnya, aku tidak berhak atas dirimu, Andara. Bahkan, kasta kita berbeda, aku hanya pria miskin yang bekerja banting tulang mencari nafkah."
Andara hanya diam mendengar jawaban dari Raihan. Selalu saja pria itu merendahkan dirinya dan membandingkan kasta. Andara tidak suka jika dalam cinta, kasta selalu dipermasalahkan.
"Aku tidak suka jika Mas berbicara seperti itu. Kasta tidak penting, percuma jika kaya dan memiliki kasta tinggi tapi hatinya jahat, seperti Vante," celetuk Andara dengan gamblang, menyindir suaminya sendiri.
Raihan mendekap tubuh Andara lagi dengan erat. Dia tersenyum tipis mendengar penuturan Andara. "Sayang sekali laki-laki seperti dia menyia-nyiakan Andara. Andai saja kau mencintaiku juga, aku akan membawamu kabur dan menghilang dari hadapan Vante."
"Jangan pernah meninggalkanku, Mas…." Andara berlirih seolah-olah tidak ingin Raihan mengabaikannya. Andara hanya punya tempat bersandar paling aman jika sedang bersama Raihan.
"Mas tidak akan meninggalkanmu, percayalah," balas Raihan. Dia memberikan Andara sebuah janji yang membuat hati wanita itu menjadi lega.
Lambat laun, mereka saling mengobrol dengan tenang, Andara juga tanpa sadar telah tertidur, diikuti oleh Raihan.
***
Di tempat lain, dua orang yang telah meyakiti hati wanita tulus seperti Andara tengah berkelana dengan hasrat masing-masing. Tanpa pernah memikirkan perasaan Andara yang terluka, Dena dan Vante selalu melakukan hubungan menjijikkan itu setiap bertemu. Tidak peduli seberapa banyak Andara mengeluh dan menangis, Vante akan tetap memberikan kasih sayang dan cinta untuk Dena, mantan kekasihnya.
Dena bergerak meletakkan kepalanya di atas d**a bidang mikik Vante. Mereka baru selesai melakukan hubungan terlarang itu, bahkan Dena tidak memakai baju sehelaipun, sama seperti Vante.
"Kau, kenapa?" tanya Dena karena raut wajah Vante terlihat seperti datar dan masa bodoh pada kehadiran Dena yang bermanja-manja padanya.
Vante menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menelpon istriku," kilah pria itu sembari mengambil ponselnya di atas nakas. Lalu mengaktifkannya dan mencari nomor istrinya.
Wajah Dena tampak tidak enak, dia seperti merengut karena Vante membahas tentang istrinya. Apa tidak bisa untuk tidak memikirkan istrinya itu? Apa kurangnya Dena?
"Pilih aku atau istrimu?" tanya Dena dengan percaya diri. Pasti Vante akan memilih dia yang jauh-jauh lebih memuaskan daripada Andara.
"Tentu saja aku pilih istriku." Vante menjawab dengan tenang dan tegas. Dari kata-katanya, tidak ada terdengar gugup, itu sangat mantap sekali dan penuh keyakinan.
Dena sempat terkejut, lalu dia berusaha membalasnya. "Te, kau milikku lebih dulu."
"Aku memaafkanmu setelah aku menikahi Andara. Kau juga dari awal yang menghianatiku, aku memaafkanmu karena kau ingin bunuh diri waktu itu. Kesalahanmu yang menggodaku lagi, jika kau masih ingin menjelek-jelekkan Andara, maka sudahi saja perselingkuhan ini, Dena," perjelas Vante sembari menekan tombol call pada nomor telepon Andara. Ya, jika saja bukan karena kesehatan mental Dena yang terganggu, Vante pasti akan setia pada Andara.
"Kau jahat…," lirih Dena. Matanya bahkan berair, dia tidak menyangka akan mendapat respon menyakitkan ini dari Vante.
"Jika aku jahat, aku akan membiarkanmu mati hari itu, Dena," sungut Vante dengan suara beratnya yang cukup dingin. "Apa kau ingin menyudahi hubungan kita ini? Jika begitu, aku siap," sambung Vante lagi.
Dena menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kencang. "Tidak! Tidak! Kau juga milikku, aku tidak ingin berpisah darimu. Aku mencintaimu, Vante," ungkapnya sambil semakin mempererat pelukannya pada tubuh Vante.
"Ya, sudah. Mulai sekarang bersikaplah selayaknya kau seorang selingkuhan. Jangan mencoba mengganggu Andara, dia istri sahku. Apapun yang ia lakukan di kantorku, kau tidak boleh protes karena dia adalah nyonya Adinan. Apa kau paham, Dena?"
Mau tidak mau Dena mengangguk dengan terpaksa. Lihat saja, Dena akan berbuat sesuatu untuk mempercepat perpisahan Vante dan Andara. Segala cara akan Dena lakukan.
Akhirnya, sambungan telepon Vante terjawab, di seberang sana tampak terdengar sedikit grasak-grusuk, membuat Vante manaikkan sebelah alisnya.
"Sayang, kau dimana? Mas jemput, ya?" tanya Vante, senyumnya terbit karena Andara mengangkat teleponnya. Rencananya dia akan mengajak Andara makan malam diluar hari ini.
"Aku Raihan."
Sontak, Vante terduduk dan melepaskan pelukan Dena pada tubuhnya. Pria ini tampak murka dengan wajah yang memerah menahan amarah.
"HEY! KENAPA KAU YANG MENGANGKAT TELEPON ISTRIKU! APA YANG KAU LAKUKAN TERHADAP ISTRIKU?" berang Vante dengan suaranya yang memekik keras, dia tidak terima jika ponsel Andara dengan bebas dikendalikan oleh Raihan. Bahkan, Otaknya sudah berpikir jauh membayangkan bagaimana Raihan yang tengah menjamah tubuh istrinya. Vante sangat tidak terima, dia tidak rela Andara disentuh oleh mantan bodyguard-nya itu.
Melihat bagaimana Vante yang sangat marah karena istrinya bersana orang lain. Maka, semakin hasrat Dena ingin menghilangkan Andara dari kehidupan Vante.
Dia dan dirimu berbeda, berlian dan batu kerikil tidak akan pernah bisa disandingkan dalam wadah yang sama.
•••