Kesalahan Vante

1202 Kata
Dena itu sebenarnya telah diberi pekerjaan oleh Vante di divisi pemasaran. Namun, entah kenapa dia selalu lancang menemui suaminya Andara tersebut di jam kerja. Dia juga bersikap seolah-olah nyonya yang harus diagungkan oleh para karyawan Vante. Padahal, sudah jelas Andara yang lebih berhak atas semuanya. Dena dengan sengaja menghampiri Vante dengan berdandan cantik seperti biasanya. Nekatnya kuat, sehingga berani duduk di atas meja Vante karena didiami oleh pria yang sudah beristri tersebut. Alhasil, Vante dengan terpaksa menghentikan kegiatannya yang berkutat dengan laptop. Vante sedikit menatap dingin pada Dena. "Apa kau tidak lihat aku sedang bekerja? Aku sedang sibuk, Dena." Vante berdiri dan berusaha menjauh dari wanita simpanannya tersebut. Dia tahu sendiri ada bagian hatinya yang terasa sakit ketika mengkhianati Andara dan berencana untuk segera menyudahinya dengan Dena. Vante ingin sepenuhnya menjadi milik sang istri. Dia takut Andara memulai fase lelah dan berakhir meninggalkannya. Dena menahan lengan Vante, lalu membuka kedua kakinya untuk mengunci pinggang lelaki itu. Otomatis, Vante semakin mendekat dan menempel pada Dena. Ya, ini yang perempuan licik itu mau pada kekasihnya. "Aku berhak melakukan apapun padamu kan, Te? Kau bilang padaku jika semua yang kulakukan tidak ada larangan, termasuk yang ini," ucapnya disengaja dengan seperti berbisik. Apalagi, jari-jarinya mulai bergerak melonggarkan dasi Vante dan membuka kancing paling atas pada kemeja pria tersebut. Vante hanya pasrah saat netranya menangkap tangan gadis itu yang tengah bermain-main dengan bagian d**a bidangnya. Lambat laun, Vante menikmati permainan yang dibuat oleh Dena dan tanpa sadar tangan pria itu masuk ke dalam kemeja Dena dan menyentuh kulit perut wanita tersebut. "Te." Sadar, Dena tidak menunjukkan penolakan dan terkesan menuntut lebih dalam, Vante membawa tangannya untuk masuk ke area belakang bawah pada Dena. Tidak ingin kalah dari Vante, Dena menyesap bibir pria itu dan mengusap rahang tegasnya. Berkali-kali dia mencoba menggigit bibir kemerahan Vante hanya untuk membangun hasrat pria itu. Vante semakin tidak tahan atas permainan Dena, belum lagi bibir merah yang diberi olesan lipstik, mengingatkan pria itu akan bibir tipis Andara. Membalasnya, Vante juga memakan bibir Dena dengan bayangan Andara yang ada di dalam pikirannya. Jujur, Vante ingin pulang dan menemui Andara, namun nafsunya semakin membuncah. Sret. Dena telah berhasil membuka kemeja Vante dengan sempurna, sehingga terpampanglah bagaimana otot-otot pada perut pria itu yang menggoda kaum hawa. Hal lainnya, bahu kekar Vante yang penuh urat, berhasil membuat Dena menggigitnya. Padahal, bahu itu milik Andara karena Andara selalu bilang pada suaminya, jika bahu sexy itu tidak boleh digigit oleh siapapun kecuali dirinya yang merupakan istri sah Vante dari Adinan. "Kret ..." Pintu ruangan Vante terbuka, menampilkan sosok Andara yang tengah menggandeng tas tupperware ditangannya. Awalnya wajah itu penuh senyuman karena senang akan memberi kejutan, namun setelah tahu apa yang terjadi di dalam ruangan suaminya, senyuman manis itu sirna secepat kilat dan tentu meninggalkan luka. Vante terkejut melihat kedatangan sang istri yang tiba-tiba atau tidak memberi kabar sedikitpun. Dena juga menoleh dan menampilkan senyum jahatnya ke arah Andara Jeo. "M-maaf … aku pasti mengganggu kalian," ucap Andara. Tanpa mau menunggu jawaban pasangan kekasih tersebut, Andara menutup kembali pintu ruangan Vante dengan pelan. Sadar akan kelakuan bejatnya yang kelewat batas dan dilihat sendiri oleh istrinya, Vante buru-buru memakai bajunya dan mengancing dengan asal. Langkah kakinya juga bergerak cepat untuk menyusul Andara. Tidak terlalu jauh karena Andara masih berada di koridor yang sama dengan lantai kerjanya. Namun, tentu wanita itu berjalan dengan sedikit cepat agar segera menjauh dari ruangan suaminya. Hingga akhirnya, Vante telah berhasil menjangkau pergelangan tangannya. "Sayang ...," panggil Vante dan membuat Andara membalikkan tubuhnya dengan terpaksa. Segera ia menundukkan pandangan, enggan bersitatap dengan suaminya yang selalu menyakitinya itu. "Aku mengganggu, y-ya? Maafkan aku …," lirih Andara, berpura-pura merasa bersalah agar Vante semakin kalang kabut. "Andara salah paham, sayang." Wow, salah paham bagaimana Vante? Kau bahkan sedang b******u dan saksinya adalah istrimu sendiri. Sudahlah, akui saja kau itu memang tengah b******a dengan kesayanganmu si Dena. Lalu, Andara mendongakkan kepalanya dengan hati-hati, tidak ada senyuman hanya ada ekspresi tegar dengan mata yang berkaca-kaca. "Jangan marah …." Tanpa dosa lelaki itu mengucapkan, berharap sang istri tidak marah ataupun kesal. Andara menggeleng dengan senyuman tipis yang terpatri di bibir mungilnya. "A-aku tidak marah …." Mendengar jawaban Andara, Vante melirik ke tas yang dijinjing oleh istrinya tersebut. "Kau membawa makanan, ya? Mau makan bersama denganku?" Lagi, Andara menggeleng pelan. "Tidak, aku hanya ingin mengantarkan milkshake untukmu. Bukankah kau ingin makan bersama dengan Dena? Aku melihat ada banyak makanan di atas mejamu." Ah, itu bukan dari Dena. Makanan itu dibawakan oleh sekretaris Vante yang bernama Renan Aditama. Kini, Vante yang bergantian menggelengkan kepala. "Bukan, aku tidak berencana untuk makan dengan Dena. Istriku ini pasti ingin makan bersamaku, kan?" Andara mengeluarkan botol milkshake yang dimaksud untuk Vante. "Aku hanya ingin mengantarkan ini …." Padahal, sebenarnya Andara memang sengaja datang untuk makan siang bersama Vante. "Sayang …," ucap Vante berusaha membujuk istrinya. "Aku pergi, ya." "Nggak boleh, Andara harus makan bersamaku." Tiba-tiba, Renan yang merupakan sekretaris Vante datang dengan terburu-buru. "Bos, rapat 15 menit lagi. Tidak ada waktu untuk menunda, aku harap Bos tidak telat seperti kemarin" "Undur saja," Perintah Vante seperti tanpa dosa sedikitpun. "Tidak bisa, Bos, ini dengan pak Brian," ujar Renan. Vante membuang nafas kasar dan menggigit bibir bawahnya dengan kasar. Percuma, ini masalah pekerjaan dan Vante harus professional. "Aku pergi ya, Vante," timpal Andara, lalu kakinya menjinjit mencium pipi suaminya. Akhirnya, membuat Vante membeku seketika. Ingin lagi? Tentu saja. Jika benar dibolehkan, ingin mengarungi Andara saja untuk ikut dalam rapatnya. Berakhir, Andara berjalan meninggalkan Vante yang masih diam seperti patung. *** Setelah rapatnya selesai dengan Brian, Vante langsung menemui kliennya di bluesky yang bernama Tian. Klien sekaligus temannya semasa kuliah dahulu. Saat sedang sibuk membicarakan kontrak kerja sama, sorot mata Vante tanpa sengaja melihat keluar jendela yang menuju arah parkiran. Vante melihat Andara yang sedang menangis dengan menahan lengan Raihan. Sepertinya, Raihan hendak pergi dan telah bertengkar dengan istrinya. Terlihat, Raihan dengan muka dinginnya mengabaikan Andara begitu saja. "Jangan tinggalkan aku, Mas ...." Andara mulai meluruhkan air matanya dengan bebas. Dia benar-benar tidak ingin melepaskan genggaman tangannya pada Raihan. "Aku tidak bisa." Raihan menepis tangan Andara sehingga tas yang berisi makanan yang dibawa oleh Andara terjatuh. Sadar mendapat perlakuan buruk dari Raihan, Andara memilih untuk berjongkok dan menangis tersedu-sedu mengambil tas makanan miliknya. "Aku membuatkan makanan untukmu, Vante menyakitiku lagi," gumamnya. Raihan bisa melihat bibir manyun wanita itu dan terlihat sangat menyedihkan karena putus asa dengan kelakuan Vante. Raihan mencoba mengabaikan Andara, dia terus berjalan meninggalkan wanita yang tengah berjongkok tersebut. Lalu, Raihan berhenti dan membalikkan badannya, membawa kakinya melangkah ke arah Andara yang tengah menghapus air matanya dengan kedua lengan. "Untukku, kan?" tanya Raihan yang mengambil tas makanan dari makanan Andara. Reflek, membuat Andara mengangguk walau masih menangis tanpa berhenti sedikitpun. Stak. Raihan kembali berjalan meninggalkan Andara sendirian. Andara berusaha menghapus jejak air mata di wajahnya. Tidak tega, Raihan tidak tega. Dia sangat mencintai Andara. Akhirnya Raihan kalah dengan egonya sendiri. Kakinya berlari begitu cepat untuk menghampiri Andara dan memeluk istri Vante itu. Andara juga membalas pelukan Raihan dengan erat dan semakin menangis histeris di d**a pria itu. Dari jauh, kedua tangan Vante terkepal dan guratan garis wajahnya mengeras, apalagi saat melihat Raihan yang mencium puncak kepala Andara dengan penuh kasih sayang. Vante murka untuk kesekian kalinya. •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN