Tidak tahu apalagi yang harus dikatakannya saat ini. Viona benar-benar tidak pernah menyangka, pria yang selama ini menjalin hubungan dengannya adalah suami dari Adinda, kakak tirinya sendiri.
Viona hanya mampu diam. Hanyut dalam rasa sakit yang kini menyesakkan dadanya. Akan tetapi, lumayan bisa dikendalikan karena kehadiran Davin yang kini duduk di sampingnya. Menggenggam erat tangannya, memberikan kekuatan yang tidak pernah disangka Viona sanggup membuatnya tenang.
Tanpa ada yang tahu kini apa yang kini dirasakannya. Wajah Viona tampak datar tanpa ekspresi sama sekali. Viona merasa kondisinya lumayan baik, tapi kini ia khawatir dengan keadaan sang ayah yang baru saja pulih dari serangan jantung.
"Jadi apa yang membuatmu mendekati Viona jika sudah menikah dengan Adinda?" Abraham akhirnya memiliki kekuatan untuk bertanya, setelah berusaha keras menstabilkan amarah dan emosinya yang mulai mereda.
Haris mengangkat kedua pundaknya. "Aku tidak memiliki niat untuk menikah dengan Viona. Hanya saja dia memaksa agar aku mau menikah dengannya. Katanya dia jatuh cinta padaku. Dan mungkin karena aku menikah dengannya sehingga menimbulkan musibah di keluarga kami. Kedua orang tuaku masuk rumah sakit karena kecelakaan."
Viona yang mendengar ucapan Haris ingin rasanya marah. Menyela dan memberikan klarifikasi. Tapi, nyatanya Davin melarang lewat remasan di tangannya.
Viona kembali tenang dan menanti dengan senang hati apa yang dikatakan Haris. Ia juga mempercayakan semuanya kepada Davin. Semuanya. Tanpa terkecuali. Termasuk hidupnya saat ini.
Viona tidak ingin lagi banyak berpikir ini dan itu. Ia ingin fokus dengan bahagia bersama Davin. Terserah saja pria itu mau apa, yang jelas Ia sudah memiliki hidup yang baru. Tinggal bagaimana caranya menjelaskan kepada sang ayah dan Davin, jika semua yang dikatakan Haris itu sebuah kebohongan semata.
Dan lewat tatapan matanya Viona memberitahu sang ayah agar percaya saja apa yang dikatakan Haris saat ini. Semuanya semata-mata agar pria itu tidak banyak bicara dan mengeluarkan kata yang akan menyakiti hatinya lebih dari ini.
"Kalau memang begitu adanya, aku tidak bisa lagi banyak bicara. Aku ingin minta maaf atas nama Viona jika itu memang benar terjadi. Sekarang mari mulai hidup yang baru agar semuanya kembali baik. Dan, arungi rumah tangga kalian sebagaimana mestinya."
Abraham membawa kursi rodanya pergi menjauh dari ruang tamu. Ia ingin waras dan sembuh. Lagipula saat ini Viona sudah memiliki Davin, lalu apalagi yang harus dipikirkan?
Tidak ingin membuat kesehatannya semakin menurun, Abraham yang ingin sembuh seperti sedia kala, ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengajak Viona dan Arinda bicara. Karena saat ini ia tidak tahu mana yang salah dan benar.
Melihat sang ayah beranjak pergi, Viona pun menyusul bersama Davin. Langsung menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Tepatnya saling berhadapan dengan kamar milik Adinda.
Respon Viona dan sang ayah yang sangat berbeda jauh dari bayangannya, membuat Adinda menautkan kedua alisnya. Sungguh ini sangat membingungkan baginya yang telah tahu bagaimana besarnya cinta yang dimiliki Viona untuk Haris. Tapi, nyatanya apa? Gadis itu malah berlalu begitu saja tanpa ada sedikitpun kata yang terlontar dari mulutnya. Bahkan hanya untuk sekedar membantah apa yang mereka ucapkan.
"Kita harus waspada. Sepertinya Viona saat ini sedang menyusun rencana yang tidak kita ketahui sama sekali. Sebagai seorang suami, kamu harus tetap waspada menjagaku, Mas."
Adinda berucap seraya melipat kedua tangannya di depan d**a. Menatap punggung Viona dan Davin yang telah hilang di ujung tangga.
Alih-alih setuju dengan apa yang diucapkan Adinda, Haris justru merasakan jantungnya di remas kuat. Sakit, saat Viona dan Davin berjalan bergandengan tangan. Seakan mereka berdua saling percaya dan menguatkan satu sama lain. Sehingga tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Dan tidak tahu kenapa pula rasanya ia patah hati melihat kedekatan Viona dengan Davin.
Padahal selama ini Haris mendekati Viona hanya demi mengikuti keinginan istri dan ibu mertuanya. Tidak lebih dari itu. Dan bodohnya, demi cinta yang ia miliki untuk adinda, Haris mau saja melakukannya dan menipu Viona. Menyembunyikan pula pernikahannya dengan Adinda, demi kesuksesan rencana. Meski berat dan sakit, Haris tetap mau agar Adinda tidak pergi dari hidupnya.
Namun, tidak tahu kenapa hari ini rasanya semuanya berbeda. Melihat Viona dengan pria lain ada rasa aneh yang masuk menusuk ke dalam hatinya. Hingga kenangan indah saat kebersamaan mereka langsung berputar ulang di dalam otaknya. Dan andai saja waktu bisa diputar mungkin saja Haris akan memilih me menikahi Viona daripada tetap bersama Adinda.
***
"Sebentar.. Ada yang ingin aku pastikan terlebih dahulu."
Davin segera membawa Viona ke dalam pelukannya, sebelum ia menghubungi seseorang, yang sedari tadi Ingub Ia hubungi. Hanya saja tadi belum waktunya ia mencari tahu apa kemungkinan yang ia ketahui.
Viona yang tidak ingin tahu sang suami ingin menghubungi siapa, memilih memeluk Davin dan memejamkan matanya dengan kuat. Mengingat masalah yang dibuat Haris, ingin rasanya Viona mengakhiri waktu cukup sampai disini saja. Di dalam pelukan Davin dan menutup segala kenangan bersama Haris.
*Masih ingat Haris dari perusahaan mebel? Yang waktu itu mengundangmu untuk datang ke pesta pernikahannya. Karena Istrimu sedang sakit, kamu memintaku datang untuk menemani. Ingat tidak?"
*Ingat Kenapa?" Seorang pria menyahut dari ujung panggilan. Seseorang yang merupakan sahabat seperjuangan Davin.
*Coba ingat siapa nama istrinya."
"Adinda," sahut Galang, sang sahabat. "Kenapa? Apa yang terjadi sehingga kamu tiba-tiba saja menanyakan itu kepadaku?"
"Kamu tahu, Lang? Haris itu adalah mantan calon suami istriku yang aku ceritakan kemarin."
"Jangan bercanda kamu."
"Aku tidak bercanda. Adinda itu kakaknya Viona."
"Loh, kalau benar begitu, kenapa Haris malah melamar Viona dan mengajaknya untuk menikah? Bukankah dia masih menjadi suami sahnya Adinda? Lagipula, tidak baik menikahi adik kakak seperti itu meski saudara tiri. Terlebih lagi mereka satu ayah."
"Aku rasa ini bukan motif poligami seperti yang kamu katakan. Tapi ini motif memperebutkan hak waris. Karena Viona terancam lengser dari pucuk pimpinan perusahaan, jika kali ini gagal menikah."
"Seperti sengaja atur begitu, bukan? Jadi kalau suaminya yang menjadi pasangan Viona, maka Adinda bisa leluasa untuk melakukan apa saja. Termasuk membuat pernikahan itu batal dan Viona kehilangan jabatan. Alhasil, Adinda yang mengambil alih posisinya menjadi seorang pemimpin. Cukup menarik," terang Galang di ujung panggilan. "Kalau begitu, kamu tahu kan harus melakukan apa? Jangan mau saja diatur oleh orang yang memiliki daya pikir licik seperti ini."
"Tentu saja. Aku sudah tahu akan melakukan apa. Dan berharap Viona mau bekerja sama denganku," tutur Davin, seraya menatap Viona yang terlelap di dalam pelukannya. Sepertinya istrinya itu kelelahan karena satu malam ini kurang tidur. Melewati malam pengantin yang begitu panas juga. Jadi wajar saja ia mudah tertidur, terlebih lagi di dalam pelukan pria yang bisa mendatangkan kenyamanan dan rasa aman baginya.