Ollie merasa bahwa ada orang memanggilnya, namun suara itu terasa begitu jauh. Siapa yang memanggilku? Pikir Ollie. Ia merasa bahwa kegelapan menelannya, saat ia melihat sinar kemudian dan membuka matanya ia berada di mana? Ia memandang ke sekitar terlihat anak-anak kecil menyusun barisan terbagi dua, lalu ia mendengar suara yang ditujukan kepadanya.
”Violet, mau bergabung dengan tim mana?” tanya seorang teman perempuannya yang berdiri di sebelahnya. Setelah ia memperhatikan anggota tim yang tersusun, dan melihat dimanakah Hendry Hendrik berdiri dan iapun memutuskan berdiri di barisan itu, dan temannya juga ikut berdiri di belakangnya.
”Anak kecil gabung dalam tim kita ya?” Hendry berjalan menghampirinya. ”Belum pernah memukul bola, kan?”
Ollie menggelangkan kepalanya, ternyata ada orang yang memperhatikannya saat bermain kasti ini tidak pernah satu kalipun ia memegang pemukul bola. Ia sebelum bermain jika tim mereka mendapat giliran yang memukul bola, bel sudah menunjukkan masuk kelas untuk pelajaran berikutnya.
”Hari ini kau akan memukul bola. Pastikan kita menang hari ini!” Hendry berbisik sambil lalu untuk menunggu gilirannya memukul bola, tim mereka hari ini dapat giliran pertama memukul bola.
Semua pemain yang cowok mendapat giliran dahulu, dan ada seorang yang paling kuat dalam bermain ini yang menjadi pemukul terakhir. Anak perempuan setelah anak laki-laki. Saat giliran Ollie yang memukul bola, tim lawan terutama yang melemparkan bola mengolok-oloknya.
”Kita jadikan apa yang ini?” katanya sambil menyeringai meremehkan ke arah Ollie berdiri. ”Kita jadi kan sate!” semua tim mereka tergelak. Setiap pemukul mendapat kesempatan tiga kali, ada temannya yang sudah di pos singgah pertama dan kedua. Jika ia berhasil mereka dapat ke pos singgah ketiga, pos terakhir dilakukan saat pemukul terakhir dan seluruh tim yang ada di pos ketiga harus berlari untuk menembus ke pos terakhir. Tetapi jika bola cukup jauh dan anggota tim yang ingin langsung ke pos terakhir dapat dilakukan, namun risiko terlalu besar karena hanya pemukul terakhir biasanya yang dapat melakukan pukulan yang sangat jauh.
Ollie konsentrasi dan melihat kearah bola yang akan dilemparkan, saat bola dilempar. Ia berhasil memukul bola tersebut, tidak seperti pukulan teman-temannya yang melengkung sempurna. Pukulan Ollie datar dan menggelinding di tanah ke tempat tidak ada orang yang menjaga. Melihat hal itu temannya bersorak dan berlari menuju pos ketiga namun Ollie hanya dapat mencapai pos pertama. Ia akan menunggu pemukul dari timnya, untuk berlari kembali ke pos selanjutnya.
Ollie berhasil berada di pos ketiga, semuanya berkumpul disana. Hendry berpura-pura berputar, untuk menghampirinya. ”Pukulan yang cerdik” tersenyum dan berlalu. Ollie tersenyum malu, ia berpikir mungkin hanya beruntung.
Semua mulai riuh, karena ada aba-aba dari pemukul terakhir untuk bersiap-siap berlari ke pos terakhir saat bola ia pukul. Semua anggota tim yang masih berada di pos ketiga bersiap-siap untuk berlari. Harap-harap cemas jangan-jangan bolanya tidak akan jatuh terlalu jauh, sehingga mereka harus berlari sekencangnya jangan sampai kena bola dari lawan. Saat bola dipukul dan melengkung jauh semua berlari ke pos terakhir dengan secepatnya.
Hari ini tim mereka menang, semua anggota tim berhasil sampai ke pos terakhir. Semua gembira menyambut kemenangan ini. Setelah melihat ke sekeliling teman-teman satu timnya, Ollie menyadari bahwa anggota timnya ternyata satu arah. Sedangkan tim lawang juga satu arah, mereka satu desa tetapi ada batas lembah yang menjadikan desa atas dan desa bawah. Walaupun jalan sudah terbentang menjadi penghubungnya.
Kalau sudah terdapat pemenang seperti ini, tim lawan merasa tidak senang. Apalagi bel pergantian pelajaran sudah berbunyi, dan mereka menantang untuk bermain minggu depan bertekad membalas kekalahan mereka. Karena semua tim lagi senang, tantangan itu sanggupi dan berjanji minggu depan mereka akan kembali bertanding.
∞
”Ollie. Violet Rosalie. Bangun!” Hendry berbisik di telinganya dengan air mata yang mengalir di pipinya yang berusaha ia tahan namun tidak berhasil. ”Bangun kecil! Buka matamu untukku.” Karena frustasi Hendry menaikkan suaranya ”Vio... Bangun. Kau dengar aku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku lagi. Kau milikku. Sekarang buka matamu.” Ia berkata lirih bahunya berguncang menahan suara tangis jangan sampai keluar dari mulutnya. ”Ya Allah... jangan Kau ambil dia dariku sekarang, setelah aku bertemu kembali dengannya. Ijinkan aku menghapus kesedihan yang telah ku perbuat kepadanya. Ya Allah... kumohon jangan Kau ambil dia sekarang dariku.”
Tangan lembut menyentak Hendry untuk berpaling, pertama ia menyangka ada perawat yang menawarkan penghiburan. Ia berdiri dengan kaku dan dan mengusap air matanya sebelum berbalik, saat melihat siapa yang berdiri di belakangnya. Air mata Hendry mengalir kembali ke pipinya, walaupun berusaha untuk mengatur kembali emosinya.
”Mom! Mengapa tidak memberi kabar akan datang kemari?” Hendry terkejut melihat kedatangan ibunya yang datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu, dan sekaligus lega ada orang yang benar-benar mengerti dirinya saat-saat seperti ini dengan suara serak karena tangis.
Ibunya menarik Hendry kepelukannya sambil menepuk-nepuk pundaknya untuk menghiburnya. ”Ibu, ingin memastikan sesuatu dan ingin memberimu kejutan. Tetapi sepertinya, waktunya tidak tepat.” Memeluk anaknya lebih erat ”Ibu juga datang kemari untuk memastikan apakah dugaan ibu benar atau tidak? Seingat ibu dulu saat kita tinggal di sini. Ibu mempunyai teman yang punya anak perempuan bernama Ollie. Kebiasaan di desa, nama panggilan dan nama sebenarnya terkadang ada beberapa yang berbeda.”
Ibunya melepaskan Hendry dan berjalan menghampiri tempat tidur di mana Ollie terbaring. Mengusap lembut pipi Ollie dengan sayang dan menatap lama wajahnya dan berkata kepada anaknya.
”Mendengar keterangan dari petugas yang berjaga di bagian informasi dan beberapa gosip mereka. Bahwa kau sedang bersama tunanganmu saat ini.” Ia menoleh kembali ke Hendry untuk menatap putranya ”Dia Ollie, bukan! Dan nama sebenarnya adalah Violet Rosalie yang selama ini kau cari.” Hendry hanya mengangguk membenarkan perkataan ibunya. Melihat anggukan dari putranya, ia kembali bertanya ”Sejak kapan kau tahu?”
”Beberapa menit yang lalu.” Hendry berkata parau dan meneruskan ”Saat aku mengisi data Ollie di ruang administrasi tadi.”
Ibunya kembali menghampiri Hendry, menariknya untuk duduk di kursi dan mengelus kepalanya. ”Sabar sayang. Mungkin ini jawaban yang paling tepat mengapa dulu kau mengambil spesialis jantung, karena ia membutuhkanmu lebih dari pada orang lain.”
”Kau sudah menghubungi keluarganya, untuk memberikan kabar bagaimana keadaannya?” Hendry menggeleng dan ibunya hanya tersenyum melihat kepanikan yang terpancar di wajah Hendry saat pertama melihatnya tadi.
”Kau harus menghubungi keluarganya sekarang. Ibu akan menemaninya di sini. Apakah kita hanya bisa menunggu sekarang?” Ibunya bertanya. Hendry berdiri dan mengangguk kepada ibunya sebelum keluar untuk memberi kabar kepada keluarga Ollie.
Di luar Hendry mulai melihat nomor kontak yang ada di ponsel Ollie, mencoba menebak yang mana yang keluarganya. Ia dan Ollie selama sebulan berteman tidak pernah membicarakan keluarga masing-masing, mereka hanya menanyakan kabar dan berbicara tentang kegiatan masing-masing. Hendry membuka satu per satu nomor, ia menemukan nama kontak bapak dan menekan tombol panggil, namun di luar jangkauan. Ia kembali mencoba mencari nama kontak ibu, namun nomor tersebut tidak ada yang mengangkat. Siapa lagi yang harus dihubunginya?
Ia memperhatikan nama kontak ayah dan ibu tadi, mempunyai nada dering spesial. Iapun mencari nama kontak yang mempunyai nada dering yang sama. Ia menemukan nama kontak Didi, dan menghubunginya. Setelah tiga kali nada sambung, akhirnya ada suara yang menyahut di ujung sana.
”Halo, Kak Ollie. Lagi di mana sekarang?” suara hangat menyambutnya.
”Maaf, ini bukan dengan Ollie, saya ingin memberi kabar bahwa Ollie sekarang berada di Klinik Jantung di Pusat Kota. Tadi ia jatuh dan saya membawanya kemari.” Hendry berhasil kembali tenang, untuk menyampaikan berita kepada keluarga pasien.
”Bagaimana keadaannya? Apakah baik-baik saja sekarang?” nada panik Didi terdengar.
”Dia belum sadar. Tetapi kondisinya stabil saat ini.” Hendry menjelaskan dengan singkat, berusaha dengan keras agar suaranya tidak terdengar menunjukkan perasaannya saat ini.
”Baiklah, terima kasih. Kami akan segera ke sana.”
Sambungan telpon terputus. Hendry kembali ke ruangan tempat Ollie di rawat, ia melihat ibunya masih membelai wajah Ollie yang masih terlihat pucat dengan penuh kasih. Dan mendengar ibunya bercerita kepada Ollie dan diakhir cerita ia berkata kepada Ollie dengan lembut.
”Aku berharap kamu bisa kuat dan kembali ketengah-tengah kami. Kamu tahu tidak bahwa Hendry yang kau kenal sekarang adalah teman masa kecilmu dulu. Ia sudah lama mencarimu, dulu ia menunda bertemu denganmu karena pergi melanjutkan studynya. Ia begitu sering bercerita tentang dirimu, sehingga ibu sepertinya sangat mengenal dirimu walaupun jarang melihatmu saat kecil dulu.” Ibunya meremas tangan Ollie sambil melanjutkan ceritanya. ”Ia sempat menyangka kamu yang sekarang hanya mirip dengan teman masa kecilnya dulu, karena cara berpakaian kalian sangat jauh berbeda.”
Mendengar gerakan gelisah di belakangnya ibunya menoleh dan memandang anaknya yang sudah memperhatikannya dari tadi. ”Sudah lama kau berdiri di sana? Mengapa berdiri di sana saja? Ayo duduk dekat ibu!” sambil melambaikan tangan mengajak Hendry duduk di kursi di sebalahnya. ”Ibu hanya menceritakan kisah yang sering kau cerita kepada ibu dulu. Ibu berharap ia dapat mendengarnya dan segera membuat ia bangun.”
Hendry mengangguk dan mendekati ibunya ”Saat ibu bercerita, apakah ia sedikit menunjukan respon.”
”Ibu tidak memperhatikannya tadi, hanya membelai kepala dan menggenggam tangannya. Dan sedikit hanyut dalam perasaan bagaimana kau dulu sangat suka bercerita kepada ibu tentang dirinya. Kau sudah berhasil menghubungi keluarganya?”
”Iya, mereka akan segera ke sini. Ibu tunggu sebentar sampai keluarganya datang dan aku akan mengantar ibu ke tempat tinggalku agar bisa istirahat. Aku tidak mau Ollie sendirian.”
”Ibu mengerti. Kita bisa duduk dan istirahat di sini.” Ibunya mengajak Hendry untuk duduk di dekatnya di samping tempat tidur Ollie. Ibunya memandang Hendry yang sepertinya hanyut dengan kenangan tentang Ollie, jadi ia tidak mengajaknya berbicara. Mereka menunggu dengan hening kedatangan keluarga Ollie.