Pagi yang cerah menyambut Hendry keluar rumah, ia sudah siap-siap untuk menjemput Ollie di rumahnya. Sambil tersenyum dan santai ia melajukan mobilnya ke rumah Ollie yang tidak terlalu jauh dengan pusat kota. Jalanan sedikit padat memasuki area pusat kota dimana kebanyakan orang hari ini libur, dan akan melakukan hal yang sama. Menikmati weekend bersama orang terdekat.
Hendry sampai di rumah Ollie yang terlihat masih sepi, memang selalu sepi namun tetap saja saat ia tiba di depan pintu rumah Ollie tidak ada suara yang keluar dari arah dalam. Hendry mengetuk pintu pelan yang pertama, karena tidak ada jawaban iapun kembali mengetuk lebih kuat untuk membuat Ollie mendengar. Karena masih tidak ada jawaban, Hendry mengeluarkan ponselnya untuk memanggil nomor Ollie.
Suara ponsel Ollie yang terdengar lumayan kencang sampai terdengar sayup-sayup oleh Hendry yang berada di luar. ”Halo.” Suara serak seperti semalam menjawab panggilannya.
”Kau masih tidur?” Hendry bertanya heran.
”Subuh tadi sudah bangun, trus tidur lagi.”
”Aku berada di depan pintu rumahmu.”
”Apa!” Ollie bangkit dari tempat tidur dan sedikit ribut saat melangkah keluar karena menabrak meja yang tidak jauh dari pintu kamarnya, untuk melihat apa benar yang dikatakan Hendry. Ollie berjalan ke langsung ke depan pintu rumahnya dan berusaha mengingat apa ia sudah menjanjikan sesuatu.
Saat membuka pintu, Ollie melihat Hendry berdiri sambil tersenyum melihat penampilan pagi harinya yang berantakan. ”Mengapa kau kemari?” Ollie bertanya sambil mengecek mata dan melindunginya dari sinar matahari yang menyilaukan.
”Aku sudah janji semalam akan menjemputmu untuk pergi jalan-jalan hari ini. Ingat?” tanya Hendry gemas melihat Ollie, ia satu-satunya wanita yang tidak takut terlihat buruk penampilannya saat bertemu dengannya.
”Memang semalam aku berjanji, ya?” Ollie bertanya sambil mencoba mengingat isi percakapan mereka semalam namun tidak bisa. Ia memang mengangkat telepon dari Hendri tetapi dia tidak ingat apa saja yang dijawabnya, jadi sekarang dia hanya nyengir salah tingkah. Hendry mengangguk tanda bahwa mereka sudah berjanji untuk jalan-jalan hari ini.
”Mandi sana. Aku tunggu di mobil.” Hendry tidak tahan untuk tidak mengacak rambut Ollie, dan berjalan kembali kearah mobilnya dan menunggu di sana.
Ollie berbalik dan menutup pintu rumahnya dan melesat ke kamar mandi, ia buru-buru mandi dan berpakaian. Ia sudah berjalan keluar rumah dengan rapi dan tetap dengan gaya pakaian yang sama. Dua puluh lima menit, Hendry melihat jam tangannya dan memandang penampilan Ollie yang sudah terlihat sempurna seperti biasa.
Hendry membukakan pintu untuk Ollie, dan berkata dengan lembut ”Wau... cepat juga gadis lelet ini.” Hendry mengingat ia sering dulu mengatakan ini kepada Violet, ia menutup pintu dan berjalan memutar untuk masuk ke tempatt duduk kemudi.
Saat Hendry mengatakan kata lelet, Ollie berpikir perasaan ia dulu sering mendengar kata-kata itu. Tapi di mana? Kapan dan siapa yang sering menegurnya dengan sapaan itu. Ollie melirik dengan sudut matanya, melihat bahwa ia sedang berkonsentrasi mengemudi.
”Kemana kita hari ini?” Hendry bertanya tanpa melihat kearah Ollie.
”Kita ke Tobuk ya?” suara Ollie terdengar manja.
”Mengapa ke toko buku lagi?” Hendry bertanya sambil membelokan mobilnya dan mengambil arah menuju mall yang ada toko bukunya.
”Refresing.”
”Kalau mau refresing lebih baik ke alam, bukan ke toko buku.”
”Habisnya di sini tidak ada pemandangan hijau yang terbentang luas.” Melihat Hendry mau menyela Ollie cepat-cepat menambahkan ”Ada sih tapi jauh. Kalau jauh, pas pulang nanti akan capek.”
”Baiklah kita ke tempat kita bertemu pertama kali dulu.” Hendry tersenyum memandang sekilas ke arah Ollie. Melihat Ollie bersandar dan terlihat mengantuk Hendry bertanya ”Masih ngantuk? Walaupun sudah tidur lebih lama dari biasanya.”
”Bukan ngantuk, tetapi masih lelah.” Ollie melirik kearah Hendry dan tatapan mereka bertemu. Ia tersenyum dan kembali memandang ke jalanan di depannya.
Saat memasuki kawasan mall dan antri untuk mengambil karcis parkir, Ollie berkata ”Cari tempat yang dekat dengan jalan keluar. Kapan perlu dekat pintu keluar mall dan keluar ke jalan raya.”
”Mengapa harus memilih tampat parkir seperti itu?”
”Nanti saat pulang bisa lebih cepat, dan langsung jalan tanpa harus mutar jauh. Lebih praktis aku rasa.” Ollie mengedik bahu dengan gaya malas.
Saat tiba giliran mereka Hendry melihat ruang kosong yang tepat seperti yang dikehendaki Ollie. Ia menempatkan mobilnya di sana, dan mereka turun, berjalan menuju arah pintu masuk. Mereka menyusuri berbagai tempat sampai tiba di toko buku.
Sambil mengobrol ringan dan melihat buku apa saja yang baru saat ini. Mereka sekali-kali berhenti lebih lama untuk mengambi buku dan membaca sinopsisnya, dan meminta pendapat apakah menarik atau tidak. Ollie mengambil dua buku yang ingin dibelinya dan Hendry mengambil majalah. Sedari tadi Hendry memperhatikan Ollie dengan cermat, sepertinya dompet dan ponselnya berada dalam saku celana yang banyak itu karena terlihat menggembung. Sedangkan tas yang di sandangnya sangat ringan seperti tidak berisi apapun.
Saat mereka berjalan menuju kasir Hendry mengambil buku yang dipegang Ollie. Dan tersenyum saat gadis itu terkejut dan terus berjalan.
”Hei...tidak, hari ini saya akan bayar sendiri bukunya.” Ollie berusaha merebut kembali buku yang ada di tangan Hendry. Karena lebih tinggi Hendry, ia hanya perlu meninggikan sedikit buku di luar jangkauan tangan Ollie sambil tersenyum.
”Karena saya yang mengajak berarti saya yang bayar.” Hendry mencoba berdiplomasi.
”Seingatku, kau selalu menyerobot untuk membayar. Saat aku tidak membelipun kau akan mengambil buku yang menarik perhatianku. Sekarang aku mau membeli buku itu sendiri, Hari ini!” Ollie mengingatkan kembali perbuatan yang dilakukan Hendry selama sebulan mereka berteman.
Mereka tiba di kasir dan Hendry menyerahkan buku-buku itu kearah kasir. Sang kasir tersenyum melihat perdebatan mereka.
”Maaf, mbak. Kalau saya ikut campur, tetapi kalau kakak anda ingin membelikan anda buku, itu bentuk kasih sayangnya.” Dan kasir itupun tersenyum penuh arti kepada Hendry.
Melihat hal itu, Ollie berhenti melawan Hendry untuk menikmati sensai wajahnya yang berubah tegang karena si kasir mencoba bersikap terlalu ramah kepadanya karena tertarik melihat Hendry. Saat Hendry menoleh untuk melihat mengapa Ollie berhenti mendebatnya, ia menemukan pemandangan wajah geli dan menahan gelak tawa. Hendry mendelik kepada Ollie, kemudian berpaling untuk membayar belanjaan mereka.
Sambil menunggu transaksi diproses untuk menunggu kartu kredit dan barang diserahkan kembali, Hendry kembali memandang dan masih menemukan wajah Ollie seperti tadi. ”Jika wajahmu masih seperti itu terus, awas nanti kepalamu aku jitak.” Dengan nada yang tegas, membuat Ollie langsung terdiam cemberut. Puas melihat Ollie terdiam dan tidak mentertawakannya lagi, Hendry mengambil kartu kredit dan barangnya, kemudian beranjak pergi keluar.
Melihat Ollie yang terus diam cemberut, Hendry berujar ”Kau memandang geli kepadaku tadi, mengapa?”
”Kau akan seperti itu terus jika berhadapan dengan wanita yang mencoba menarik perhatianmu.” Jawab Ollie pura-pura kesal.
”Hei... jangan memasang tampang seperti itu lagi. Aku minta maaf, tapi aku kesal dan hanya... iya mungkin aku benar-benar akan menjitakmu.” Geram Hendry gusar. ”Mengapa semua orang yang memandang kita selalu menyebutmu adikku? Dilihat sepintaspun kita berdua tidak mirip sama sekali bahkan dari kulitpun sangat jauh berbeda. Apa mereka buta?” mendengar Hendry kalut seperti biasa setiap kali kejadian ini terulang Ollie mencoba menghiburnya.
”Aku sedikit kaget tadi, kau agak lain hari ini. Tapi tampangmu tadi benar-benar menghibur.” Ollie tersenyum jahil terlihat seperti saat di depan kasir tadi.
Melihat tampang Ollie, Hendry memeluk kepalanya dan menjitaknya dengan main-main. Ollie tertawa pelan saat terlepas dari Hendry dan menjauh dengan berlari kecil. Namun ia tiba-tiba berhenti dan memegangi d**a sebelah kirinya. Ollie berpikir kejadian ini seperti saat ia kuliah dulu, tetapi mengapa lebih sakit. Iapun merasa seakan layar pelan-pelan tertutup di hadapannya dan terjatuh ke lantai.
Hendry mengejar Ollie saat sudah berada di dekatnya, Olliepun merosot ke lantai dan Hendry menangkapnya. Saat ia memandang Ollie yang kesakitan sambil memegangi d**a kirinya, ia sadar dengan pengalamannya sebagai seorang dokter jantung bahwa kemungkinan Ollie terkena serangan jantung. Ia memandang sekitar, mereka masih berada di depan pintu toko buku. Ada petugas keamanan toko buku yang berdiri dekat dengan mereka, mungkin melihat saat Ollie terjatuh dan langsung menghampiri.
”Ada apa, pak?” tanya petugas keamanan itu.
”Bisa tolong saya untuk membawa teman saya ke mobil, dan harus membawanya segera ke rumah sakit terdekat.” Hendry mengambil tiket parkir yang disimpannya dan uang pecahan, lalu menyerahkan kepada petugas keamanan. ”Mobil saya berada parkir dekat pintu keluar mall ini.” Petugas keamanan itu segera pergi dan Hendry mengambil kunci mobilnya lalu menggendong Ollie dan bergegas melewati orang-orang di sekitar mereka yang sudah sedikit riuh dengan kejadian ini. Hendry tidak bisa menunggu jika ia harus meminta ambulance datang, jadi dia akan langsung membawanya ke klinik tempat dia bekerja.
Suara bising dan berdengung mencemaskannya, Ollie ingin mengatakan bahwa ia tidak apa-apa. Namun sakit yang ia rasakan begitu hebat dan tak tertahankan. Ia merasa seperti melayang, tanpa tahu apa-apa yang terjadi di sekitarnya. Ia hanya tahu rasa sakit hebat di dadanya dan tubuhnya terasa lemas.
Hendry tiba di dekat mobil saat petugas keamanan yang lain mendekatinya untuk membantu Hendry, agar dapat memasukan Ollie ke dalam mobil. Ia segera menghidupkan mobil dan mengucapkan terima kasih lalu berlalu menuju ke klinik jantung tempatnya bekerja dengan cepat.
Hendry melirik sepintas kearah Ollie yang wajahnya sangat pucat menahan sakit ”Tahan sebentar lagi. Kita akan segera sampai.” Hendry berkata kepada Ollie dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak pernah akan menyangka bahwa ada orang yang biasa membuatnya sangat khawatir seperti ini lagi.
Mobil Hendry memasuki halaman klinik dan berhenti dengan mendadak sehingga membuat bunyi yang keras. Orang-orang yang sedang bertugas melihat kearah mobilnya, saat melihat Hendry turun dengan tergesa dan membuka pintu penumpang lalu menggendong seorang wanita, mereka bergegas menyiapkan brankar.
”Siapkan peralatan dan ruangan yang kosong dapat memantau keadaannya 24 jam” Hendry sangat tegang dan cemas. Setelah membaringkan Ollie di atas brankar, ia mendorongnya ke ruangan yang ditunjukkan oleh perawat yang menghampiri mereka. Ia tidak tahu mengapa ia sampai setegang ini, apakah ia secara tidak sadar bahwa Ollie sudah sangat berarti baginya sekarang.
Saat tiba di ruangan yang telah disiapkan dan ia melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk Ollie yang dianggap perlu. Hendry melihat Ollie yang memegang dadanya sebelum hilang kesadarannya tadi membuat Hendry mengambil kesimpulan bahwa Ollie mendapat serangan jantung. Seberapa parah penyakit yang diderita Ollie saat ini, bahkan sampai tidak sadarkan diri.
Pada saat melakukan tes dengan ECO, Hendry sedikit terkejut ketika melihat kondisi jantung Ollie. Sudah berapa lama Ollie menderita ini? Bahkan sampai tahap ini? Ollie tidak dapat lagi dipulihkan hanya dengan obat-obatan, tetapi ia harus mendapatkan operasi setelah kondisinya stabil dan melakukan beberapa tes.
Setelah semua tindakan yang perlu dilakukan saat ini selesai, Hendry kembali memberi perintah dengan sedikit lebih ketus dari biasanya bahkan saat ia pertama kali bertugas dulu kepada petugas hari itu. Keadaan Ollie sudah melewati masa kritis tetapi itu belum menentukan apakah akan kembali terjadi serangan kembali dan membuatnya menjadi lebih buruk atau tidak, dan ia masih juga belum siuman.
”Dokter. Data pasien harus diisi terlebih dahulu, dan siapa yang akan menjadi penjaminnya?” perawat perempuan itu memberi tahu prosedur yang harus dijalankannya.
”Aku yang akan menjaminnya. Nanti aku ke ruang administrasi untuk menyelesaikannya. Aku tidak dapat meninggalkannya, harus ada yang mengawasinya untuk memastikan keadaannya tetap stabil.” Hendry berkata dengan keras lalu menambahkan. ”Ia tunangan saya.”
”Biar saya yang menjaganya sekarang, sementara dokter mengisi data administrasi yang harus diisi. Saya akan memastikan bahwa ia akan tetap stabil untuk saat ini.” Perawat tersebut menawarkan bantuannya, agar semua dapat terselesaikan
Hendry memastikan kondisi untuk terakhir kalinya, sebelum menuju ke ruangan administrasi untuk mengisikan data Ollie, ia mengambil dompet dan ponsel Ollie. Ia mengeluarkan tanda pengenal Ollie dan mulai menyebutkan datanya ke petugas yang mencatat sambil lalu.
Petugas telah selesai mencatat dan mengatakan terima kasih kepadanya. Saat Hendry tersadar dan memandang tanda pengenal itu lebih lama, dan suara yang dikeluarkannya saat menyebut nama lengkap Ollie tadi, membuatnya tertegun dan syok.
”Violet Rosalie!” ulangnya ”Ollie, nama lengkapnya adalah Violet Rosalie. Orang yang selama ini aku cari.” Ia terkejut dengan kenyataan ini dan menggelengkan kepalanya tak mempercayai takdir yang menemukan mereka seperti ini ”Jadi selama ini, Ollie dan Violet yang ku cari adalah orang yang sama.” Katanya lirih dan berlari ke ruangan dimana Ollie dirawat.
Hendry masuk dan menemukan perawat dan Ollie masih dalam keadaan yang sama saat ditinggalkannya tadi. ”Terima kasih, kau boleh pergi meninggalkan kami.” Setelah perawat itu pergi melewatinya, Hendry berjalan mendekati Ollie perlahan dan duduk didekat tempat tidur tanpa mengalihkan tatapannya dari Ollie sedikitpun. ”Ollie, Violet Rosalie.” Iapun menangis antara senang karena dapat menemukan apa yang ia cari, namun sangat sedih karena ternyata sakit yang diderita Ollielah yang mempertemukannya kembali gadis masa kecilnya.
Hendry duduk memegang tangan Ollie dengan erat, tangan itu terasa dingin. Ia mendekatkan wajahnya untuk memperhatikan wajah Ollie atau Violet dengan lebih saksama, merapikan rambut yang berada di kening Ollie. kemudia berbisik ditelinganya. ”Ollie. Violet Rosalie. Buka matamu untukku.”