3

2051 Kata
Tujuh tahun kemudian           Hujan lebat menyambut kembali Hendry ke kota yang dulu pernah menjadi inspirasinya sehingga bisa sukses seperti sekarang. Guyuran hujan lebat melanda sesaat setelah pesawatnya mendarat. Ini persis seperti dulu, ingatan Hendry saat musim hujan ketika masih kecil yang bermain hujan sampai bibir kebiruan karena kelamaan berada di udara yang dingin. Hujan bisa dari pagi sampai pagi kembali tanda jeda, atau hanya akan redah dengan menyisakan rintik-rintik dan akan kembali deras sejam atau dua jam atau hanya sesaat kemudian.           Pulang kampung? Apakah benar seperti itu? Sepertinya tidak batin Hendry. Di kota ini dia hanya tinggal sebentar, dan tidak punya banyak kenangan. Rumah lama merekapun sudah tidak ada, sesaat setelah pindah ke kota lain ayah sudah menjualnya. Pindah bagi keluargaku merupakan pulang kampung, dan memulai kehidupan kembali. Namun baginya, kota ini sangat penting, bahkan benar-benar penting.           Kalau melihat ke belakang kembali, Hendry mungkin berpikiran bahwa dia akan terlihat sangat jahat, bahkan benar-benar jahat pada seseorang yang sebenarnya benar-benar dia sukai. Mungkin pada waktu itu hanya cinta monyet bagi orang-orang, tetapi itu menjadi amat sangat penting baginya. Dan merupakan inspirasi yang sangat besar dalam perjalanan mencapai cita-citanya.           Hendry membatin, kekacauan yang telah aku perbuat untuknya benar-benar tidak dapat dimaafkan dan tidak tahu bagaimana dampak baginya karena aku pergi tepat setelah hal itu dimulai, dan bukan hanya itu setelahnya aku bahkan mempunyai do’a yang benar-benar tidak baik untuknya, tetapi itu harapan terbesarku untuk kembali berjumpa dengannya dan menebus semua kesalahan tersebut. Maka disinilah aku kembali ke kota ini, inspirasi dibalik suksesnya cita-citaku.           Kota ini kecil, mungkin akan mempermudahku pikir Hendry dalam pencariannya, penelusuran jejak yang aku lakukan telah lama dimulai. Dengan teknologi informasi, jejaring sosial yang berkembang mempermudahkanku dalam melacaknya, dengan secuil informasi yang aku kumpulkan semasa sekolah dulu.           Semasa sekolah yang belum terlalu sibuk dengan tugas dan dengan adanya libur panjang membuat Hendry sejenak kembali untuk melihat bagaimana dia, ternyata masih seperti saat tinggalkannya dulu namun lebih tinggi. Dengan potongan rambut yang selalu panjang dan ikal, rambut yang warnanya mirip kucir jagung, matamya belok dengan warna senada dengan rambut namun terkadang mata tersebut sepintas terlihat sipit. Kulitnya terlihat putih bagi Hendry, apakah benar demikian atau itu dulu lebih mendekati pucat. Dia tidak tahu, yang dia tahu bahwa gadis yang selama 23 tahun ini selalu menghiasi mimpinya, dan motivasi terbesarnya untuk menyelesaikan study dengan cepat.           Memandang hujan yang mengguyur membuatnya hanyut memikirkan gadis pujaannya, seperti apa dia sekarang? Bagaimana keadaannya? Apabila bertemu apakah dia akan mengenaliku langsung atau dia sudah banyak berubah dari bayangan yang ada dalam mimpi-mimpiku pikir Hendry.           Atau ketakutkan terbesar dalam hidupnya akan menjadi kenyataan atau apakah dia akan mendapatkan apa yang selama ini ia angankan? Memikirkan hal ini, membuatnya semakin gelisah dan ingin cepat bertemu. Dalam pencarian ini, apakah akan cepat bertemu atau akan berlangsung lama?           Untuk memulai pencarian ini Hendry fokus dan serius, tetapi pertama-tama dia harus pergi ke tempat ia bekerja disini untuk sementara waktu sebagai dokter pengganti. Dan untuk permulaan mencari taksi yang akan mengantarkannya dan meninggalkan bandara ini.           ”Taksi...!” sambil melambaikan tangan dengan kondisi cuaca yang buruk ini membuat orang-orang terlihat semakin sibuk dan akan berusaha mengejar kendaraan yang pertama lewat untuk menghantarkan ke tempat tujuan masing-masing.           ”Mau ke mana, Pak?” sapa sopir taksi sopan segera setelah Hendry masuk ke dalam taksinya.           ”Ke Klinik Jantung di Pusat Kota” jawabnya sambil tersenyum balik ke arah sopir taksi ini. Dan taksipun melaju untuk mengantarkannya ke tempat yang ditujunya.           Ia mendapat pekerjaan sementara di sana menggantikan temannya yang akan melangsungkan pernikahan selama enam bulan ke depan, untuk mengisi di sela pencariannya di sini. Hendry mendapatkan gelar spesialis jantung sekembalinya ia dari luar negeri, pencariaanya ditundanya untuk beberapa tahun dalam penyelesaian studynya dan penelitian yang dilakukannya saat menyelesaikan pendidikan membuat ia lupa sejenak.           Dan saat tersadar bagaimana keadaan sekarang membuatnya segera melakukan pencarian ini dengan perasaan yang gundah. Apakah gadis itu masih menunggunya seperti keyakinannya saat mengambil keputusan untuk mengambil spesialis? Ataukah ia akan kecewa dan akan mendapati ada seseorang yang telah mengambil tempat itu? Hendry menjadi semakin panik karena ia belum membuat janji pasti dengannya.           Ponsel yang mati saat berada di pesawat tadi, dia hidupkan kembali. Setelah mengembalikannya ke dalam saku kemudian memandang keluar jendela, yang disuguhi pemandangan berkabut dari hujan yang melanda kota. Dan mulai mengenang kembali senyum malu-malu gadis pujaannya, yang akan membuatnya terhibur. Bunyi ponselnya membuat dia terhentak kembali ke kenyataan sekarang.           ”Halo?” sapa resmi terlontar tanpa melihat siapa yang menghubunginya.           ”Dry, kau di mana? Sudah sampai di tempat tujuanmu?” suara lemah lembut yang selalu mendukung semua keputusan yang dia buat selama ini. Ibunya kekuatan terbesar dalam hidupnya untuk tetap membimbing, mencemaskan dan mencintai sepanjang hayatnya.           ”Mom?” sapanya riang mendengar suara ibunya kembali, setelah mengantarkan dia ke bandara dalam pencariannya ini. Ibu merupakan satu-satunya orang dalam keluarga yang tahu gejolak hatinya, perasaan yang dia pendam, dan memberikan pandangan hidup ke depan agar tidak terlalu memikirkan seperti apa yang akan terjadi dengan ketakutannya, dan akhirnya beliau memberikan nasehat untuk menjadikan itu sebagai inspirasi dan pada saatnya kelak bisa kembali menemuinya.           ”Lancar perjalanannya? Bagaimana sudah ada titik terang kemana tujuanmu?” tanya ibunya sambil mengoda seperti biasa, saat ibunya mengalihkan perhatiannya sejenak dari semua masalah yang pernah dia hadapi selama ini.           ”Perjalanannya lancar? Aku sudah punya rencana kemana pencarianku ini. Mom tidak perlu terlalu khawatir. Aku sudah dewasa.” Jelasnya untuk menenangkan beliau dengan nada riang. Mungkin sebagai anak kita tidak tahu apa yang merisaukan orangtua kita, tetapi mereka selalu mencemaskan kita namun terkadang hal itu terlalu berlebihan tapi jelas baik buat kita.           ”Jangan coba menyakinkan kondisimu sekarang, ingat apa yang ibu katakan sebelum kau pergi tadi?” beliau mengingatkan kembali apa yang menjadi kecemasan terbesarnya saat mengantarnya pergi tadi. Kondisi terburuk yang akan dia hadapi seandainya do’a yang dia pinta setiap hari dengan egois itu ternyata tidak terkabul. Hal ini menjadi perenungannya selama perjalanan yang dia tempuh untuk sampai ke sini. Apakah dia sudah terlalu terlambat untuk datang? Pertanyaan terbesar Hendry saat datang ke kota ini.           ”Kau baik-baik saja, Sayang?” getar suara yang khawatir membuatnya sadar kembali.           ”Aku akan baik-baik saja, bagaimanapun keadaannya sekarang?” jawabnya mantap setelah perenungan lama selama dalam perjalanan ke sini. Walaupun dalam hati ia tetap akan merasa sakit dan kecewa bila yang ditemuinya seperti ketakutan yang dibayangkannya saat kembali di Indonesia.           ”Kalau begitu, ibu bisa tenang. Kabari ibu jika ada kabar, sekecil apapun itu? Ibu ingin tahu bagaimana pujaan hatimu sekarang, karena ibu tidak terlalu ingat dengannya lagi.” Dengan nada kerinduan dalam suaranya untuk melihat anaknya ini menemukan jodoh dan menikah membuatnya tenang dan tersenyum.           ”Baiklah, Mom. Ibu yang akan menjadi orang pertama mendengar kabar terbarunya. Do’a-kan apa yang menjadi harapan putramu ini dapat terwujud.”           ”Akan selalu ibu do’a-kan demi kebahagian putra ibu tercinta. Hati-hati di sana ya!”           ”Iya, pasti.” Jawabnya percakapan terputus dan membuat hatinya lebih mantap dan tenang. Kini tinggal melakukan pencarian yang sejak lama ingin dia lakukan. Bertemu kembali dengan gadis pujaannya, mendengar suaranya, melihat senyum malu-malunya, melihat tingkah konyolnya, dan semua yang ada pada dirinya. Apakah dia akan terlihat seperti dulu? Ataukah akan berubah menjadi orang yang tidak bisa lagi Hendry kenali dan akan seperti orang asing? Atau bagaimana? Resah ingin segera berjumpa melanda hatinya.           ”Violet!” desahnya dengan kerinduan yang kian melanda setelah menginjakkan kaki ke kota di mana dia berada.           Taksi yang ditumpangi Hendry memasuki parkiran Klinik Jantung Kita. Ia segera melaporkan kedatanganya ke bagian personalia. Ia diberi tahu jadwal kerjanya dan rumah yang akan ditempatinya selama bekerja di sini. Ia pamit dan pergi ke tempat tinggal sementaranya di sini untuk berganti pakaian dan akan memulai pekerjaannya.           Semua orang yang diperkenalkan kepada Hendry sangat kagum kepadanya. Hendry mempunyai badan yang atletis, belum lagi pesona yang ia miliki. Kebanyakan para wanita akan langsung terpikat saat melihatnya, itu sebelum mereka dicuekin habis jika sudah memulai pembicaraan di luar pekerjaan.           Tak terkecuali di tempat kerjanya yang baru ini, Hendry memiliki dedikasi yang tinggi jika menyangkut perkerjaannya tetapi jika seseorang sudah mempunyai niat yang lain dengan membicarakan masalah pribadi ia akan menjauh dan menutup diri.           ”Pagi, dok?” sapa perawat yang bertugas pagi ini yang berpas-pasan saat Hendry memasuki ruangan klinik.           ”Pagi.” Jawab Hendry datar dan langsung menuju ke ruangannya untuk segera memulai pekerjaan hari ini.           ”Siapa yang bisa meluluhkan gunung es itu!” Perawat itu berkata kepada temannya seperti membuat taruhan sesama mereka, siapa yang bisa meluluhkan hatinya.           ”Benar-benar mendebarkan.” Mereka bergurau dan tertawa dengan pelan supaya tidak sampai kedengaran oleh orang yang mereka bicarakan.           ”Tetapi dia benar-benar dingin untuk soal pribadi, apakah ada orang yang bertahan di dekatnya. Kita saja yang hanya bertemu saat bertugas saja merasa kewalahan, kecuali untuk pekerjaan dia nomor satunya.”           ”Itu benar. Atau jangan-jangan lagi putus cinta sehingga belum membuka hati untuk gadis cantik seperti diriku ini.”           ”Kau serius ingin mencoba, tetapi jangan sampai sakit hati. Melihat seminggu bekerja dengannya, aku rasa itu memang sifat aslinya.”           Mereka tetap mengobrol sampai ada pasien yang datang dan menghentikan obrolan mereka untuk melakukan tugas yang menanti. Bekerja bagi Hendry merupakan panggilan jiwa, tetapi terkadang di saat seperti ini juga untuk menghilangkan perhatiannya untuk tidak terlalu mengingat tentang masalah yang harus ia selesaikan sebelum tugas di kota ini berakhir.           Setelah menyelesaikan tugas hari ini, ia kembali ke rumahnya yang sepi untuk mendapati dirinya memikirkan kembali saat masih kecil dimana ada Violet. Pertama kali Hendry bertemu dengannya saat ia baru pindah sekolah. Violet berbeda dengan gadis seusianya, ia kurus dan tinggi bahkan sebagian lebih tinggi dari anak laki-laki di kelasnya. Ia terlihat seperti anak manja, dengan suara halus yang dimilikinya saat bicara membuat ia memiliki kesan anak yang tidak bisa apa-apa. Dan ia juga merupakan anak dengan umur paling kecil di kelas mereka.           Rambut sewarna rambut jagung, bukan pirang tetapi lebih terlihat coklat kemerahan seperti warna rambut bayi yang halus. Wajahnya putih, dengan mata belok tetapi terkadang sipit apalagi jika siang hari saat matahari terik. Ia lebih banyak tersenyum dan senyum juga merupakan tertawa, kecuali kalau ia sudah terpingkal-pingkal namun terkadang tetap tidak ada suara yang keluar dari mulutnya kecuali badannya yang berguncang hebat.           Saat olahraga, itu merupakan kejutan buat Violet. Semua teman sekelas yang meremehkan kemampuannya, dibuat terpukau. Saat sekolah dasar dulu, pelajaran yang paling sering diajarkan guru olahraga bermain kasti. Seluruh kelas akan sangat senang karena bisa bebas dari ruangan kelas yang terkadang membosankan.           Seringkali teman-teman membuat Violet gentar dengan lelucon akan dijadikan sate kalau tidak bisa memukul bola. Dan bola itu dipukulnya, tidak jauh tetapi menggelinding datar ke arah yang tidak ada orang yang menjaga untuk menangkapnya. Violet memang bukan menjadi pemain utama tetapi ia tetap bisa membuat tim untuk menang, dan biasanya ia satu tim terus dengan Violet.           Atau saat bermain volly, kebanyakan anak cewek tidak ada yang sampai memukul bola. Tetapi kejutan lain yang dibuatnya membuat teman-teman bersorak, tetapi itu tidak berlangsung lama karena tangan mungil itu memerah dan ditiup habis-habisan sesudahnya untuk meredakan rasa sakitnya.           Ia bukanlah orang jenius atau terpintar di kelas tetapi juga bukan yang bodoh. Orang kebanyakan istilahnya, dalam arti kata biasa-biasa saja. Tetapi di mata Hendry, dia gadis yang unik dan susah untuk dilupakan. Belum lagi panggilan yang sering dibuat oleh Hendry untuk Violet, seperti panggilan lelet, anak manja, kecil dan yang membuat Hendry tertekan adalah ulahnya saat memberikan asumsi kepada teman-teman cowok sekelasnya bahwa ia adalah terlihat seperti tengkorak hidup.           Hendry melihat Violet menangis karena olok-olokan itu, Violet yang selama ini selalu mudah tersenyum dan berteman dengan siapa saja mulai menjauh. Ia menjadi penyendiri dan lebih suka dengan kegiatan yang dia lakukan tanpa menghiraukan apa yang sedang dimainkan teman-temannya.           Hendry menciptakan gurauan itu dengan sengaja agar tidak ada teman sekelasnya dekat dengan Violet khususnya anak cowok, dan itu memang terjadi bahkan terjadi perang dingin antara Violet dengan teman-teman cowok sekelasnya. Dan saat itu berkecamuk Hendry pindah sekolah lagi.           Di saat Violet menyendiri dengan apa yang dia lakukan, Hendry akan mengamati apa yang sedang dimainkannya, bagaimana gerak-geriknya, raut wajahnya, ekspresinya. Terkadang Hendry berpikir ada apa dengan Violet, sepintas ia terlihat tidak sehat. Saat olahraga lari ia mudah terengah-engah dan mukanya akan pucat, ia finish tidak pernah di urutan terakhir tetapi raut wajah kesakitan memenuhi seluruh mukanya. Melihat kondisi Violet membuatnya ingin menjadi dokter dan suatu saat ia dapat mengobatinya.           Hendry mengerang saat kenangan tentang bagaimana ia membuat Violet dijauhi, dimusuhi dan dijadikan bahan olok-olokan oleh teman cowok sekelasnya. ”Maafkan aku, Violet. Aku hanya ingin kau menjadi milikku seorang. Apakah kau bisa mengatasi masalah itu dengan baik?” ia bertanya kepada malam pekat yang dilihatnya dari jendela kamar tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN