Ollie dengan semangat dari semua keluarga menyelesaikan draft skripsinya untuk diserahkan keesokan harinya, perbaikan pada tulisan yang dibuatnya telah selesai. Apa yang harus ditambah dan yang harus dibuang menurut catatan dosen pembimbingnya sudah ia kerjakan.
Besok dia harus mmenghadap lagi dan sekalian konsultasi karena masih ada bagian yang belum dimengertinya, dan seandainya sudah selesai maka bisa seminar hasil dan selangkah lagi untuk sidang.
Sudah dua bulan, setiap hari bolak balik perpustakaan dan seminggu tiga kali konsultasi ke dosen, draft skripsi Ollie sekarang hampir sempurna. Apakah sudah bisa seminar hasil dan mengejar untuk wisuda akhir tahun ini yang merupakan target Ollie saat ini.
Untuk menyelesaikan apa yang harus dibawah besok, Ollie mengetik sampai jauh malam. Setelah membaca berulang kali apakah masih ada yang tertinggal dan perlu ditambahkan, akhirnya bisa diselesaikan dan membuat printoutnya.
”Selesai juga.” Ollie mendesah dengan tersenyum dan kelelahan. Setelah ini tidur nyenyak batinnya. Diliriknya jam dinding yang ada di kamarnya menunjukkan pukul dua dini hari. Cuma tiga jam sebelum subuh, lumayan untuk tidur. Habis subuh dan mandi nanti masih bisa mengistirahat badan di tempat tidur lagi pikirnya sebelum berangkat ke kampus.
Serasa belum lama terlelap Ollie tersentak bangun mendengar bunyi bekernya yang disetingnya pukul lima, yang menandakan subuh harus bangun dan mandi. Kewajiban harus dilakukan serta membereskan semua buku dan kertas yang berserakan semalam. Memasukan skripsi yang akan diserahkan ke dosen. ”Semangat....! Semangat.....! Semangat.....!” Ollie memberi semangat kepada dirinya sendiri, dan melihat semua sudah beres akhirnya dia kembali ke tempat tidur mengistirahatkan badannya kembali.
”Sedikit sesak.” Ollie berkata lirih sambil mengurut d**a sebelah kiri. Ada apa ini? Apakah jantung pikir Ollie sambil berguling dan mencari minyak angin untuk meredakan sesak, mungkin masuk angin biasa pikirnya menenangkan dengan istirahat dan diberi minyak angin nanti juga hilang.
Pukul delapan perutnya berbunyi, kelaparan pikir Ollie dan bangkit dari tempat tidur, segera berpakaian untuk ke kampus. Sebelum menghadap dosen di kampus, Ollie bisa sarapan di kantin atau warung sesuai minat sarapan apa hari ini.
Dia berjalan menuju warung favoritnya di ujung gang kos-kosannya, menu sesuai selera dan murah, cocok untuk kantong anak kosan. Setelah menyelesai-kan sarapan dia berjalan menuju kampus untuk konsultasi dengan dosen pembimbingnya.
Lumayan jauh Ollie berjalan kaki setiap harinya, namun hal itu tidak terasa jauh karena sudah biasa setiap hari. Ollie berhenti tiba-tiba, dia merasa jantungnya seperti ada yang meremasnya. Ada apa ini? Kenapa sakit sekali! Ollie susah untuk mengambil nafas, ia membungkuk sambil memegang d**a kirinya dan mencoba menghirup udara dengan perlahan berusaha untuk meredakan rasa sakit yang dirasakannya.
Dia tidak tahu, wajahnya seperti apa dan berapa lama berdiri di jalan untuk menghilangkan rasa sakit di dadanya, memfokuskan untuk bernafas dengan perlahan. Jalanan sepi sekarang karena jam kuliah sudah dimulai, dia tidak perlu bertemu dengan orang lain dan menjelaskannya kenapa berdiri di tengah jalan dengan matahari terik di atas kepala tidak berteduh.
Setelah merasa lega dan tidak terlalu lemas lagi untuk berjalan, ia melanjutkan perjalanan menuju gedung Dekanat yang hanya berjarak seratus meter lagi dari tempatnya berdiri. Sesampainya di sana ia mencari tempat untuk mengatur nafas kembali sebelum menaiki tangga dan bertemu dengan dosennya.
Lebih dari setengah jam dia duduk dan berkumpul dengan teman-temannya untuk menenangkan kembali detak jantung dan pernafasannya. Sambil bertanya tentang perkembangan terakhir skripsi masing-masing.
”Aku ke atas dulu semuanya!” dan berjalan menuju tangga untuk sampai ke ruangan dosennya. Mengetuk pintu, memberi salam dan masuk ke ruangan.
Ollie keluar dari ruangan dosennya dengan wajah ceria. Kabar gembira dari dosennya, ia bisa seminar minggu depan dan besok bisa mulai mengajukan draft untuk seminarnya bila telah selesai dibuat. Dengan wajah gembira Ollie berjalan sambil senyum mengembang menuju teman-temannya di bawah.
”Ada apa Vio, seminar ya?” kata temannya dengan gembira menyambut kabar yang di bawah Ollie hasil dari menghadap dosennya. Ollie hanya menganggukkan kepala dan tersenyum. ”Kapan seminarnya?” tanya mereka antusias untuk mendengarkan kabar gembira tersebut.
”Minggu depan.” Ollie menimpali dan berjalan pulang. ”Aku pulang duluan, ya! Mau membuat draft untuk seminar. Bye bye.”
Ollie adalah nama panggilannya di keluarganya atau tetangga di kampungnya, nama sebenarnya adalah Violet Rosalie, tetapi kalau di sekolah ia dipanggil Violet atau mereka singkat dengan Vio.
Tak terasa waktu berjalan cepat, seminar hasil yang direncanakan sukses dan akan menghadapi sidang untuk menentukan apakah dia sudah pantas untuk menyandang gelar sarjananya.
Besok Ollie sidang skripsi, yang dijadwalkan pada kamis siang dua minggu setelah seminar hasilnya kemarin berlalu sangat cepat. Harapan dan cemas melandanya, apakah pada sidang besok ia bisa melaluinya dengan baik. Ollie menelpon orangtuanya minta do’a supaya sidang besok lancar.
” Halo. Assalamu’alaikum.... Ingin bicara dengan siapa?” suara ibu lembut seperti biasa.
”Wa’alaikumsalam. Ini Ollie, Bu. Mau bicara dengan ibu.” Ollie menggoda ibunya.
”Ada apa sayang? Tidak biasa suaramu seperti ini?”
”Besok Ollie sidang, Bu. Cemas nih, bisa sukses ga ya besok saat menjawab pertanyaan dari pengujinya.” Ollie merengek seperti ingin menangis dan terdengar kekanakan.
”Kamu membuat skripsinya sendiri, bukan? Kalau begitu tidak ada yang tidak bisa kamu jawab.” Ibunya memberikan dukungan agar anaknya percaya diri untuk menghadapi ujiannya besok.
”Iya sih, Bu. Tapi bagaimana kalau pertanyaan yang diajukan berbeda dan Ollie gugup.” Suara Ollie terdengar masih galau.
”Siapa, Bu.” Terdengar suara Tia dari belakang ibunya. ”Kak Ollie, ya. Kenapa?”
”Kakakmu memberitahu bahwa dia besok akan sidang.” Penjelasan ibunya kepada adiknya.
”Bilang sama kakak. Kita semua disini berdo’a semoga sukses.” Terdengar suara adiknya kembali.
”Ollie, ibu, ayah dan saudara-saudaramu mendo’akan supaya sidangmu besok sukses. Tetapi kamu juga jangan lupa berdo’a.” Ibu menasehatinya.
”Iya, Bu.” Ollie menjawab dengan berat dan belum sepenuhnya tenang karena sidang masih haruus dihadapinya. Namun mendengar suara orang terkasihnya memberikan Ollie kekuatan lebih untuk berusaha lebih baik demi membahagiakan orangtuanya.
Hari paling tegang di kampus datang bagi Ollie. Sejak pagi hari saat terbangun Ollie mulai bolak-balik di kamar kosannya, menghapal yang akan dia sajikan beberapa waktu lagi sebelum berangkat ke kampus dan menempuh perang ini.
Ollie tidak sendirian saat berada di ruang tunggu, menunggu di panggil masuk ke ruang sidang. Teman-temannya semua hadir mendukung dan memberinya semangat agar tetap tegar. Memasuki ruangan dan memulai sidangnya, pertanyaan yang diajukan di jawabnya dengan keyakinan penuh. Setelah dua jam dia diperbolehkan keluar untuk menunggu hasil keputusan pengujinya, apakah layak lulus atau harus mengulang kembali sidangnya.
Keluar ruangan dengan wajah senduh dan capek, membuat temanya mengelus-elus pundaknya dan memberi semangat dan jangan putus asa. Setelah setengah jam menunggu di luar yang mendebarkan, Ollie dipanggil kembali masuk untuk mendengarkan hasilnya.
”Akhirnya dosen pembimbing pun ujian hari ini.” Pembimbing Ollie berkata sambil menggelengkan kepalanya. ”Siap mendengar hasil keputusannya?” beliau bertanya setelah Ollie duduk di kursinya.
”Siap, Pak!” jawab Ollie mantap. Apapun hasil yang keluar dia akan tetap tegar, lulus atau harus mengulang kembali.
”Baiklah. Anda tidak perlu mengulang kembali dan ada perbaikan yang banyak yang harus kamu buat.” Dosen pembimbing Ollie berhenti bicara melihat Ollie tidak bereaksi. ”Kenapa? Mengapa bereaksi bingung seperti itu?”
”Saya lulus, Pak?” senyum Ollie baru mengembang di wajahnya setelah ditegur dosen pembimbingnya.
”Iya, kamu lulus. Tetapi perbaikannya harus selesai dalam satu minggu dan banyak.” Dosennya menjelaskan dengan senyum bahagia melihat anak bimbingannya berhasil dalam sidangnya.
”Siap, Pak. Terima kasih banyak.” Ollie terharu sambil berdiri menyalami semua dosennya.
Setelah keluar, Ollie disambut teman-temannya. Mereka terkejut karena Ollie menangis, mereka bertanya dengan dosennya dan menjawab. ”Aneh, kenapa menangis! Dia kan lulus? Kalau tidak lulus lumrah kalau menangis tapi kalau lulus dan menangis sedikit aneh” semua temannya ikut gembira. Hari itu diakhiri dengan baik dan sedikit perayaan untuk teman-temannya, traktir makan.
Saat wisuda, semua saudara Ollie berkumpul merayakan keberhasilannya. Ayah, Ibu, ketiga adiknya, kakak perempuannya dengan suaminya dan kedua ponakan kecilnya. Senyum Ollie terus mengembang dan bangga akan hasilnya. Seminggu setelah hari berserjarah itu, Ollie melamar pekerjaan di perusahaan dan mendapatkan posisi di bidang riset operasi yang mengharuskannya berurusan dengan data.
∞
”Dry, berangkat. Ayah! Ibu!” Hendry pamit sambil menjabat tangan ayahnya dan menyalami ibunya.
”Hati-hati di sana. Dan cepat selesaikan studymu.” Ayahnya menepuk pundak anaknya dengan bangga. Mereka berdua menatap anaknya berjalan menuju gerbang ke berangkat, sambil merangkul satu sama lain dengan senyum mengembang dengan bangga.
”Apakah setelah pulang dari sana ia akan menemukan jodohnya?” ayah Hendry menatap punggung anaknya sampai tidak kelihatan lagi.
”Bagaimana kalau dia sudah punya tambatan hati dan belum memperkenalkannya saja kepada kita.” istrinya berujar sambil tersenyum penuh arti.
”Apakah saya melewatkan sesuatu?” suaminya bertanya sambil menggoda istrinya. ”Kita bukan membicarakan gadis kecil yang manis itu lagi kan!”
”Kalau memang gadis itu yang menjadi pendamping dan membuatnya bahagia, apakah suamiku tidak bahagia” istrinya menatapnya dengan penuh selidik.
”Aku sangat sangat tidak.....” Dan melihat istrinya yang membuat ekspresi yang begitu terkejut karena kata tidak yang sengaja dibuatnya terlalu panjang sebelum berujar kembali. ”Tidak ingin melewatkan wajah kebahagiaan putraku saat ia berhasil menjadi suami dan ayah bagi keluarga kecilnya.” Istrinya menyikut rusuk suaminya karena membuat lelucon seperti itu. Mereka berjalan pulang sambil tertawa dan akan menunggu kembali kepulangan anak mereka.