Kondisi Ollie semakin membaik dari hari ke hari. Hendry tidak pernah terlalu jauh darinya. Segera setelah ia menyelesaikan tugasnya, ia akan menunggui Ollie. tidak perduli apakah sudah orang yang menunggunya atau tidak. Saat ada orang yang menunggui Ollie, ia akan mencari alasan agar orang tersebut pergi sejenak sehingga ia bisa berduaan dengan Ollie.
Tidak peduli Ollie tertidur atau terjaga, walaupun tidak banyak mengobrol Hendry merasa perlu waktu untuk berduaan dengan Ollie barang sejenak. Ia damai dengan merasakan Ollie ada berada di sisinya. Ollie yang merespon kedekatan mereka dengan baik sejauh ini, membuat Hendry bertekad untuk mengatakan apa sebanarnya yang selama ini ia inginkan.
Minggu pagi yang cerah, tak banyak yang dikerjakan Hendry hari ini. Ia libur dan di sinilah ia, menemani Ollie sarapan dan membantunya meminum obatnya. Setelah selesai dan Ollie sudah berbaring dengan tenang, biasanya mereka akan berbicara ringan mengenai berbagai topik. Tetapi hari ini, Hendry merasa cocok untuk mengatakan kepada Ollie.
”Menikahlah denganku!” Hendry menatap Ollie dengan penuh sayang. ”Sebelum aku berbicara dengan orang tuamu, aku ingin memastikan dulu dengan dirimu.”
Ollie hanya memandang tak percaya kepada Hendry, ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengetahui bahwa ia tidak salah dengar. Orang yang selama ini terlalu bawel kepadanya saat di rawat di sini, melamarnya tanpa pernyataan pendahuluan. Karena melihat wajah Hendry yang membutuhkan jawaban Ollie menjawab singkat.
”Tidak.” Jawaban yang diucapkannya cukup lembut, sambil berpaling dari tatapan Hendry.
”Mengapa tidak?” Hendry bertanya tidak puas dengan jawaban Ollie, karena Ollie hanya diam saja iapun mulai memberikan alasan. ”Kau tidak dekat dengan siapapun saat ini. Kau juga tidak terikat dengan siapapun. Aku jelas lebih memahamimu dari siapapun yang mengenal dirimu bahkan dari keluargamu juga. Jadi mengapa kau menjawab tidak.”
Mendengar semua alasan yang dikatakan Hendry benar adanya, Ollie tidak merasa air matanya mengalir. Ia menghapus air matanya dengan lembut menggunakan jari-jarinya, sebelum menjawab Ollie masih tidak memandang Hendry.
”Justru karena kau terlalu mengenal diriku, melebihi siapapun termasuk keluargaku. Aku tidak ingin membuat orang-orang yang aku sayang menderita lebih banyak lagi.”
”Mengapa kau mengatakan bahwa menerima lamaranku membuat aku menderita?” rasa frustasi jelas terdengar dari suara Hendry karena tidak jelas dengan maksud Ollie.
”Ku rasa, kau orang yang paling tahu dengan kondisiku saat ini. Apakah kau tidak keberatan untuk menikahi calon mayat ini?” pertanyaan mengejutkan terlontar dari bibir Ollie, membuat Hendry heran.
”Mengapa kau mengatakan hal seperti itu? Apakah karena kau sakit?” Hendry bertanya kepada Ollie dengan suara seperti berbisik. Ollie mengangguk mengiyakan masih tetap tidak mau memandang Hendry dan menghapus setiap air mata yang bergulir di pipinya. ”Apakah kau tidak ingat bahwa setiap orang semuanya adalah calon mayat. Setiap orang pasti akan mati, kita tidak tahu kapan umur kita. Belum tentu kau yang sakit akan dahulu meninggal, bisa jadi aku.” Hendry duduk dan menggenggam tangan Ollie.
”Tetapi dengan penyakitku ini, aku mungkin hidup tidak akan lama lagi. Sejak kejadian di kuliah itu, aku merasa bahwa umurku tidak akan lama.” Ollie berkata dengan suara tercekat karena berbicara sambil menangis. ”Aku tidak ingin orang-orang yang aku sayang dan aku cintai menderita karena kepergianku. Memang umur orang tidak ada yang tahu, tetapi denganku itu kasus berbeda.”
”Aku lebih memilih untuk tetap bersamamu. Dapat merasakan kebahagiaan saat bersama walau hanya sebentar itu lebih berarti buatku daripada harus memilih tidak dan saat itupun terjadi, aku masih tetap akan bersedih. Namun setidaknya aku dapat bersama denganmu, menghabiskan waktu lebih banyak dan membuat kenangan yang indah. Setidaknya aku punya kenangan itu yang tidak akan pernah aku lupakan.” Hendry berkata panjang lebar untuk membuat Ollie mengerti.
Ollie tetap tidak memandang Hendry, dan masih mengalihkan tatapannya dengan memandang ke dinding berlawan dengan tempat Hendry duduk sambil menggenggam tanganya.
”Ollie!” Hendry berusaha menarik kembali perhatian Ollie kepadanya. ”Jika keadaan dibalik dan aku di posisimu, keputusan apa yang akan kau ambil?” Hendry melihat Ollie ingin menjawab dan cepat menyelanya. ”Padangan aku, saat kau menjawab itu.”
Ollie memandang Hendry dan melihat kesungguhan dari wajahnya, ia sudah membenarkan semua yang dikatakan Hendry dan jawaban serta alasannya akan sama. Ollie berusaha untuk mengatakan yang sebaliknya saat tidak memandang Hendry, setelah berbalik dan menatapnya untuk saat inipun ia tidak akan bisa berbohong. Jadi ia hanya diam dan mengatupkan bibirnya, mencoba menahan semua yang ingin dikatakannya.
”Kau juga akan melakukan seperti yang aku lakukan, iya kan?” Ollie mengangguk membenarkan perkataan Hendry. ”Jadi mengapa aku harus berbeda?” tanya Hendry dan menghapus air mata Ollie yang mengalir kembali membasahi pipi dengan jemarinya.
”Apakah kau benar-benar tidak akan menyesal? Aku, orang yang terlalu banyak kekurangannya. Mungkin kalau dipikir kembali, aku mungkin tidak mempunyai kelebihan yang bisa aku banggakan.” Ollie akhirnya berkata dengan bibir bergetar.
”Aku tidak akan pernah menyesal. Dirimu unik dengan segala kekurangan yang kau miliki. Aku tidak akan mungkin berbuat sejauh itu saat kita kecil dulu. Dan aku juga tidak akan kemari untuk mencarimu dengan kemungkinan aku sudah terlambat. Namun aku tetap kemari untuk menemukanmu, apapun kondisimu aku siap menerimanya.” Hendry menyakinkan Ollie dan masih mengusap pipinya. ”Untuk sakitmu, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk menyembuhkanmu.” Hendry tersenyum menguatkan hati Ollie.
Ollie menatap Hendry begitu lama dan tersenyum sebelum akhirnya mengangguk. Melihat Ollie mengangguk Hendry tersenyum lebar karena senang dan berkata. ”Apakah anggukan itu berarti iya?” Ollie hanya mengangguk kembali dan tidak bisa berkata apa-apa karena sangat bahagia. Ternyata ada orang yang bisa menerima dirinya apa adanya, dengan semua kekurangan yang dimilikinya bahkan sakit yang dideritanya.
Selama ini semua orang selalu beranggapan dan membuat pernyataan-pernyataan yang menyakitkan hatinya, dengan alasan-alasan yang mereka buat sehingga membuat ia secara tidak sadar menjauh dan lebih banyak menghindar dari sakit hati yang akan ia terima berikutnya. Namun ternyata orang yang terhubung benang merah dengannya adalah orang yang sejak kecil dulu telah memperhatikan dan bahkan melindunginya tanpa ia sadari.
Mereka berdua tersenyum bahagia, Hendry berdiri dan mengecup kening Ollie dengan sayang. ”Aku keluar sebentar. Kau tidak apa-apa ditinggal sendiri?” Hendry berdiri dan memandang penuh arti, Ollie hanya tersenyum dan mengangguk, lalu menepuk lengan Hendry dengan lembut. Ollie mengatakan tidak apa-apa tanpa mengeluarkan suara hanya bibirnya yang bergerak. Kondisinya sekarang jauh lebih baik, dan itu diketahui dengan baik oleh Hendry sebagai dokternya.
Hendry berdiri dan melangkah ke pintu, saat membuka pintu ia terkejut karena orang tua Ollie dan Ibunya berdiri di sana dan menangis. Ia cepat-cepat menutup pintu, agar Ollie tidak melihat pemandangan ini. ”Ada apa dengan kalian?” mereka tetap membisu dan masih berusaha untuk menahan tangis agar tidak keluar lagi. Hendry mengerti satu hal, orang tua mereka mendengar pembicaraan yang mereka lakukan tadi.
Untuk memecah kesedihan yang mereka rasakan, Hendry berkata seolah-olah mereka tidak mendengar apa yang ia dan Ollie bicarakan dengan nada riang. ”Aku tadi sudah berbicara dengan Ollie. Ia menerima lamaranku. Apakah kalian setuju?” mereka tetap diam dan berusaha lebih cepat untuk menguasai emosi mereka. ”Apakah kalian tidak gembira mendengar kabar ini?” Hendry bertanya untuk mendapatkan jawaban dari mereka.
Ayah Ollie yang lebih dulu pulih dan berbicara, sementara ibunya dan ibu Ollie masih berusaha untuk kembali tenang. ”Tentu saja kami gembira mendengarnya.” Ia tersenyum senang walaupun masih diliputi kesedihan.