Bab 9. Ada yang terbakar tapi bukan api

1208 Kata
Keluar dari ruang prioritas, Sasha bergegas mengambil nomor antrian untuk ke bagian teler bank, namun sebelumnya dia harus menulis slip setor tunai yamg sudah disiapkan di salah satu sudut ruangan tersebut. Tanpa Sasha sadari ada sosok pria yang hampir sama tampannya seperti Rayyan menatap dan menelisik penampilan Sasha, tatapannya seakan kenal dengan wanita berkacamata bulat itu. Untuk membuang rasa penasarannya pria itu memutuskan untuk mendekati Sasha. “Sasha,” sapa pria itu dengan menepuk bahu wanita itu. Sontak saja Sasha yang masih serius menulis angka nol yang banyak, mendongakkan kepalanya dan menatap pria yang baru saja menepuk bahunya. Sejenak mereka saling bersitatap, dan tatapan mereka mengunci dalam per sekian detik. “Kamu Sasha'kan, anak panti Arrahman?” tanya pria itu dengan tatapan sangat yakin. “K-Kak Malik ... Kak Malik ya?” tanya Sasha dengan tatapannya yang berbinar-binar serta degup jantung yang bertalu-talu. Pria itu mengulas senyum hangatnya dan langsung mencium pipi kanan dan pipi kiri Sahsa. “Ya Allah, Sasha kangen sama Kak Malik,” ucap Sasha penuh rasa kerinduan, dan tak sadar dia memeluk pria itu, sosok kakak yang selama ini tinggal di panti bersamanya, namun sudah berpisah dari tiga tahun yang lalu, karena pria itu harus dinas kerja di Kalimantan Timur. “Kakak juga sangat rindu sama adik kecil Kakak ini,” balas Malik gemas, masih memeluk erat wanita berkepang dua itu, dan mereka menghiraukan tatapan dari orang di sekitarnya. Setelah beberapa menit melepas rindu dengan pelukan hangat, pria itu mengurai pelukannya dan mengusap pipi Sasha yang terlihat mulai membasah. “Kapan Kak Malik tiba di Jakarta, kenapa tidak kasih kabar sama Sasha?” tanya Sasha sembari ikutan mengusap ujung ekor netranya. “Baru tiba semalam, rencananya hari ini memang mau kasih kabar ke kamu, tapi malah ketemu di sini. Kebetulan Kakak ada keperluan di sini dari kantor,” jawab Malik begitu lembutnya, seperti biasanya. Sasha dan Malik sama-sama anak panti yang dibesarkan di panti yang sama, namun lebih tua usia Malik, beda tujuh tahun dari usia Sasha. Sejak kecil Sasha sudah menganggap Malik sebagai kakaknya karena Malik begitu sayang pada Sasha begitu pula dengan Sasha, dan Malik adalah salah satu pria yang menemani masa-masa Sasha mengandung Raffa, pria yang selalu menguatkan dirinya saat dirinya hancur. Perlu diketahui Malik sempat menawarkan diri untuk menikahinya, namun ditolak oleh Malik, karena Sasha merasa tidak pantas jadi pendamping Malik, karena dirinya merasa sudah kotor, apalagi sudah mengandung anak dari pria yang tidak dia ketahui hingga saat ini. “Hemm ...,” suara dehemen agak sedikit keras terdengar di antara mereka berdua. “Sudah selesai urusan banknya?” tanya Rayyan, sorot matanya begitu tajam, salah satu tangannya pun dimasukkan ke dalam saku celana bagian samping. Sasha dan Malik sama-sama menoleh dan menatap pria yang sudah berdiri dengan gagahnya di hadapan mereka berdua. “Oh belum Pak Bos, Sasha belum dipanggil nomor antriannya?” jawab Sasha apa adanya, sembari menunjukkan nomor antriannya. Sejenak Rayyan melirik pria yang masih berdiri di samping Sasha, sangat tampan dan sungguh berani cium pipi dan berpelukan dengan sekretarisnya. “Sepertinya pria ini matanya minusnya tinggi atau sudah katarak, kok mau-mauan cium pipi dan peluk Annabellekan,” batin Rayyan gerundel sendiri. Malik ikutan menatap Rayyan, tapi terlihat santai. “Oh iya Kak Malik, kenalkan ini Pak Bos Sasha, namanya Pak Rayyan,” ucap Sasha memperkenalkan mereka berdua. Malik mengulurkan tangannya pada Rayyan dengan sikap yang ramah. “Saya Malik, calon suaminya Sasha, senang bertemu dengan Pak Rayyan,” ucap Malik. Sasha langsung melongo mendengar ucapan Malik yang masih sama seperti dulu memperkenalkan dirinya kepada siapa pun sebagai calon suaminya, walau dia tahu maksud dari pria itu untuk melindungi dirinya dari pria-pria nakal. Rayyan agak mengeratkan jabatan tangan mereka. “Saya Rayyan CEO Indo Prakasa, Bosnya Sasha,” jawab Rayyan terkesan pamer jabatan. Dalam per sekian detik kedua pria itu saling bersitatap, dengan tatapan yang tidak bisa dibaca oleh Sasha. “Ck ... calon suami Sasha, wah udah buta nih cowok, kayak gak ada cewek lain aja,” gumam Rayyan membatin. Rayyan melepaskan jabatan tangannya. “Cepat selesaikan urusannya, kita tidak bisa lama-lama di sini, masih ada pekerjaan yang lain,” perintah Rayyan dengan gaya bossynya. Sasha mendongakkan wajahnya agar bisa nampak jelas wajah suaminya. “Pak Rayyan, Sasha bisa kok ditinggal sendiri, kayaknya antriannya juga masih panjang,” jawab Sasha secara tidak langsung mengusir Rayyan untuk meninggalkannya. Lirikan mata Rayyan agak memicing pada sekretarisnya. “Kebetulan ada saya di sini, jadi nanti bisa saya antarkan Sasha ke kantor, Pak Rayyan.” Malik menawarkan dirinya. Demi apapun Rayyan terlihat tidak suka dengan Sasha yang tidak menuruti permintaannya. “Saya akan panggil petugas banknya, biar kamu tidak perlu antri lagi,” pungkas Rayyan langsung menggunakan hak prioritasnya di bank tersebut. Sasha tidak bisa mengelak lagi, apalagi Rayyan sudah memanggil salah satu staf bank, dan meminta Sasha sebagai nasabah tersebut dilayani secara cepat tanpa banyak basa basi lagi, padahal Sasha hanya nasabah biasa saja tidak seperti Rayyan. 10 menit kemudian transaksi sudah selesai, uang sebesar 400 juta sudah ditabung oleh Sasha, sisanya 100 juta untuk bayar DP rumah sakit. “Kak Malik, Sasha harus kembali ke kantor,” ucap pamit Sasha, saat kembali menghampiri Malik. “Nanti Kakak akan telepon kamu, kalau sempat kita bertemu di panti, sekalian sudah lama Kakak tidak bertemu dengan Raffa,” jawab Malik agak mencondongkan dirinya lebih dekat dengan Sasha, tubuhnya juga agak menunduk karena dia lebih tinggi daripada Sasha. Jika orang lihat mereka berdua tampak terlihat mesra. Rayyan yang kebetulan agak jauh posisi menunggunya terlihat berdecak kesal, sudut bibirnya terangkat sebelah seakan sedang mencemoohkan Sasha. Malik tak segan kembali mengecup pipi Sasha, yang dia sangat tahu wajah asli Sasha dibalik kacamata tebalnya dan kepangan rambutnya itu, serta penampilan jeleknya, dia adalah wanita yang sangat cantik. Wajah Rayyan entah kenapa muncul semburat merah padam tiba-tiba, padahal dia merasa tak punya perasaan pada sekretarisnya, namun selama dua tahun mereka berdua selalu bersama karena pekerjaan, tidak ada yang lebih. “Sudah selesai bermesraan sama calon suaminya di depan umum, kenapa gak sekalian aja hubungan intim di sini ... hem,” tegur Rayyan saat Sasha kembali menghampirinya. Sasha menatap heran pada Rayyan, lalu langkah kakinya mengikuti pria itu yang sudah berjalan menuju pintu keluar masuk bank. “Pak Rafiq, Pak Bos situ kenapa kok tiba-tiba kayak begitu wajahnya, kayak belum disetrika?” tanya Sasha yang kebetulan langkah kakinya sejajar dengan asisten pribadi Rayyan. “Biasa Sasha, belum dapat obatnya kali. Nanti kalau udah dapat obatnya bakal lempeng lagi wajahnya,” sahut Rafiq santai. “Oh pantas saja, padahal tadi Melisa datang kenapa harus diusir, kan lumayan dapat obat sebesar buah melon tuh,” sindir Sasha. Pembicaraan kedua makhluk astral itu sangat terdengar jelas oleh kedua telinga Rayyan. “Masuk ke dalam, Sasha!” perintah Rayyan agak meninggi suaranya saat mereka sudah tiba di parkiran mobil, dan sopir Rayyan sudah membukakan pintu tengah. Alis Sasha saling bertautan, dan semakin heran melihat wajah Rayyan tampak tak bersahabat padanya. “Pak Bos, kalau butuh obat, nanti Sasha hubungi Dennis pacar bos hari kamis biar datang ke kantor, bagaimana Pak Bos setuju?” tawar Sasha dengan mimik polosnya. “Saya bilang masuk, ya masuk Sasha!” Semakin tinggilah suara bariton Rayyan, tangannya sudah menunjuk ke dalam mobil. Bulu halus Sasha jadi agak merinding mendengarnya, lantas dia buru-buru masuk ke dalam mobil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN