5. Sepatu Kets!

2331 Kata
"Kita akhiri saja pertemuannya, selamat siang." Alexa mendengus, lelah dengan semua ini. Tapi bagaimana lagi, wajib dihadapi dan dijalani. Dirinya tidak mungkin menghindar begitu saja. Alexa tidak mau mendapat gelar mahasiswi abadi. Gadis cantik dengan stelan jeans hitam, kaos polos putih dibalut kemeja kotak-kotak bermotif catur serta sepatu kets berwarna putih melekat di tubuh langsingnya. Tak lupa, tas ransel juga menghiasi punggung mungilnya. Alexa sengaja tidak mengancingkan kemejanya, biarlah terlihat urakan. Inilah style Alexa yang sebenarnya. Gadis tomboy yang selalu mengikat rambutnya bagai ekor kuda. "Woy! Nggak nyangka lo mau jadi kakak ipar gue." "Bangsuy lo, gue kaget bego!" Alexa mengusap-usap dadanya, kaget dengan kedatangan Rafli secara tiba-tiba dari belakang sambil menepuk bahunya keras. "Nggak nyangka kita bakal jadi sodara. Cie..." bukannya merasa bersalah, Rafli malah semakin menggoda Alexa. Alexa terus berjalan menuruni tangga menuju kantin, gadis itu bertujuan ke kantin dan mengisi perutnya. Rafli masih mengekor di belakang. Alexa sendiri bingung kenapa Rafli bisa ada di sana. "Mas Marsel tadi bilang kalau lo suruh hubungin dia." Dug! "Aw... Sakit njir... Pala gue benjol." Rafli mengusap-usap keningnya yang baru saja mencium kepala bagian belakang milik Alexa. "Lo kalau berhenti bilang-bilang dong Al, kepala gue bisa gegar otak nih." "Kakak lo bilang apa tadi?" Alexa tak menghiraukan gerutuan Rafli, malah fokus bertanya. "Lo bukannya minta maaf udah bikin kening gue benjol malah mikirin Mas Marsel. Huh..." dengus Rafli memasang tampang kesalnya. "Raf." "Iya-iya, dia bilang katanya lo disuruh hubungin dia." dengus Rafli kesal. Alexa tidak mempedulikan Rafli, kakinya malah langsung melangkah menuju kantin. Bahkan sekarang bukan hanya melangkah, tapi berlari menuruni tangga. "Woy! Ya s-e-t-a-n, gue ditinggal." *** Alexa memandang mangkuk kosong berisi kuah bakso yang tersisa. Gadis itu baru saja makan bakso ditemani dorayaki tiga buah. Cuma Alexa yang tahu bagaimana rasanya, dorayaki dimasukkan ke kuah bakso lalu dimasukkan ke dalam mulut. Memang aneh gadis itu. Rafli, satu-satunya teman yang kebal dengan tingkat keanehan Alexa selama bertahun-tahun. Sudah sangat khatam memahami tingkah laku sahabatnya yang tomboy itu. "Lo kenapa galau sih Al, tinggal ngehubungin apa susahnya." "Ish... Masalahnya gue nggak mau sama pernikahan ini." "Ya elah, Mas Marsel kan dokter Al. Dia bisa kasih apa aja yang lo mau, tinggal ucap." Alexa memandang Rafli tajam. Kedua matanya sudah hampir terlepas. Aura-aura tak enak sudah bisa Rafli cium dari sorot mata Alexa. "Gue bukan cewek matre." ujar Alexa dingin dan tegas. "Ok, gue tahu lo bukan cewek matre. Gue cuma bercanda, jangan masukin ke hatilah Al. Sorry." Suasana jadi canggung di antara mereka berdua. Alexa yang kesal karena ucapan Rafli, dan Rafli yang menyesal atas ucapannya. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Lamunan mereka berdua buyar karena deringan ponsel Rafli. Alexa hanya diam tanpa niat bertanya siapa yang menelfon, toh bukan urusannya juga. "Ya hallo Mas, kenapa?" "...." "Di kantin lagi makan aja." "...." "Ada, nih di sebelah." Alexa melirik Rafli ketika lelaki itu berkata di sebelah. Alexa bingung akan maksud Rafli apa. Dan sampai pada akhirnya Rafli menyodorkan ponselnya kepada Alexa sambil berkata Mas Marsel mau ngomong sama lo. "Nggak ah, ogah gue." tolak Alexa terang-terangan. "Denger sendiri kan, Mas?" "...." "Ok." "Alexa, ke parkiran sekarang juga!" Alexa kaget ketika mendengar suara berat dari seberang telfon. Ternyata Rafli me-loudspeaker sambungan telfon antara mereka. "Atau mau saya jemput ke sana sekarang juga?!" nada bicara Marsel masih mengancam. Sama sekali tidak bersahabat. Alexa menggeram kesal mendengar ancaman mengerikan dari Marsel. Kedua tangannya terkepal kuat, belum juga mereka menikah tapi lelaki itu sudah seenaknya saja mengatur hidupnya. "Gue cabut, Raf!" seru Alexa kencang sambil menyambar tas ransel yang sudah setia menjadi beban di punggungnya. "Ini makanan lo gimana woy?!" Rafli baru tersadar kalau makanan Alexa belum dibayar dan bahkan Alexa tidak meninggalkan uang sepeser pun. Alexa sudah tidak terlihat, membuat Rafli mau tak mau mengeluarkan lebih banyak uangnya untuk membayar makanan Alexa. "Nggak papa, hitung-hitung nyogok calon kakak ipar biar jadi kakak ipar yang baik buat gue." embus Rafli seolah-olah tak rela mengeluarkan beberapa uang gambar pahlawan dari dompetnya. *** Alexa diam, pandangan matanya fokus ke arah jendela mobil. Kedua tangannya menyilang di depan d**a, kakinya bermain di bawah menikmati alunan musik yang dia dengar dari headset. Sesekali bibirnya ikut merapalkan lirik lagu yang dia hapal. Alexa mengabaikan lelaki yang fokus menyetir di sebelah kanannya. "Kamu apa-apaan sih." marah Alexa ketika merasakan headset-nya dilepas paksa oleh Marsel tanpa sepengetahuannya. "Hargai saya yang ada di sini. Kamu sudah berlaku tidak sopan." ujar Marsel dingin tanpa menoleh ke arah Alexa. Alexa hanya mendengus kesal mendengar perkataan Marsel. Dirinya memang mengakui, tindakannya memang tidak sopan. Tapi Alexa merasa jenuh, di dalam mobil bersama seseorang yang belum dia kenal. Ok ralat, dia kenal kalau lelaki itu bernama Marsel, seorang duda, memiliki dua orang anak dan seorang dokter. Tapi selain itu, Alexa tidak tahu lagi bagaimana lelaki yang berstatus sebagai calon suaminya itu. Sekarang Alexa memilih diam dari pada mencari gara-gara lagi dengan lelaki arogan seperti Marsel. Kedua insan manusia itu sekarang sudah sampai di depan butik ternama di pusat kota. Butik tempat biasa di mana Erika selalu memesan semua pakaian yang akan dia kenakan ke acara-acara resmi. Marsel mematikan mesin mobil dan membuka seatbelt. "Pernikahan ini tidak akan digelar secara mewah seperti apa yang kamu impikan. Ingat saya sudah pernah menikah dan asal kamu tahu, pernikahan ini hanya sebuah status belaka." ujar Marsel mantap tanpa adanya rasa takut kalau dirinya akan termakan oleh ucapannya sendiri di kemudian hari. "Yakin? Gimana kalau nanti kamu yang bakalan jatuh cinta ke aku?" Alexa memberanikan diri mendekat ke wajah Marsel dan tersenyum sinis sambil menaikkan sebelah alisnya. Marsel menggeram kesal karena gadis di sampingnya ini termasuk spesies manusia yang pemberontak. Tapi Marsel tidak akan pernah mau dikendalikan oleh Alexa. Harus dirinya yang mengendalikan Alexa. Alexa memilih keluar dari mobil terlebih dahulu. Senyuman puas tercetak di wajah cantik yang dia jaga selama bertahun-tahun. Bahkan Alexa sudah melenggang masuk ke dalam butik dan melihat gaun pengantin yang memang sengaja dipajang. Dapat dirasakan kalau Marsel sudah menyusulnya. "Selamat datang di butik kami, ada yang bisa kami bantu?" sambut salah seorang pramuniawati yang berjaga. "Saya ada janji dengan Tante Reta." ujar Marsel yang terus mendapat anggukan dari pramuniawati itu. "Baik, kalian sudah ditunggu oleh Bu Reta dari setengah jam lalu. Bisa langsung ke ruang pertemuan Pak." "Terima kasih." Marsel langsung berjalan meninggalkan Alexa yang terlihat bingung. Tapi akhirnya mengikuti ke mana arah Marsel berjalan. Alexa menatap takjub ke arah gaun-gaun yang ditunjukkan oleh Reta. Ada tiga macam gaun yang akan dia kenakan usai akad nikah. Alexa tinggal pilih salah satunya saja, tapi sungguh tidak ada yang masuk ke dalam kriteria Alexa. Yang pertama gaun berwarna peach, di bagian punggung, lengan dan dadanya terekspos. Yang kedua gaun berwarna pastel dan hanya bagian d-a-d-a juga bawah pusar saja yang tertutup brukat halus selebihnya hanya kain menyerupai warna kulitnya, jadi jika dipakai seolah-olah Alexa tidak memakai pakaian. Yang ketiga sebuah gaun berwarna putih berlengan panjang dan menutup punggungnya tapi terbuka di bagian leher hingga d-a-d-a, bahkan jika dipakai Alexa yakin belahan dadanya akan nampak jelas. "Bagaimana? Kamu pilih yang mana gaunnya, Al?" tanya Reta. Alexa nampak diam, apa tidak ada pilihan gaun lain? Apa dirinya harus memamerkan tubuhnya di depan banyak orang? Meski pun Alexa sadar bahwa tubuhnya tidak sexy atau dirinya tidak cantik, tapi tetap saja Alexa tidak mau jika tubuhnya diumbar-umbar. "Kenapa diam saja? Apa tidak suka dengan gaun pilihan Tante?" suara Reta kembali memecahkan lamunan Alexa. Alexa memandang cara berpakaian Reta, pantas saja Reta memilih ketiga gaun itu. Pakaian yang Reta kenakan saat ini saja bisa dikatakan pakaian kurang bahan. Dress pass body di atas lutut, di bagian atasnya tanpa lengan dan di bagian dadanya sungguh sangat rendah. Bahkan Alexa bisa melihat jelas belahan d-a-d-a Reta yang nampak berisi. "Apa ada gaun yang lain?" tanya Alexa takut jika Reta tersinggung akan pertanyaannya. Tapi jauh dari dugaannya, Reta malah tertawa terbahak-bahak. "Calon istrimu memang sangat menjaga tubuhnya, Sel. Beruntungnya kamu karena dia tidak memberikan kesempatan lelaki lain melihat kemolekan tubuhnya." ujar Reta blak-blakan membuat kedua bola mata Alexa membulat. "Dia bukan Tante." sahut Marsel enteng tanpa beban. Kedua bola mata Alexa semakin membulat mendengar balasan dari Marsel. Sungguh, itu sangat menusuk tapi nyatanya Reta malah semakin terbahak-bahak. "Baik-baik, ayo ikut Tante." ajak Reta. Alexa mengikuti ke mana langkah Reta. Ternyata Reta mengajaknya ke tempat di mana gaun pengantin dipajang di beberapa manekin dengan berbagai macam warna ada di sana. Pandangan Alexa jatuh pada gaun berwarna putih dengan bagian ekor yang sangat panjang ditambah sentuhan warna merah di beberapa bagian, membuat gaun itu nampak lebih cerah dan segar. "Kamu mau gaun yang itu?" tanya Reta ketika menyadari arah pandang gadis itu ke gaun hasil rancangannya. "Tidak." geleng Alexa pelan. Sebenarnya Alexa ingin gaun itu, tapi mengingat pernikahannya bukan pernikahan yang dia inginkan, hal itu membuat Alexa kesal. "Yakin? Kalau kamu mau biar Tante minta karyawan Tante buat buka gaun itu dan kamu bisa mencobanya." "Tidak Tante, gaun itu terlalu panjang. Itu pasti akan merepotkan sedangkan aku malas dengan sesuatu yang ribet." Alexa mencari alasan supaya Reta tidak memaksanya mencoba gaun itu. "Baiklah." Pandangan Alexa kembali berkeliling. Gaun-gaun itu sangat cantik dan menawan. Tapi sayang, Alexa menikah karena sebuah paksaan. Sebagus apa pun gaun itu pasti rasanya akan tetap sama, hampa. Berbeda apabila Alexa menikah dengan lelaki yang dia cintai dan mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan meski hanya memakai gaun biasa saja. "Aku tertarik dengan yang itu." tunjuk Alexa ke sebuah manekin yang ada di ujung. Reta tersenyum melihat pilihan Alexa. Gadis itu ternyata memang tomboy, bahkan di hari pernikahannya saja gaun yang dia pilih masih harus bernuansa seperti itu. "Ok, tunggu sebentar." Reta pergi dan memanggil salah seorang karyawatinya untuk mengambil gaun pilihan Alexa. "Ikut saya ke ruang ganti, Al." Lagi, Alexa hanya menurut saja. Pasti dirinya akan diminta Reta mencoba gaun itu. "Coba gaun ini ya Al, Tante yakin pasti pas." Reta menginstruksikan Alexa supaya masuk ke ruang ganti bersama satu karyawati butik milik Reta. *** Marsel lagi-lagi melirik jam tangan yang melingkar di tangan kekarnya. Sudah lumayan lama Marsel menunggu Alexa mencari gaun pengantin yang akan dikenakan di pernikahan mereka satu minggu lagi. Pasiennya yang bernama Ranu Vikranlah yang membuat Marsel menjadi gelisah tak tenang. Sepuluh menit yang lalu Alfa menelfon dan memberikan kabar kalau Ranu dalam kondisi kritis dan harus segera dioperasi. Waktunya tinggal satu jam untuk sampai di rumah sakit, dan hal itu mampu membuat Marsel berulang kali menggeram kesal. "Dasar wanita, selalu saja lama." gumamnya berusaha menelan kekesalan. Marsel memainkan kunci mobilnya guna menutupi gelisah karena terus memikirkan kondisi Ranu, salah satu pasiennya yang wajib mendapat perhatian ekstra. "Marsel! Lihatlah calon istrimu, cantik sekali." gema suara Reta membuat Marsel sedikit kaget. Lelaki itu terlalu fokus dengan pikirannya sendiri. Marsel memandang ke arah Reta yang tersenyum lebar. Wanita itu memang selalu tersenyum atau tertawa, sangat jarang memperlihatkan raut kesedihan atau galau. Marsel melihat Alexa yang berjalan dari arah yang sama seperti Reta. Terlihat jelas bahwa Alexa berjalan begitu pelan. Bahkan seolah-olah takut jika terjatuh. "Kemarilah Al, biar calon suamimu yang sok sibuk ini terpesona oleh kecantikanmu." lagi dan lagi, Reta yang heboh di sana. Alexa masih berjalan pelan sambil sedikit mengangkat gaunnya yang sudah dipastikan bahwa itu berat dan terlihat ribet. Marsel tak habis pikir, ternyata gadis itu memilih gaun pengantin nuansa hitam putih. Dia pikir, Alexa akan memilih gaun berwarna pink seperti gadis-gadis lain yang tergila-gila dengan warna itu. Marsel masih saja memperhatikan cara jalan Alexa. Gadis itu nampak kesulitan berjalan menggunakan high heels dengan gaun yang belakangnya sedikit panjang. Bisa Marsel tebak, kalau Alexa ini tipe perempuan yang tidak suka memikirkan penampilan. Buktinya memakai high heels saja, masih goyang kanan goyang kiri. Alexa sudah semakin dekat dengan Marsel. Bahkan gadis itu sekarang sudah tidak menunduk karena takut jatuh lagi. Kepalanya mendongak menatap Marsel yang masih menunggunya bicara. "Aku mau gaun yang in... Aa...!" teriak Alexa ketika kakinya tergelincir. Alexa sudah memejamkan matanya pasrah, persetan dengan gaun yang dia coba. Bahkan bukan suara Alexa saja yang menggema. Tapi suara Reta pun ikut membuat telinga Marsel berdengung. Alexa mencoba membuka kedua matanya, pandangan pertama yang dia lihat adalah wajah lelaki yang seminggu lagi akan menjadi suaminya. Bahkan wajah lelaki itu begitu dekat dengan wajahnya. Jantung Alexa masih berpacu sangat cepat karena insiden tak diinginkan. Pantas saja Alexa tidak merasakan sakitnya keramik, ternyata pinggangnya ditahan oleh Marsel sehingga Alexa tidak terjatuh. "Ehem... Ehem..." Reta berpura-pura terbatuk karena Marsel dan Alexa belum ada yang mau melepaskan acara mesra-mesraan tak terduga sekarang ini. Bruk! "Aw...! Sakit woy!" teriak Alexa ketika Marsel melepaskan tubuhnya begitu saja, sehingga Alexa terjatuh. Alexa sudah memegangi pinggangnya yang ngilu. "Kamu berat." ujar Marsel enteng tanpa basa-basi. Alexa mencoba berdiri sendiri kemudian melepas paksa high heels yang melekat di telapak kakinya. "Pokoknya aku nanti nggak mau pakai high heels, aku mau pakai sepatu kets." ujar Alexa enteng seolah tanpa beban. Marsel pikir memangnya mereka akan olah raga atau sekolah sehingga harus memakai sepatu kets segala? "Nggak bisa! Ini acara pernikahan bukan lomba lari." tolak Marsel mentah-mentah. "Aku cuma mau pakai sepatu kets!" Alexa masih menolak untuk memakai high heels dan lebih memilih sepatu kets. "Terserah!" Marsel nampak mendengus kesal karena sifat keras kepala Alexa. "Saya sudah pesankan mobil online, dan kamu pulang naik mobil itu saja. Saya ada urusan penting di rumah sakit dan saya harus ke sana sekarang. Ini uang untuk ongkos." "Nggak bisa gitu dong, kan yang nyulik aku ke sini kamu. Masa kamu mau lepas tanggung jawab gitu aja sih." "Saya sudah pesankan mobil online, saya tidak lepas tanggung jawab." "Tap..." "Kami ambil gaun yang dia coba Tan, nanti uangnya aku transfer. Untuk jas, kemeja dan lain sebagainya aku yakin Tante sudah hapal ukuranku. Sesuaikan saja dengan apa yang dia mau. Aku pergi dulu." Marsel langsung pergi begitu saja. Pasiennya lebih penting dari apa pun. Marsel akan berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan Ranu. "Ish... Dasar Om-Om nyebelin. Gue ditinggalin gitu aja di sini." bibir Alexa masih mendumel tidak jelas. "Ya sudah, sekarang ganti gaunnya lagi. Biar dibungkus ya, Al." Reta masih saja tersenyum kepada Alexa dan membantu Alexa berjalan menuju ruang ganti. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN