Bab 31

1025 Kata
"Nak, ini kamar almarhum putri Mama. Kamu bisa menggunakannya. Istirahat di sini saja. Karena tidak pantas jika kamu masuk ke kamar lelaki." Mama Andra membuka pintu kamar ukuran sedang yang bernuansa biru langit. Terdapat sebuah box bayi dan aneka mainan. Minah memandang kamar itu dengan rasa takjub. Sepertinya kamar itu tak berpenghuni, namun keadaannya bersih dan terawat. "Benarkah tidak apa-apa, Ma?" "Iya sayang. Tidak apa-apa." "Sepertinya kamar ini sangat berharga untuk Mama." "Benar ... memang benar Nak. Tapi kenangan yang sudah berlalu. Kenangan yang terlalu menyakitkan untuk apa lagi diingat-ingat. Mungkin sudah waktunya Mama melupakan semuanya." "Ma-maaf ya Ma. Kehadiran Minah di sini hanya membuat Mama sedih." "Tidak Nak. Justru Mama senang. Kamu cantik, baik, manis, dan sopan. Pantas saja Andra selalu memuji-mujimu." "Mama bisa saja. Minah hanya gadis kampung Ma." "Yang membedakan manusia satu dengan yang lain hanyalah hatinya Nak. Andra bukan hanya menyukai fisikmu, tapi juga hatimu. Dan ini pertama kalinya Andra bercerita tentang gadis." Dalam hati Minah bahagia, ia ingin menjadi orang spesial untuk Andra. "Ya sudah Mama tinggal. Kalau butuh apa-apa panggil Bibi saja." "Iya Ma. Terima kasih." Mama Andra keluar dari kamar tempat Minah istirahat dan melanjutkan kegiatannya. "Aku tidak menyangka jika aku bisa sampai di titik ini. Terima kasih Kak, sudah menyayangi Minah." Minah duduk di tepi jendela dan menatap keluar. Ke arah taman yang cantik dan terawat. *** Kedua remaja berbeda jenis itu kini tengah berdiri di depan pintu. Menunggu si empunya rumah membukakan pintu untuk mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Dan Andra baru mengantarkan Minah pulang setelah makan malam. Ceklek. "Oh, Nak Andra mengantar Minah ya? Mari masuk." Rasti menyambut Minah dan Andra dengan senyuman. "Iya Tan. Kayaknya Andra mau langsung pulang deh Tan. Karena sudah jam segini. Lain kali saya singgah." "Oh begitu. Terima kasih ya Nak. Sudah menjaga dan mengantar pulang Minah. Titip salam untuk mamamu." "Baik Tan. Akahln Andra sampaikan. Andra permisi ya Tan." "Iya Nak. Hati-hati di jalan ya." "Baik Tan, terima kasih. Yas, Kakak pulang dulu ya." "Iya Kak. Terima kasih sudah mengantar Minah. Hati-hati di jalan." Andra tersenyum dan mengusap rambut Minah perlahan sebelum pergi. Rasti hanya tersenyum melihat interaksi Minah dan Andra. Ia tahu kalau muda mudi itu tengah jatuh cinta. Dan Rasti memakluminya. Wajah Minah memerah, malu karena Rasti melihat perlakuan Andra padanya. "Ehem, ehem. Orangnya sudah pergi. Nggak mau masuk nih?" goda Rasti. "Tante, bisa aja." "Tante mau dengar penjelasan kamu. Ini Liza langsung yang telepon Tante loh." "Minah hanya diajak Kak Andra main ke rumah Mama kok Tan." "Wah, pesat sekali ya hubungan kalian. Hingga kamu memanggil Liza dengan sebutan Mama." "Mama yang minta Minah panggil begitu." "Iya, iya nggak papa. Tante juga pernah muda. Tahu rasanya jatuh cinta." Sontak saja Minah semakin malu. "Wah, hebat ya. Jam segini baru pulang." Suara Rachel yang pedas menyapa telinga Minah dan Rasti. Gadis itu menuruni tangga dengan kedua tangan yang disilangkan. Menatap Minah dengan pandangan sinis. "Maaf Chel. Tapi Minah sudah minta izin sama Tante kok." "Benarkah? Jika aku pergi dengan Dafa lewat waktu isya saja, Mama akan marah-marah. Giliran udik ini pulang jam segini Mama izinkan." "Itu karena Minah pergi dengan orang yang jelas. Mama jadi tidak perlu mengkhawatirkannya." "Jadi menurut Mama, Dafa nggak jelas. Begitu?" "Iya. Mama tidak suka dengan anak yang tidak punya sopan santun itu." "Mama nggak adil." "Ini demi kebaikan kamu Chel. Mama tak suka dengan pacar kamu itu. Sudahlah, sudah malam tak baik bertengkar." Rachel meninggalkan ruang tamu dan menuju kamarnya dengan kesal. Ia merasa mamanya pilih kasih. "Minah, sudah lebih baik kamu cepat mandi sana. Sudah malam dan segera Istirahat." "Iya Tan." Minah menuju kamarnya dan segera mengambil handuk dan baju ganti. Setelahnya ia menuju kamar mandi dekat dapur. Ia ingin mandi walau sudah malam. Karena ia menolak mandi di rumah Andra, dengan alasan tidak mempunyai baju ganti. Dan di dapur terlihat Raditya tengah duduk di meja makan dan memakan buah apel. Begitu melihat kedatangan Minah Raditya langsung berdiri dari duduknya. "Ha-hai Dit," sapa Minah berbasa-basi. Raditya melengos dan menenggak air mineral dalam botol. Setelahnya ia pergi begitu saja, mengabaikan sapaan Minah. "Hah, sabar Minah. Sebentar baik sebentar ketus. Entah bagaimana aku harus menghadapi kamu Dit," batin Minah menatap punggung Raditya yang semakin menjauh meninggalkan dapur. Minah pun memutuskan untuk mandi dan segera beristirahat. *** Tanpa terasa setahun sudah Minah tinggal di rumah itu. Kerinduan pada bapaknya menumpuk. Tapi ia bisa apa, karena Minah tak tahu bapaknya di mana. Pernah sekali Minah diantar Andra mencari bapaknya di kampung. Namun tak satu pun orang yang mengetahui keberadaan Prapto. Minah sangat sedih, tapi setidaknya ia lega. Itu artinya bapaknya tidak tertangkap oleh juragan Surya. Minah tak mendapat info apa pun, gadis itu hanya sebentar saja di kampungnya. Karena tak mau jika sampai ketahuan oleh juragan Surya. Flashback on "Lain kali kita kemari lagi ya Yas. Jangan sedih," hibur Andra. "Iya Kak." Wajah Minah sangat murung gadis itu sangat merindukan bapaknya. "Jangan sedih Yas. Aku yakin suatu hari nanti kamu bisa bertemu dengan bapakmu. Berdoalah agar bapakmu selalu diberi keselamatan." "Terima kasih Kak. Ayo kita pulang." "Yuk." "Maaf ya Kak. Karena Minah, Kak Andra jadi harus repot. Jauh-jauh mengantar Minah ke kampung." "Iya, tidak apa-apa Yas. Ke ujung dunia pun akan Kakak antar." "Kak Andra bisa saja." Minah mulai bisa tersenyum karena ucapan Andra. "Ayo naik. Kita pulang atau kamu mau di sini bersama kerbau membajak sawah." "Kak Andra jahat ih, masa Minah disamain sama kerbau pembajak sawah." "Ye, siapa yang samain. Kakak kan hanya bilang kamu ikut kerbau itu membajak sawah." "Iya, iya Minah tak akan pernah menang bicara sama Kakak." Laki-laki muda itu tertawa melihat Minah mengerucutkan bibirnya. Setelah Minah naik, motor Andra melaju meninggalkan desa itu. Di sepanjang perjalanan, keduanya tak henti bercanda. Kadang bertengkar memperdebatkan hal-hal yang sepele. Hubungan Minah dan Andra memang begitu. Terasa manis namun sehat. Keduanya tak lebih dari bergandengan tangan. Keduanya memiliki komitmen. Menetapkan batas masing-masing. Flashback off "Wah, nilai kamu bagus-bagus sayang. Sama seperti semester yang lalu," puji Rasti seraya membaca rapor kenaikan kelas Minah. "Selamat ya Minah. Kamu hebat, jadi juara satu lagi," kini giliran Dimas yang memuji. "Iya Tan. Terima kasih. Semua berkat Tante dan Om juga." "Tapi jangan lupa ya Nak. Jangan cepat puas hati. Belajar dengan lebih giat." "Iya Om, Minah akan ingat kata-kata Om Dimas." "Nah, Rachel Radit. Kalau bisa ikuti jejak Minah. Jangan cepat puas hanya berada di posisi sekarang," nasehat Dimas. Rachel dan Raditya semakin kesal karena Dimas memuji Minah. Mereka berdua memilih masuk ke kamarnya masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN