Bab 30

1012 Kata
"Yas, nanti tunggu aku di gerbang ya? Kita pulang bersama. Mulai hari ini aku akan mengantarmu pulang setiap hari. Tapi sebelum itu Kakak akan membawamu ke suatu tempat." "Tapi Kak, nanti Tante Rasti khawatir." "Yas, kamu kan bisa mengirim pesan atau menelepon mama Radit. Atau tidak kamu bisa mengatakannya pada Rachel." "Ya sudah baiklah Kak." "Bagus, sana masuk kelas." Andra mengacak poni Minah dengan gemas. "Iya Kakak juga." Mereka berpisah dan menuju arah berlawanan ke kelas masing-masing. Hati Minah yang semua kelabu kini menjadi berwarna seperti taman bunga. Sambil senyum-senyum ia memasuki ruang kelas. Tak berapa lama, bel masuk berbunyi dan para siswa mulai mengikuti pelajaran. Minah mengikuti pelajaran dengan wajah yang berseri berbanding terbalik ketika sebelum bertemu dengan Andra. Rachel dan kawan-kawan sampai heran dibuatnya. "Hei si udik sedang gila ya?" bisik Vita pada Rachel dan Erina. "Kenapa?" "Tadi mukanya di tekuk sekarang senyum-senyum sambil pegang kening gitu. Aneh nggak sih?" "Entahlah aku nggak terlalu memperhatikan dia," jawab Rachel acuh. "Ck, Rachel. Apa dia mendapatkan sesuatu yang menyenangkan ya?" tanya Erina ikut kepo. "Ah, sudahlah kalian lebih baik mendengarkan Pak Ari mengajar daripada kalian mengurus hal tak penting seperti Minah." "Kenapa sih Chel, akhir-akhir ini kamu anteng banget. Nggak mau mengusik si udik?" "Jangan banyak tanya! Aku tak mau lagi berurusan dengan dia." "...." Erina dan Vita merasa Rachel lebih aneh dibandingkan Minah. *** Gadis berkepang dua itu berdiri menyandar di pintu gerbang yang terbuka. Poninya yang rapi sesekali melayang tertiup angin. Kedua pipinya memerah tersengat matahari. Dia sedang menunggu kedatangan Andra, sang kekasih pujaan hati. Hatinya berdebar kencang mengingat ini seperti kencan pertama mereka berdua. Minah sudah menelepon Rasti untuk meminta izin. Beruntung Rasti mengizinkan Minah pergi. Minah sangat lega. Ia mencari jalan aman dengan meminta izin sendiri. Daripada harus berurusan dengan Rachel yang akan berakhir dengan ketidakjelasan. "Hei! Ayo naik! Melamun saja," sapa Andra pada Minah. Minah tersenyum dan berniat naik ke atas motor. "Minah! Mau ke mana?" tanya Raditya yang baru datang dari parkiran dengan sorot mata yang tajam. "Minah mau pergi dengan Kak Andra, Dit." "Awas saja! Akan aku adukan Mama kalau kamu tidak sekolah dengan benar." "Bilang saja Dit. Minah sudah minta izin kok." "Ayo Kak. Kita pergi." Minah dan Andra meninggalkan Raditya yang kesal. "Sial, ada apa denganku?" Raditya mengusak rambutnya kasar. *** Rumah yang tak beda jauh luas dan mewah seperti rumah Raditya itu terlihat asri dan sejuk. Di halaman rumah, ada berbagai tanaman bunga menghiasi. Dan berbagai pepohonan yang berdiri kokoh menambah kesan sejuk suasana rumah di tengah perkotaan itu. Ada sebuah kolam ikan kecil di tengah taman di halaman rumah itu. "Ayo Minah! Kita masuk." "Kak, apa tidak apa-apa kamu membawa aku ke rumahmu? Aku rasa ini terlalu cepat Kak." "Yas, aku kan sudah bilang kalau aku akan mengajakmu menemui Mama. Dan ini adalah waktu yang tepat." "Tapi bagaimana jika mama Kakak terkejut?" "Tidak akan ayo," paksa Andra. Jemari Andra menggenggam jemari Minah dengan erat. Agar gadis itu tak menolak lagi untuk masuk. Hening dan sunyi. Dua kata yang dapat menjabarkan keadaan rumah Andra saat ini. Rumah yang begitu luas itu terlihat suram. Hawa kesepian sang penghuni rumah begitu kentara. "Assalamualaikum Ma." "Waalaikumsalam." Seorang wanita yang memakai hijab menghampiri mereka berdua. "Eh Andra, tumben pulang cepat?" Andra mencium tangan mamanya. Dan Minah mengikuti apa yang Andra lakukan. "Kamu siapa Nak?" tanya Mama dengan senyuman yang teduh. "Sa-saya Yasminah Tan saya ...." "Pacar Andra Ma." "Wah, benarkah?" Mama mengelus kepala Minah dengan lembut. Wajah Minah memanas karena malu dan juga canggung. "Ini pertama kalinya Andra bawa pulang anak cewek. Panggil Mama saja ya. Ah, Mama sampai lupa. Mari kita duduk." Mama merangkul Minah dan mengajaknya duduk di sofa ruang tamu. Andra mengikuti mereka dari belakang. "Bi, buatkan minuman dingin," teriak Mama pada asisten rumah tangganya. "Baik, Nyonya." "Minah cantik sekali. Pantas saja putra Mama ini sering bercerita tentang kamu. Rupanya Andra tidak melebih-lebihkan ceritanya." "Mama!" Andra malu karena mamanya membongkar rahasianya. "Tan eh Mama, Kak Andra terlalu berlebihan. Minah hanya gadis yang sangat biasa saja." "Yas, aku tinggal sebentar ya? Nggak papa kan kamu di sini sama Mama? Aku mau ganti pakaian, hanya sebentar saja," pamit Andra. "Kamu ini apa-apaan si Ndra? Pergi saja! Kayak mau kemana. Kamu takut Mama makan Yas-mu ini?" "Hehehe, enggak kok Ma. Bukan begitu. Andra hanya takut Minah tak nyaman. "Siapa bilang tak nyaman? Apa Kamu nggak nyaman sama Mama, sayang?" Minah menggeleng dan tersenyum. "Mama kan juga ingin mengenal calon menantu Mama ini." Wajah Minah semakin memanas ketika disebut calon menantu. Hatinya berdegup kencang. Andra segera beranjak pergi. Tak lama Andra sudah menghilang dari pandangan Minah, lelaki itu sudah masuk ke kamarnya. "Mama senang kamu mau main ke rumah," tangan mama Andra menggenggam erat jemari Minah dengan sayang. Minah hanya tersenyum, tak tahu harus menjawab apa. Terlalu canggung untuk gadis itu. Ini pengalaman pertamanya main ke rumah teman lelaki. Mama Andra menatap Minah dengan intens. Menyusuri garis wajah Minah yang cantik alami tanpa polesan make-up. "Bolehkah Mama memelukmu?" "Iya Ma, boleh." Mama Andra langsung memeluk Minah. Mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Andrea, andaikan kamu masih ada Nak. Kamu pasti tumbuh jadi gadis yang cantik seperti pacar Kak Andra ini? Mama rindu sayang, Andrea kecil Mama ...," batin Mama Andra. Air mata mengalir dari mata wanita berusia 45 tahun itu. Andra yang sudah mengganti pakaiannya terpaku menatap mamanya yang memeluk Minah dengan menangis. Ada rasa haru menyergap hati Andra. Andra yakin Mamanya mengingat Andrea yang telah lama tiada. Mama Andra segera menghapus air matanya, takut Minah tahu kalau ia menangis. "Minah, kamu tinggal di mana Nak?" tanya Mama Andra ketika pelukan terurai. "Ma, Minah sebenarnya tinggal di desa. Dan di kota ini Minah tinggal di rumah Tante Rasti. Mama Raditya teman Kak Andra. Minah hanya anak asuh, Ma." Minah bercerita dengan sedih. Mungkin saja Mama Andra kali ini tidak akan menerimanya yang hanya anak asuh. "Oh Rasti. Mama mengenalnya dengan baik. Rupanya kamu tinggal di sana? Baguslah kalau begitu, Mama akan minta izin agar kamu tetap di sini sampai malam." Reaksi yang Mama Andra tunjukkan ternyata berbeda jauh dengan dugaannya. "Bi, siapkan makan siang ya." "Tak perlu repot-repot Ma." "Tidak ada yang repot. Kamu makan sama Andra ya. Mama sudah makan duluan tadi. Karena tidak tahu kalau Andra membawamu ke sini. Mama telepon Rasti untuk meminta izin untukmu." Rupanya Mama Andra tak main-main. Wanita itu benar-benar menelepon Rasti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN