Bab 3

1290 Kata
Dalam perjalanan ke rumah sakit, Yuta telah mengingatkan Keiya Kondoh, bahwa apa yang dialami Keiya di tempat parkir itu hanya sedikit dari dari apa yang akan dihadapinya jika ia berpikir untuk melaporkan kebrutalan ini. Yuta juga memberi tahu Keiya bahwa pada saat itu ia punya tiga orang yang melihat dan mau membuat laporan bahwa mereka telah menyaksikan tersangka tersandung dan jatuh berguling di tangga saat dikejar. Ditambah lagi, Yuta mengungkapkan meski hanya satu perjalanan pendek dari rumah sakit ke gedung adminitrasi kepolisian itu bisa menjadi beberapa menit terlama dalam hidup Keiya untuk menggarisbawahi maksudnya, Yuta memamerkan beberapa peranti di bagian belakang van gergaji, alat bedah, pembuka d**a, peranti pencukur bulu elektronik. Keiya mengerti. Dan, sekarang ia sedang dicatat. Beberapa menit berikutnya, ketika Kento memelorotkan celana Keiya Kondoh dan celana dalamnya yang bernoda, Yuta menggelengkan kepala. Keiya Kondoh telah mencukur bersih rambut k*********a, Keiya menunduk ke arah selangkangannya dan kembali memandang Yuta. “Ini sebuah ritual,” kata Keiya. “Satu ritual religius.” Yuta menghambur dari sisi samping. “Begitu juga dengan penyaliban, b******n!” dampratnya “Bagaimana kalau kita pergi ke home depot dan membeli beberapa benda religius?” Pada saat itu Yuta melihat mata dokter magang tersebut, dokter Hasama mengangguk, memberi isyarat bahwa mereka sudah memperoleh contoh rambut kemaluan. Tidak ada yang bisa mencukur benar-benar bersih. Yuta menyambar kesempatan itu, dan memanfaatkannya. “Kalau kau pikir upacara kecilmu itu akan menghentikan kami untuk mendapatkan sampel, kau memang benar-benar b******k,” kata Yuta. Wajahnya nyaris menempel pada Keiya Kondoh. “Selain itu, yang perlu kami lakukan hanya menahanmu sampai bulu-bulu itu tumbuh kembali.” *** Yuta duduk di areal parkir gedung markas kepolisian, jeda sejenak dari hari yang penat dan panjang menghirup secangkir kopi irlandia. Biji kopi itu biasa saja, Namun, peraciknya yang membuat kopi ini terasa lebih nikmat. Langit tampak bersih, hitam, dan tak berawan di atas bulan setengah lingkaran. Musim semi telah menjelang. Ia berhasil tidur beberapa jam dalam van pinjamannya yang dipakainya untuk memancing Keiya Kondoh, nanti siang ia akan mengembalikannya pada Rina Li, temannya. Rina memiliki bisnis pengepakan daging di Kadoma. Yuta menyentuh ujung kulit kasar di atas mata kanannya. Bekas luka itu terasa hangat dan liat di bawah jari, mengungkapkan rasa sakit yang sementara ini tak ada di sana, satu bayangan kepedihan yang menyengat untuk pertama kalinya beberapa tahun lalu. Ia menurunkan kaca jendela mobil dan memejamkan mata, merasakan kenangan menghilang. Dalam benaknya, kegelapan menguap ketika hasrat dan gejolak perasaan bertemu, teringat tempat itu ketika air dingin pancuran taman. Ia menyaksikan saat-saat terakhir kehidupan seorang gadis muda, melihat kengerian yang sunyi itu terungkap. Melihat wajah Wakitori Mina, ia tergolong kecil untuk usianya, naif untuk zamannya. Ia baik hati dan mudah percaya, berjiwa pelindung. Pada suatu hari yang sangat terik Mina berhenti untuk minum air dari pancuran di taman Oeda. Seorang pria sedang duduk di bangku dekat pancuran itu. Ia menceritakan pada Mina bahwa ia pernah memiliki cucu perempuan sebaya dengannya, Ia mengaku sangat mencintai sang cucunya itu tertabrak mobil dan menemui aja. Itu sangat menyedihkan, kata Mina. Gadis itu lalu bercerita sebuah mobil juga telah menabrak Naoko, kucingnya. Sampai mati, pria itu mengangguk, setitik air menetes dari matanya. Ia berkata bahwa, setiap tahun pada hari ulang tahun cucunya, ia mengunjungi taman Oeda, tempat favorit cucunya. Pria itu mulai menangis. Wakitori Mina menurunkan besi penahan sepedanya dan berjalan ke bangku tersebut. Tepat di belakang bangku itu ada semak-semak rimbun dan Mina menawarkan tisu kepada pria itu... Yuta menghirup aroma kopinya, menyalakan sebatang rokok. Jantungnya berdetak kencang, bayangan-bayangan itu sekarang berjalan ingin mencelat keluar. Ia sudah mulai membayar mahal untuk semua itu. Selama bertahun-tahun ia berusaha mengobati dirinya sendiri dengan bermacam cara legal atau ilegal, konvensional atau alternatif. Tidak ada pengobatan legal yang membantu, ia telah menemui puluhan dokter mendengar semua diagnosis hingga hari ini, migrain dengan aura adalah teori yang paling kuat. Tapi, tidak ada buku yang menjelaskan aura tersebut. Auranya tidak berupa garis-garis berkelok berwarna terang. Ia dengan senang hati akan menerima hal seperti itu. Auranya mengandung monster. Saat pertama kali bisa melihat gambaran pembunuh Mina, ia tidak mampu mengungkapkan wajah Keiya Kondoh. Wajah pembunuhnya selalu kabur, coretan tidak jelas atas iblis. Setahun lalu, pria muda kaya bernama Imaue Yozuko dicurigai telah membunuh kedua orang tuanya dengan darah dingin, menghancurkan kepala keduanya dengan satu tembakan Winchester 9410. Atau, begitulah keyakinan Yuta, sangat yakin dan benar-benar seperti semua yang telah dianggapnya benar selama dua dekade menjalani pekerjaan sebagai polisi. Ia telah menanyai Yozuko yang berusia delapan belas tahun itu hampir sepuluh kali. Tiap kali ditanyai, rasa bersalah tampak di kedua mata pria muda itu seperti matahari terbit dengan terang. Yuta telah mengarahkan tim penggeledah berulang kali untuk menyisir mobil Yozuko, kamar asrama, juga tumpukan pakaiannya. Mereka tak pernah menemukan satu helai rambut atau serat, atau bahkan satu tetes cairan yang akan mengindikasi bahwa Yozuko ada di ruangan itu ketika kedua orang tuanya tercabik peluru. Yuta tahu, satu-satunya harapan adalah pengakuan. Jadi, ia menekan Yozuko. Sangat keras, tiap kali Yozuko berbalik badan. Yuta akan ada di sana, di konser, di kedai kopi, di perpustakaan buku bekas, dan di mana saja. Bahkan Yuta duduk manis sepanjang pemutaran dorama berjudul Senpai No Kannojo, memilih dua baris di belakang Yozuko dan teman kencannya, hanya untuk menekan Yozuko. Kerja polisi yang sesungguhnya malam itu adalah tetap berjaga sepanjang film. Suatu malam, mobil Yuta parkir di luar kamar asrama Yozuko, tepat di bawah jendela kampus permesinan Osaka. Tiap dua puluh menit, selama delapan jam non stop, Yozuko membuka tirai untuk melihat apakah Yuta masih ada di sana. Yuta telah memastikan jendela mobilnya terbuka dan kilatan rokoknya yang suar dalam kegelapan. Yozuko memastikan seraya menunjukkan jari tengahnya melalui tirai yang sedikit terkuak, tiap kali mengintip. Permainan itu berlanjut sampai dini hari. Kemudian, pada sekitar pukul 07.30, alih-alih mengikuti perkuliahan, alih-alih berlari menuruni tangga dan menyerahkan diri pada belas kasihan Yuta, menyodorkan pengakuan, Imaue Yozuko memutuskan untuk gantung diri. Ia menyangkutkan tali pada satu pipa di ruang bawah tanah asrama, melepas semua pakaiannya dan menendang kuda-kuda di bawahnya. Satu tindakan mempersetankan sistem. Tertempel di dadanya, catatan yang menyebut Nakamoto Yuta sebagai penyiksa. Seminggu kemudian, tukang kebun Imaue ditemukan di sebuah motel di daerah Gifu. Kartu kredit Imaue Mario ada di tangannya, pakaian berlumur darah terjejal dalam tas duffel. Ia segera mengakui melakukan pembunuhan ganda. Pintu dalam benak Yuta telah dikunci. Untuk pertama kali dalam 5 tahun, ia keliru. Para pembenci polisi muncul dengan kekuatan penuh. Saudara perempuan Yozuko, Yuuko, mengajukan gugatan atas kematian tidak wajar kepada Yuta, unit pembunuhan, dan pemerintah kota. Gugatan itu kandas tetapi, tekanan luar biasa hampir membuatnya sinting. Koran-koran terus mengincar, menjelek-jelekkannya selama berminggu-minggu dengan tajuk rencana dan karangan khas. Sebelum kasus Imaue, Yuta telah menimbang untuk pensiun dan pindah ke Shinjuku. Mungkin memulai perusahaan olahraga milik sendiri seperti mantan polisi yang semangat mereka telah dipadamkan kerasnya kehidupan kota. Ia sudah cukup melaksanakan tugas sebagai teman bicara sirkus kepala batu. Tetapi, ketika melihat piket di depan gedung bundar termasuk hujatan cerdas seperti ‘Bakar Nakamoto Yuta, Polisi pembunuh!’ Ia tahu bahwa ia belum boleh pensiun. Ia tidak bisa keluar dengan cara seperti itu. Ia telah menyumbang begitu banyak untuk kota ini dan hanya diingat dengan cara seperti itu. Jadi, ia bertahan dan menunggu. Nanti, akan ada kasus lain yang membawanya kembali ke puncak. Yuta menandaskan kopi, memperbaiki posisi duduknya. Tak ada alasan untuk pulang ke rumah. Tugas menanti di depan mata, dalam beberapa jam lagi sudah harus dimulai. Selain itu, ia hanya hantu di apartemennya sendiri. Akhir-akhir ini, hanya satu jiwa hampa yang menghuni dua ruangan kosong. Tidak ada yang merindukannya di sana. Ia memandang ke arah jendela-jendela gedung markas kepolisian, sisa kilau cahaya keadilan yang pernah menyala. Keiya Kondoh ada di gedung itu. Yuta tersenyum, memejamkan mata. Ia telah mendapatkan buruannya, laboratorium akan memastikan dan setitik noda akan sirna dari trotoar Kadoma. Nakamoto Yuta bukan pangeran di kota ini. Ia adalah raja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN